Kenapa ya gw berasa ga puas sama cerita ini. Bayangan pas pertama bikin cerita ini tuh Wendynya kejam dan galak dan sombong, angkuh plus nyebelin.. Tapi tiap ngetik ga tega, my baby terlalu baik aslinya jadi pas dibikin jahat berasa aneh :(
Plotnya juga kecepetan dan gw emg selalu terlalu fokus sama wenrene, enggak terlalu dibahas karakter pendukung lainnya, padahal maybe mereka cukup penting.
Fix, produk gagal lagi nih..
Tapi udah tanggung juga, lanjutin dulu aja deh..Maapin kalo ff yg ini sama jeleknya kaya cerita2 yg lain :"D
.
.
.
Sejak menjalin hubungan dengan Wendy, hidup Irene berubah total. Ibaratnya dari warna abu-abu, jadi merah, kuning, hijau dan masih banyak lagi.Apakah Irene bahagia? Tentu saja.
Walaupun Wendy sering jahil, iseng, overprotektif dan kadang bisa ngambek tanpa alasan yang jelas, Irene masih tetap cinta--malah rasa itu tumbuh semakin kuat setiap harinya.
Sikap gentle Wendy, yang sering dia tunjukan pada Irene membuat gadis itu berpikir, inikah rasanya jadi wanita paling beruntung sedunia?
Karena mendapatkan Wendy itu seperti masuk ke dunia dongeng yang didalamnya dihuni seorang pangeran nyaris sempurna yang siap membawamu menemukan kebahagiaan yang sebelumnya belum pernah kamu miliki.
Irene membuang nafas lembut, memperhatikan pacarnya yang sedang serius mengerjakan sesuatu. Padahal jam sudah menunjuk angka 9, tapi lelaki itu masih keukeuh tidak mau pulang.
Dan sebagai sekretaris dan pacar yang baik, Irene tidak punya hati untuk meninggalkannya begitu saja.
"Pak, mending pulang istirahat. Enggak cape apa?" Tegur Irene berdiri didepan meja Wendy.
Pria dewasa itu menghentikan gerakan tangannya diatas laptop, mengangkat kepala kemudian tersenyum kecil.
"Kirain kamu udah pulang."Irene cemberut,
"Gimana saya mau pulang kalau pacar saya lagi sibuk kencan sama kertas-kertas itu."Wendy terkekeh, menyandarkan badannya ke kursi.
"Sini." Dia menepuk pahanya, mengisyaratkan Irene untuk duduk disana.Wanita itu menurut. Dia menyamankan diri diatas paha Wendy dengan lengan yang memeluk leher lelaki itu erat.
Jarang-jarang mereka bisa bermesraan di kantor begini. Biasanya keduanya harus selalu bersikap profesional selayaknya bos dan bawahan. Lagipula Irene belum siap kalau harus memberi tahu semua orang bahwa sekarang Wendy dan dirinya adalah sepasang kekasih.
"Pulang sekarang?" Tanya Wendy lembut, mengusap-usap punggung wanita itu sambil bibirnya sibuk mencium pundak Irene yang sedikit terbuka.
Irene menggeleng, entah kenapa dia merasa malas pulang sekarang. Pelukan Wendy adalah tempat pulangnya, dimana pun itu.
"Boo, kamu pulang ke apart?"
"Iya, kamu mau ikut?"
Irene mengangguk, besok libur jadi biasanya mereka menginap di rumah Wendy, atau kadang kosan Irene. Hal itu sudah jadi rutinitas sejak keduanya memutuskan bersama.
"Ini mau tidur disini apa gimana?"
Irene yang masih menutup mata, tersenyum kecil merasakan dagu Wendy yang sedikit kasar menggesek pipi sebelah kanannya.
"Geli Boo.."
"Ya lagian, jangan tidur sini, gak ada kasur."
"Tapi aku udah ngantuk.." Irene merengek. Kelopak matanya benar-benar sudah berat dan tidak sanggup dibuka lagi.
Wendy mendesah pelan,
"Ya udah saya tinggal ya.." Lelaki itu berdiri, mengangkat tubuh Irene bersamanya tapi kedua lengannya hanya mendukung pinggang ramping Irene. Sehingga kaki gadis itu hanya menjuntai di udara, sepatunya bahkan sudah lepas.Irene mengeratkan pelukannya di leher Wendy--takut jatuh.
"Boo.. Gendong sampe parkiran."
