(26)

3.3K 340 81
                                    

"Kenapa diam, ini semua maksudnya apa? Kamu selingkuh dari aku? Kamu mau balas dendam sama aku? Jawab." Melepas genggamannya di tangan gue, Juna beralih menggenggam tangan Dewi erat dengan tatapan memohon.

"Dengerin dulu penjelasan aku, aku bisa ngejelasin semuanya, kamu tenang dulu." Juna bahkan belum mau melepaskan genggamannya disaat Dewi udah memaksa dilepaskan.

"Penjelasan apa? Kamu sengaja nggak ngundang aku di acara besar keluarga kamu apa karena ini juga? Aku bahkan tahu acaranya dari orang lain, aku masih harus ngedengerin apalagi Jun?" Tatapan Dewi sekarang penuh amarah, rasanya apapun penjelasan gue sama Juna sekarang nggak akan ada yang masuk di kepalanya.

"Aku cuma nggak mau kamu kecewa, aku bakalan jelasin semuanya tapi nggak disini, nggak sekarang." Juna narik paksa Dewi untuk ikut ninggalin rumah Mama dan langsung ngajak Dewi masuk ke mobil, walaupun Dewi menolak tapi tenaganya jelas nggak akan menang dari laki-laki.

"Ran, kamu juga masuk." Ucap Juna setelah menutup pintu disamping kemudinya.

"Jun, aku pulang pakai taksi aja ya, aku_"

"Masuk aku bilang." Potong Juna cepat dengan tatapan sama sekali nggak mau dibantah, karena gue juga nggak mau ribut makin lama di depan rumah Mama, akhirnya gue masuk dan duduk dibelakang, memang ini posisi gue sebenernya, gue nggak akan menang dari Dewi kalau menyangkut hati Juna.

Gue benerkan, antara gue atau Dewi, pilihan Juna udah sangat jelas, kita berdua nggak akan bisa dibandingkan, dari awal gue tahu makanya gue memlih untuk membatasi diri, gue terus mengingatkan diri gue sendiri alasan Juna bersedia menikahi gue itu apa jadi gue bisa lebih memposisikan diri.

Dari awal gue juga udah bisa menebak kalau suatu saat kejadian kaya gini bakalan muncul cuma yang nggak gue sangka kalau kejadiannya bakalan secepat ini, mau gue ngasih penjelasan apapun, gue memang salah, gue tahu Juna punya pacar tapi gue tetap setuju menikah, gue merebut Juna dari perempuan lain, gue bahkan jauh lebih jahat dari Julia.

Dalam mobil suasanananya beneran canggung, gue nggak bisa mengeluarkan sepatah katapun di depan Dewi karena gue sadar, gue bersalah, Dewi berhak dengan kemarahannya dan gue juga tahu kalau posisi Juna nggak gampang, makanya tadi gue mau pulang sendiri aja tapi Juna juga kekeh, gue bisa apa sekarang?

"Kalau kamu mau aku dengerin penjelasan kamu, turunin dia di depan, aku nggak mau ngeliat mukanya dia." Ucap Dewi tegas, ucapan Dewi barusan juga jelas tertuju untuk gue.

"Wi, kamu jangan aneh-aneh, ini udah malam, nggak mungkin aku nurunin Rana di pinggir jalan sendirian." Nada bicara Juna meninggi, Juna terlihat sangat bersabar dengan semua ucapan Dewi dari tadi tapi kalimatnya barusan merubah drastis raut wajah Juna.

"Aneh? Siapa yang aneh? Kalian atau aku? Kalau kamu nggak mau turunin dia, yaudah biar aku yang turun." Balas Dewi mengancam, kalau mengingat keadaan Dewi, dia juga berhak melampiaskan kemarahannya, gue sama Juna nggak bisa terlalu keras, kita berdua bersalah.

"Kamu gila, aku juga nggak mungkin nurunin kamu di pinggir jalan, bahaya Wi." Bentak Juna ke Dewi, kaget? Pasti, gue nggak nyangka kalau Juna akan ikut melepaskan kemarahannya sekarang, gue pikir Juna akan lebih pengertian karena memang dia merasa bersalah.

