Bagaimana pun, zombie-zombie ini terlalu banyak dan aku terlalu lelah untuk menghadapi mereka. Aku terdorong mundur, kembali ke ruangan asal dimana yang lain berada.
Mark yang terlihat aku terdorong mundur mengambil inisiatif untuk membantu. Tapi kurasa sekarang ia kesulitan, terutama sesaat setelah ia menghabiskan semua pelurunya untuk membantuku. Aku menggertak kencang dan lanjut menebas zombie-zombie itu dengan gergaji mesinku. Mark mencoba menggunakan cakram Ex, tapi bukan dengan cara dilempar. Ia hanya menggenggam bagian aman tangan di cakram itu dan mulai menyerang zombie-zombie itu. Tentu saja, dengan cara ini jarak serang yang bisa terkena fatal pada zombie jauh lebih dekat. Maksudku, jarak serang fatalnya sama saja seperti kau menonjok zombie-zombie itu secara langsung bukan?
Dan lagi, kami bertarung melawan zombie-zombie sialan itu. Aku berjuang sekuat tenaga menebas zombie-zombie itu dengan gergaji mesinku, tapi sepertinya Mark terlihat kesusahan.
David yang sadar bahwa Mark butuh bantuan akhirnya ikut membantu. Namun bagaimana pun ia membantu, tak ada gerakan berarti yang bisa membuat zombie itu mundur. Aku berdecak sebal. Bagaimanapun ini adalah situasi yang sulit dihadapi.
Aku beralih ke kiri, mencoba menghabisi zombie yang mendekat dari arah sana. Mataku mulai kabur, kepalaku berkunang-kunang.
Tanganku kehabisan tenaga. Darah menetes keluar dari lubang hidungku dan membuat zombie-zombie itu semakin beringas. Oh Tuhan, mengapa harus disaat-saat seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Death : Re-50.years
Aventura(LANJUTNYA DI S2) Terkadang, penasaran itu bisa membunuhmu. Maksudku, benar-benar membunuh. Sialnya, rasa penasaranku justru menyebabkan kekacauan di seluruh dunia. Makhluk-makhluk sialan itu- ah. Aku bersumpah aku akan menyelesaikan kekacauan ini...