BAHAYA DAN PETAKA KESYIRIKAN
Pada suatu hari, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Dosa apakah yang paling besar?”Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
أَنْ تَجْعَلَ للهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
“Engkau mengadakan tandingan untuk Allah, padahal Allah yang telah menciptakanmu.”[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits Abdullah bin Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu]
Itulah kesyirikan yang merupakan dosa terbesar. Namun, yang menjadi musibah pada masa ini adalah bahwa banyak kaum muslimin meremehkan dosa itu, bahkan terjatuh ke dalam dosa tersebut.
Bila seseorang mendapatkan kepastian akan datangnya gelombang tsunami, letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir bandang, longsor, dan selainnya, padanya akan terlihat ketakutan yang luar biasa dan berbagai persiapan untuk menyelamatkan diri, keluarga, dan harta benda. Namun, tiada yang menyangka bahwa, ternyata, di antara mereka, banyak yang mengundang datangnya petaka dan kehancuran dengan berbagai praktik kesyirikan yang mereka lakukan. Perhatikanlah ancaman kehancuran alam semesta dengan adanya kesyirikan dalam uraian firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا. لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا. تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا. أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا. وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا
“Dan mereka berkata, ‘Ar-Rahmân (Allah Yang Maha Pemurah) mengambil (mempunyai) anak.’[1] Sesungguhnya kalian telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah, karena ucapan itu, serta bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh, sebab mereka menyerukan bahwa Ar-Rahmânmempunyai anak. Padahal, Ar-Rahmân tidaklah layak mengambil (mempunyai) anak.”[Maryam: 88-92]
Juga perhatikanlah bagaimana kehancuran pelaku kesyirikan dalam firman Allah,
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
“Barangsiapa yang berbuat kesyirikan terhadap Allah, ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh.” [Al-Hajj: 31]
Kalau Nabi Ibrahim ‘alaihis salâm, yang merupakan panutan orang-orang yang bertauhid, mengkhawatirkan kesyirikan terhadap diri dan keturunannya, sebagaimana dalam untaian doa beliau yang disebut dalam firman-Nya,
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ. رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
“… Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku terhadap menyembah berhala-berhala. Wahai Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia.” [Ibrahîm: 35-36]
Bila Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan kesyirikan tersebut terhadap para shahabat beliau yang mulia, sebagaimana dalam sabdanya yang agung,
إِنَّ أَخوْفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الَأَصْغَرُ قَالُوْا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ الرِّيَاءُ