Twenty

875 86 31
                                    

Cemburu itu urusan wajar. Yang tidak wajar kalau cemburunya sama cowok yang bukan siapa-siapa kita. Right?

Right. Irene menyeruput air putih didepannya kuat-kuat. Kalau tidak memakai sedotan, dia mungkin sudah tersedak sekarang.

Matanya panas, hatinya juga. Keh, menyebalkan. Kenapa harus mesra-mesraan didepan orang jomblo sih?

"Sayang, kok tamunya belum datang juga? Cape aku, pengen cepet pulang."

"Ya udah kamu pulang duluan, kasian kamunya." Kata Wendy pada perempuan cantik didepannya, sambil membelai rambutnya lembut.

Wanita itu cemberut,
"Maunya sama kamu Yaaang.."

Che, manja banget!

Irene rasanya ingin menutup telinga rapat-rapat. Haah, kenapa disini yang selalu tersakiti dia? Kenapa selalu Irene yang dibuat cemburu? Apa memang cintanya bertepuk sebelah tangan?

Irene menunduk, dia meremas baju putihnya yang kotor. Wendy sudah mengambil jasnya untuk dia serahkan pada pacarnya.

Itu sudah cukup membuktikan bahwa Wendy tidak peduli padanya.

Gadis itu menghela nafas lelah, padahal dia belum menyatakan perasaannya, tapi mungkin memang dia tidak punya kesempatan sedikitpun dari awal.

Dan untuk mencegah hatinya lebih patah lagi, Irene akhirnya memutuskan untuk angkat tangan. Wendy tidak mungkin memiliki perasaan padanya, terlalu tidak mungkin.

Mau tidaka mau, rela tidak rela sepertinya Irene memang harus berhenti sekarang--sebelum terlalu jauh, dan perasaannya makin dalam.








Tidak mudah. Irene sudah mencoba segala cara agar rasa sukanya hilang. Nyatanya semua tidak sesederhana itu.

Apalagi kalau Wendy sudah memperlakukannya tidak biasa. Irene malah jatuh semakin dalam.

Irene bingung, apa yang harus dia lakukan sekarang? Apakah dia harus mencari pria lain? Tapi itu tidak terdengar benar. Dia tidak mau menggunakan pria lain sebagai pelampiasannya. Pasti rasanya sakit sekali.

Walau begitu, Irene sebenarnya pernah mencoba. Dia tidak buta untuk melihat Bogum dan Seulgi juga beberapa lelaki di perusahaannya dengan terang-terangan menaruh minat padanya.

Tapi mereka tidak bisa memberikan debaran aneh pada jantungnya seperti yang Wendy lakukan.

"Kamu belom makan atau apa? Muka kamu pucat gitu? Makan sana, saya gak mau kamu gak fokus. Entar salah lagi bikin laporannya, saya juga yg rugi." Irene tahu bosnya khawatir, tapi dia sering menunjukan perhatiannya dengan cara yang berbeda.

Itu adalah salah satu hal yang Irene suka dari lelaki itu.

Tidak hanya itu, Wendy juga sering melakukan hal-hal kecil yang membuat Irene merasa diperhatikan dan... Baper.

"Nih!" Wendy melemparkan karet gelang pada sekretarisnya yang saat itu berdiri dibelakang tubuhnya.

"Hah? Apa ini?"

"Karet gelang, masa kamu gak tau? Kamu hidup di jaman apa?" Jawab bosnya ketus.

Irene memutar mata,
"Maksud saya buat apa?"

"Buat ngiket mulut kamu."

Irene hampir memukul lengan Wendy, tapi tidak jadi karena mereka masih berada diluar dengan banyak pekerja berlalu lalang. Dia tidak mau di laporkan karena tuduhan kekerasan.

"Iket rambut kamu. Gak panas apa? Sampe nempel gitu ke kulit." Setelah itu, dia pergi meninggalkan Irene yang melongo.

Gadis itu memandang karet gelang di tangannya cukup lama. Darimana bosnya mendapatkan benda ini? Apa dia sudah memperhatikan Irene yang kegerahan sedari tadi?

Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang