Chapter 17

1.3K 107 103
                                    

9 bulan kehamilan Levi. Eren sudah mulai sibuk dengan kuliahnya. Bahkan dia terpilih menjadi komting. Levi yang memahami kesibukan Levi hanya bisa menahan diri untuk tidak bermanja dengan suaminya tersebut.

Carla, Grisha, bahkan Kenny sudah menginap lama sekali di rumah Eren dan Levi, tentu untuk menjaga Levi yang hampir melahirkan.

Saat ini, Levi sedang rebahan di kamarnya. Carla mengomelinya panjang lebar tadi karena Levi hampir terpeleset di gudang saat ingin mengambil kemoceng kesayangannya. Demi apapun, Levi ingin sekali melakukan rutinitas lamanya, yaitu bersih-bersih. Tapi, Carla dan gundukan besar di perut Levi menahannya untuk membebani pulau kapuk di kamarnya.

Levi melirik jam dinding di atas meja tv. Sudah sore, hampir malam malahan. Kenapa Eren belum pulang?

"Levi," seseorang memanggilnya dari pintu kamar. Levi menoleh dan tersenyum. Orang yang tengah dipikirkannya saat ini sudah sampai di kamar ternyata.

"Eren," direntangkan tangannya, meminta sebuah pelukan dari Sang Terkasih. Eren mengabulkannya tentu saja. Tapi setelahnya, Eren merasakan sesuatu yang mengganjal namun lembut dan empuk. Pelukan dilepas dan diperhatikan benda tersebut.

"Levi, dadamu membesar?"

Levi merona mendengarnya, "Hanji bilang dadaku akan membesar saat akan melahirkan. Sebenarnya aku sudah menyadarinya kemarin, hanya saja, kau masih sibuk."

Eren tercengang. Dia bersyukur Hanji bisa melakukan eksperimen semencengangkan ini. Sekarang, Eren tidak perlu khawatir akan nutrisi bayinya. Teknologi semakin cangguh saja, sampai bisa menambah kelamin pada seseorang. Eren bisa merasakan susu dari istrinya.

"Jangan pikirkan hal-hal mesum!" Sepertinya Levi terlalu peka untuk keterdiaman Eren yang satu ini.

"Untuk istri sendiri tidak apa-apa, kan?" Eren pun tidak mau kalah. Dia ingin merasakannya sebelum anaknya yang merasakannya.

Sekali hentak, kedua tangan Levi dikunci di atas kepalanya dengan tangan kiri Eren. Tangan kanan Eren pun membuka kaus yang dipakai hingga diatas dada. Dapat ia lihat dengan jelas gumpalan daging tak bertulang menonjol di sekitar puting kemerahan. Levi pasrah. Apapun usahanya Eren akan selalu menang. Matanya ditutup erat kala merasakan lidah basah Eren melumasi putingnya. Kaus dilepas dan tangannya kembali dikunci

"Engh... Erenhh..." Mulut mungilnya terus meracau. Kewarasannya terkikis perlahan. Nafsu menguasai dirinya sedikit demi sedikit. Eren menyeringai lebar. Genggaman tangan kirinya dilepas dan Levi langsung meremas setiap sisi kepala Eren.

Puting kemerahan semakin mengeras. Levi mendorong kepala Eren semakin dalam. Dapat ia rasakan sesuatu mengalir pada putingnya. Sesuatu tersebut meluncur mulus ke dalam mulut Eren ketika hisapan semakin ganas. Eren pun melepas kulumannya seketika. Mereka terkejut. Eren menelan cairan yang keluar dari puting Levi.

"ASImu manis, Sayang, seperti dirimu," Levi pun menolehkan mukanya guna menyembunyikan semburat merah di mukanya.

"Diamlah!" Levi pun mendorong Eren hingga Eren jatuh dari kasur dan menyelimuti dirinya.

"Kenapa marah? Aku berkata jujur, Sayang," Levi semakin memeluk gulingnya dalam selimut. Keadaannya yang telanjang membuat payudaranya tertekan oleh guling. Levi ingin sekali keluar memeluk ibu mertuanya dan mengadukan kelakuan Eren padanya.

Eren berusaha menghentikan tawanya. Air mata mengumpul di sudut mata akibat tawanya yang tak terhentikan. Dia sungguh senang menggoda Levi seperti ini.

Sedangkan Levi, yang masih didalam selimut, tiba-tiba merasakan sakit pada perutnya. Dari analnya keluar air yang Levi yakini sebagai air ketuban. Tak kuasa menahan sakit, Levi berteriak keras. Eren langsung menyingkap selimutnya dan memperhatikan keadaan istrinya. Melihat keadaan Sang Istri, Eren langsung memakaikan istrinya kaus yang sempat ia lempar ke sudut ranjang dan membawanya keluar kamar. Di luar pintu kamar, Eren melihat Carla, Grisha, dan Kenny berlari ke arahnya.

Am I Your Boy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang