Irene membuktikan perkataannya dengan menjaga jarak dari Wendy selama beberapa hari ini. Dia juga jadi sedikit bicara, hanya seperlunya saja. Kadang Irene bahkan selalu mencari cara agar tidak lama-lama menghabiskan waktu bersama bosnya.
Dan entah kenapa, Wendy merasa tidak nyaman dengan hal tersebut. Apa Irene serius saat mengatakan dia akan berhenti menyukai Wendy? Sepertinya memang iya, melihat sikap gadis itu yang sangat dingin akhir-akhir ini.
"Irene, minggu depan kamu ikut saya keluar kota." Kata Wendy di suatu siang.
Irene tampak ragu,
"Harus saya ya pak?""Kamu sekretaris saya, tentu saja."
Wendy mengangkat alisnya melihat wajah gadis itu yang berkerut khawatir.
"Tenang saja, naik kereta kok." Meski begitu, kecemasan itu belum hilang dari wajah cantiknya.
Wendy membuang nafas pelan, tidak ada gunanya memaksa seseorang yang tidak mau melakukan sesuatu yang dimintanya.
"Kalau kamu gak mau, gapapa, saya berangkat sama Nayeon aja." Kata Wendy menunduk memandang laptop di mejanya.Irene menggeleng singkat,
"Saya akan menemani bapak. Jam berapa kita berangkat?""Jam delapan pagi."
"Kalau gitu saya permisi dulu pak."
Wendy mengangguk, dia melihat sosok sekretarisnya yang menghilang dibalik pintu. Lelaki itu menyandarkan punggungnya ke kursi dengan kasar.
Sudah dari kemarin Wendy memikirkan tentang Irene. Kenapa sikapnya bisa sangat menyakiti Wendy? Apa karena Wendy sudah mulai suka padanya? Tidak mungkin kan?
Wendy tidak pernah jatuh cinta lagi semenjak dia kehilangan cinta pertamanya beberapa tahun lalu. Pacar-pacarnya yang sekarang hanya pelampiasan dan pemuas nafsunya saja. Ya, Wendy memang brengsek. Itulah sebabnya Wendy tidak berani menjadikan Irene miliknya.
Bagi Wendy, Irene itu berbeda. Dia tidak seperti gadis kebanyakan yang memandangnya berdasarkan visual dan harta. Maka dari itu, Wendy tidak ingin mematahkan hatinya--tanpa sadar bahwa hal ini juga memberikan dampak yg sama pada hatinya.
Wendy tidak siap dengan komitmen, Irene pantas mendapatkan yang lebih baik.
Memang mudah dikatakan, tapi pada prakteknya sangatlah sulit.
Wendy sudah mencoba segala cara agar otaknya berhenti memikirkan gadis itu.
Tidak ada yang berhasil.
Bayangan senyum, cemberut dan tawa manisnya selalu menghantui Wendy di tiap kesempatan.
Sampai-sampai Wendy tidak bisa menahan diri lebih lama lagi.
"Hallo?" Dia menghubungi Irene pada hari sabtu. Entahlah apa yang dipikirkannya sampai berbuat nekat seperti ini.
Tapi satu yg pasti, Wendy perlu menyelesaikan ketidakjelasan hubungan diantara mereka.
"Irene, saya tunggu setengah jam lagi di kantor. Tidak ada penolakan, atau gaji kamu saya potong!" Kemudian dia mematikan panggilan tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya.
Wendy membanting ponselnya kasar keatas kasur, lalu mengacak rambutnya frustasi.
Dia menghembuskan nafas keras, berusaha menenangkan diri. Wendy terus menghirup dan melepaskan udara berulang kali.
Setelah tenang, lelaki itu akhirnya siap. Apapun yang terjadi, Wendy akan menguatarakan semua yang dia rasakan pada Irene hari ini.
.
.
.
Seperti yang sudah dia janjikan, setengah jam kemudian lelaki itu sudah tiba di kantor. Tapi dia tidak melihat Irene dimana pun. Akhirnya Wendy memutuskan menunggunya di lobby, namun sampai dua puluh menit berlalu, gadis itu belum juga muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant
RomanceGanteng sih, tapi kelakuannya suka bikin orang naik darah.. Cerita Irene yang punya CEO arogan, labil, pemarah, nyebelin, suka ngatur tapi gantengnya bikin orang lupa diri.