"Gini amat cari kerja. Pantes pada milih nikah muda, ternyata begini susahnya cari kerjaan."
Sudah kesekian kalinya Alin menggerutu siang ini. Ia terlalu lelah mencari lowongan pekerjaan di semua situs online. Dipikirnya cari pekerjaan itu gampang, tinggal tulis lamaran lalu kirim lamarannya ke perusahaan. Tapi rupanya tak semudah itu.
Sudah beberapa situs Alin telusuri untuk mencari pekerjaan yang cocok di bidangnya, namun tak kunjung ia temukan. Tidak ada satupun penerbit yang tengah mencari editor.
Lantas, harus kemana lagi ia mencari lowongan pekerjaan? Ia tidak mungkin bekerja di restoran Ayahnya. Walau bukan bekerja sebagai waiters atau semacamnya, tapi Alin merasa tidak nyaman. Ia inginnya berdiri sendiri. Mencari pekerjaan sendiri tanpa campur tangan Orangtua.
Sepertinya siang ini Alin menyerah. Ia akan mencari loker lagi nanti malam, sekalian cari info pada teman-teman satu fakultasnya dulu, siapa tau mereka ada lowongan.
Alin beranjak dari posisi terlentangnya. Ia keluar dari kamar menuju dapur. Sepertinya siang ini ia harus membantu Mamanya masak, agar tidak disuruh untuk menjemput Citra.
"Ngapain?" Tanya Nawang ketika Alin berdiri disebelahnya yang sedang sibuk menggoreng tempe.
"Bantu Mama masak?"
"Mending kamu nonton Upin Ipin aja deh sambil nunggu jam satu, terus nanti jemput Citra."
Nah!
"Nggak mau ah! Suruh naik angkot aja kenapa sih?"
"Disuruh ini nggak mau, itu nggak mau. Kamu maunya apa sih, Mbak? Kasihan adikmu kalo disuruh naik angkot. Mama nggak tega."
"Males nungguinnya disana, Ma. Dia kalo keluar lama banget. Kebanyakan alasan juga. Ada piketlah, beli jajan lah, ngisi PR dulu lah!"
"Yaa kan kamu bisa berteduh dulu, Mbak."
"Berteduh dimana? Maksud Mama aku suruh bawa payung, gitu? Pokoknya aku nggak mau jemput Citra! Aku udah kapok, Ma. Mending nganterin dia berangkat, ketimbang jemput."
"Awas aja kalo besok nggak mau nganter."
Alin tidak menyahut. Setelah mencomot satu potong tempe goreng ia lari ngacir ke ruang tamu untuk menonton televisi.
Akhir-akhir ini Alin jarang nonton film animasi Upin Ipin, padahal ia penggila bahkan sangat tergila-gila pada Upin Ipin.
Sembari menunggu iklan selesai, Alin merebahkan tubuhnya di sofa dengan sedikit memiringkan kearah televisi. Aah.. ini posisi terenak, apalagi sambil menyantap tempe goreng.
***
"Kamu udah coba tekan-tekan tombol del, Den?"
"Udah coba berkali-kali Bang, tapi tetap aja nggak nyala. Kira-kira apanya ya, Bang?"
Tidur Alin terusik oleh suara dua lelaki yang entah siapa dan sedang membicarakan apa. Ia mencoba bangkit dari tidudnya, membuka mata perlahan dan seketika itu pula matanya langsung terbuka setelah melihat sosok didepannya.
Ilham?
Aiden?
Ngapain?
Alin bergegas mengganti posisi menjadi duduk. Ia mengamati dua lelaki yang duduk di sofa seberangnya. Keduanya sibuk membolak-balik laptop. Yang Alin tau, itu adalah laptop milik Aiden. Sepertinya Aiden memiliki kesalahan pada laptopnya dan meminta Ilham untuk memperbaikinya.
Itu sudah biasa. Sering sekali Aiden meminta bantuan pada Ilham jika laptopnya rusak.
Alin menatap lekat sosok Ilham. Lelaki itu masih mengenakan pakaian kerja. Sepertinya Aiden menghadang Ilham dan langsung membawanya ke rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/198314538-288-k990827.jpg)