1 Batu Terakhir

8 0 0
                                    


Kegelapan menyelimuti dataran Adneva. Seluruh Langit tertutup gumpalan awan hitam yang terlihat seperti kapuk yang hangus terbakar. Kilatan cahaya tanpa suara menerpa dari balik awan hitam. Seakan memunculkan sosok ribuan bayang malaikat maut yang bersembunyi di balik awan, yang siap memberikan kecupan kematian kepada para prajurit yang akan bertempur di dataran adneva.

Di padang pertempuran itu dua kubu yang siap berseteru menunggu aba-aba dari pimpinan mereka yang menunggangi naga terbang. Empat naga berwarna hitam, cokelat, ungu, dan abu-abu terbang menuju menara tertinggi yang ada di pusat padang pertempuran, diikuti empat naga berwarna merah, kuning, hijau, dan biru yang datang dari sisi berlawanan.

Naga-naga itu mendarat di pucak menara. Para penunggangnya turun. Berupaya untuk berunding. Mengusahakan gencatan meski kecil kemungkinan menghentikan peperangan yang siap meledak.

Di barat menara empat orang berjubah dan kerudung hitam turun dari naga hitam, cokelat, ungu, dan abu-abu sementara di timur menara empat orang berjubah putih turun ke pucak menara dari naga berwarna merah, kuning, hijau,dan biru. Naga-naga tersebut bertengger di sekeliling menara. Terjaga mengawasi penunggangnya dari kemungkinan serangan mendadak yang sewaktu-waktu diarahkan kepada penunggangnya.

Keedua kubu itu jalan ke pusat menara. memandang hati-hati kubu yang menjadi lawan mereka. Memegang erat cemeti yang biasa mereka gunakan untuk mengendalikan naga. Juga terjaga dari kemungkinan serangan yang terjadi sebelum perundingan berlangsung.

"jadi kalian setuju untuk membuka segel menara ini dengan menyerahkan batu milik kalian?" tanya Dartdevon, pimpinan jubah hitam, lelaki paling jangkung penunggang naga hitam yang menyembunyikan wajahnya di balik topeng tengkoraknya.

"Tidak. Kami tidak akan membiarkan monster itu lepas dan melahap kehidupan yang ada di countine." Jawab Krounas, penunggang tergagah dan berbadan paling tegap di kubu jubah putih yang turun dari naga berwarna biru.

"jadi kau takut? Kau percaya dengan ramalan itu? Kau tidak yakin bahwa aku mampu mengendalikan Enearthal yang terkurung di tanah adneva?" Dartdevon kembali menantang. Disusul suara geram empat naga yang bertengger di barat menara. Hembusan udara panas keluar dari sungut dan hidung naga-naga itu. Merefleksikan suasana panas yang bersemayam di hati penunggangnya.

"Justru karena kaulah kami tidak yakin bahwa membebaskan enearthal adalah pilihan terbaik." Potong Marina, penunggang naga hijau yang berada di kubu jubah putih. Naga-naga yang ada di timur menara semakin terjaga. Bersiap-siap menyelamatkan penungganya seandainya naga-naga yang ada di barat menara menyerang secara tiba-tiba.

"kalian tak bisa menghentikan kami,"Ghandros, salah satu anggota jubah hitam yang berbadan besar mencabut mutiara abu-abu yang terkalung di lehernya. Membuat naga abu-abu mengerang marah saat tangan Ghandros menggenggam erat mutiara abu-abunya.

"selangkah lagi kau maju, kau akan kehilangan batu yang menghubungkan jiwamu dengan naga tungganganmu," Louiss penunggang termuda dari kubu jubah putih mengangkat dan mengacungkan cemetinya. Membuat naga merah yang ada di belakangnya siap menyerang, menunggu aba-aba lanjutan dari cemeti yang dipegang louiss.

Dartdevon geram. Dia turut mencabut mutiara hitam yang terkalung di lehernya dan hendak menaruhnya di salah satu dari delapan cawan mutiara yang ada di tengah menara.

"hentikan Al," kata penunggang tertua dari kubu jubah putih bernama Abbeihi turut mengacungkan cemeti, "Kau bisa membunuh nagamu dan membebaskan Velco yang selama ini membatu sebagai pilar menara ini."

Dartdevon memandang tetua itu. Menatap aura kecerdasan yang terpancar dari mata tetua itu. Membuka topengnya setelah lelaki tua itu memanggilnya dengan nama aslinya.

Sang Penunggang : Mutiara Hijau ZamrudWhere stories live. Discover now