Wendy menggeleng. Irene kalau sudah manja, kadang-kadang tidak bisa ditebak maunya apa.
"Jauh Joo, gempor saya entar.""Pokoknya gendoooong.."
Dan kalau sudah begitu, Wendy mana bisa menolak.
Malam itu, Wendy harus mati-matian menyembunyikan wajah Irene dengan jasnya karena ternyata ada beberapa orang yang sedang lembur dan penjaga keamanan yang tersenyum menggoda ke arahnya.
Dasar Joohyun, untung sayang..
.
.
.
"Kamu mandi duluan, aku mau nyetrika dulu."Wendy tersenyum jahil,
"Kenapa gak mandi bareng aja?"Irene mendelik, memberikan pukulan ringan di pundak pacarnya.
"Jangan aneh-aneh, udah buruan sana! Kamu bauuu!" Dia mendorong-dorong tubuh besar Wendy sampai ke depan pintu kamar mandi. Baru setelah itu dia berjalan ke lemari untuk menyetrika baju tidur miliknya dan Wendy.Lihatlah, Irene bahkan sudah punya space baju sendiri di rumah ini.
Beberapa saat kemudian, Irene selesai mengerjakan tugasnya, bertepatan dengan Wendy yang juga sudah selesai mandi.
"Sana, aku udah."
"Boo, aku udah pesen makan. Kalo masak kemaleman. Nanti bayar ya, hehe." Irene nyengir sebelum kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.
"BAYARANNYA JATAH YA MALAM INIII!" Wendy berteriak nyaring, diam-diam tersenyum lebar karena membayangkan ekspresi pacarnya didalam sana.
"MANA ADAAA! YA UDAH AKU YANG BAYAR AJA KALO GITU!"
Suara Irene terdengar marah, membuat lelaki itu tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
Lucu banget sih..
.
."Aku kira kamu pesen pizza atau apa gitu, ternyata malah nasi." Wendy cemberut kecil sambil memakan makanannya.
Irene memesan rice bowl dan juga salad serta teh. Dia tahu kebiasaan Wendy menjelang akhir pekan, maka dari itu Irene tidak membiarkan pacarnya yang menelepon delivery.
"Aigoo.. Lama-lama roti sobek kamu ilang boo, kalo makan junk food terus."
Mereka sedang menonton TV di ruang tengah dan Irene juga yang memilih acara apa yang akan mereka tonton malam ini.
Pokoknya sejak pacaran dengan Irene, hidup Wendy jadi lebih banyak terorganisir--diatur sana sini.
Bukan berarti lelaki itu keberatan.
"Joo?"
"Hemmh?"
"Joo?"
"Apa sih Boo?" Irene kesal karena aktivitas menonton drakor favoritnya jadi terganggu.
Wendy memeluk pinggang wanita itu erat, menumpukan dagunya diatas kepala Irene.
"Ayoo tiduur." Bukan hanya Irene yang bisa manja, Wendy bahkan bisa lebih jadi perengek daripada pacarnya sendiri."Aku belom selesai makan. Sana duluan aja."
"Tapi pengen meluk kamuuuu."
Irene memutar mata, mengabaikan ocehan Wendy yang panjang dan nyaring.
"JOO AYO TIDUUUR."
"Pengen malam jumatan ya Tuhan."
"Berasa ngomong sama mayat monalisa manoban."
"Gila, ini nyamuk kok genit banget ya cuam cium. Sementara yg pengen diciumnya malah asik nontonin orang ciuman."
"Bayi ambil tanganku~"
"Dibelah duren dimalam hari.."
"Panas panas panas panas, pusing pusing pusing hati ini pusing~"
"Cape akutu.."
Irene tertawa setelah Wendy masuk ke kamar karena sedari tadi tidak didengarkan. Gadis itu sampai memegang perutnya yang sakit.
Mungkin Wendy cape karena sudah mengoceh panjang lebar nan random begitu.
Satu sisi Irene merasa kasihan, sisi lainnya dia tidak mau melewatkan drama favoritnya malam ini.
Paling juga kalo minta jatah, ngambeknya ilang ntar.. Biarin aja lah..
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Arrogant
RomanceGanteng sih, tapi kelakuannya suka bikin orang naik darah.. Cerita Irene yang punya CEO arogan, labil, pemarah, nyebelin, suka ngatur tapi gantengnya bikin orang lupa diri.