"Yaudah kalau gitu kamu pilih, kamu lebih peduli sama aku atau sama dia?" Raut wajah Juna semakin nggak terbaca, dia mengusap wajahnya kasar sambil sesekali melirik memperhatikan Dewi yang juga melemparkan tatapan sangat menusuk.

"Aku aja yang turun, Jun nggak papa, turunin aku di depan, kamu sama Dewi memang butuh bicara berdua." Gue harus memberikan Juna sama Dewi waktu untuk ngomong, Juna harus punya kesempatan untuk ngasih penjelasan, kalau nggak, Dewi akan semakin salah paham.

"Rana! Kamu jangan ikutan aneh bisakan, kalau bilang enggak artinya enggak." Bentak Juna ke gue sekali, gue salah.

"Jadi kamu milih dia? Okey, stop mobilnya di depan." Omongan kaya gini nggak akan ada habisnya, gue mau ngalah tapi Juna juga nggak bisa dibantah.

"Kamu juga dengerin omongan aku, aku akan jelasin semuanya tapi biarin aku nganterin Rana pulang lebih dulu, dia tanggungjawab aku sekarang." Helaan nafas Dewi terdengar jelas, raut wajahnya semakin memerah, sudut matanya bahkan menatap benci gue sekarang.

Setelah ucapan Juna barusan, nggak ada lagi bantahan apapun, Dewi diam dan gue juga melakukan hal yang sama, Dewi nggak banyak protes lagi aja harusnya gue udah bersyukur, suasana beneran canggung dan hening sampai mobil Juna berhenti di depan pagar rumah gue.

"Kamu masuk dulu terus kunci pintunya, aku bicara sama Dewi sebentar." Ucap Juna yang ternyata ikut turun.

"Heum nggak papa, kamu tenangin Dewi aja, aku masuk dulu." Mencoba terlihat biasa, gue berbalik arah dan masuk ke rumah tanpa menoleh sama sekali, gue harus sadar tempat.

.

Hampir tiga jam berlalu dan sekarang udah mau subuh tapi Juna belum pulang sama sekali, gue khawatir tapi gue nggak berani nanya, gue udah tahu Juna keluar sama Dewi jadi gue takut kalau pertanyaan gue malah semakin bikin Dewi salah paham, kalau mereka masih bareng gimana? Kan posisi Juna jadi makin sulit.

Nggak bisa tahu kabar Juna, gue juga nggak akan bisa tenang, tidur nggak bisa dan pada akhirnya gue cuma mondar mandir terus bolak balik nggak karuan di kamar, gue menunggu Juna tapi sekarang gue malah nggak yakin kalau Juna bakalan pulang atau enggak.

Apa yang bakalan Juna jelasin ke Dewi? Gue rasa nggak ada alasan yang benar untuk semua tindakan gue sama Juna sekarang, alasannya cuma satu ya demi almarhumah Mama tapi Dewi jelas nggak akan mau tahu hal itu, dia nggak akan peduli jadi gue yakin, alasan Juna nggak akan ada yang bisa dia terima.

Gue bukannya mikir buruk tentang Dewi tapi gue tahu Dewi itu gimana, dia nggak suka sama gue dan keluarga gue juga jadi hal kaya gini nggak akan berpengaruh, selama ini dia nahan diri di depan gue karena ada Juna, kalau nggak boro-boro tapi apapun yang gue lakuin sekarang juga jahat, ini nggak adil untuk Dewi.

Masih gue uring-uringan di kamar, suara mobil yang memasuki pekarangan rumah membuat pandangan gue teralih, gue langsung menatap keluar kamar dan itu Juna, melihat mobil Juna aja gue udah bisa bernafas lebih lega.

"Kamu belum tidur?" Pertanyaan Juna begitu gue membuka pintu rumah, gue menggeleng cepat untuk pertanyaan Juna barusan.

"Dewi gimana?" Dan ini adalah pertanyaan pertama gue, memang ini yang gue pikirkan dari tadi.

"Besok ya aku jelasin, aku capek banget, aku mau langsung istirahat." Dan gue nggak bisa membantah apapun.

My Little Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang