Prologue

70 4 1
                                    

"Family. (n): life's greatest blessing. A group that dreams, laughs, plays, and loves together. Those whom you can always count on. Always present not only in good times. The most precious gift."

******

Malam itu, Nala sibuk mondar-mandir mengelilingi hampir seluruh ruangan di rumahnya dengan raut panik yang terlukis jelas di wajahnya.

"Adek nyari apa, sih? Abang pusing lihatnya," sahut salah satu abangnya yang sedang bersantai sambil menonton serial Netflix kesukaannya.

"Aduh, kaos kaki putih Adek dari zaman sekolah dulu mana, ya?"

"Ya, mana aku tau? Kamu sekolah 'kan udah setahun yang lalu," kata abangnya.

"Heh, nggak boleh merendahkan derajat anak yang nge-gap, ya! Inget, kamu dulu juga nge-gap," sahut Nala tidak terima.

"Berisik, ih! Aku lagi push rank!" sahut abang Nala yang lain.

Nala hanya menghela napas kesal lalu melanjutkan sesi mencari kaos kakinya yang sempat tertunda. Begitulah suasana rumah Nala sejak belasan tahun yang lalu. Siapa yang bilang punya dua abang itu asyik? Sini, tukar kehidupan sama Nala sehari. Kedua abang Nala selalu membuatnya sakit kepala, hampir setiap hari mereka bertiga berdebat. Tapi, sekalinya akur mereka akan sangat tenang, bertukar cerita tentang jagad raya dan isinya, mitologi Yunani, hewan-hewan mitos, film dan buku kesukaan mereka, bahkan berjanjian pergi ke museum dan menonton di bioskop saat akhir pekan tiba. Sayangnya, akhir-akhir ini mereka jarang bertukar cerita karena Keanu sibuk mempersiapkan skripsinya, Jingga sibuk mengurus himpunannya—kabarnya dia bakal naik jadi kahim untuk periode selanjutnya—dan Nala sibuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi yang untungnya tidak sia-sia karena tahun ini akhirnya Nala resmi jadi maba. Karena itulah sejak tadi Nala sibuk mengelilingi setiap sudut rumahnya hanya untuk mencari kaos kaki putih yang sudah hilang entah kemana karena terakhir kali Nala memakainya adalah setahun yang lalu saat dia masih duduk di bangku sekolah. Di saat-saat seperti ini memang hanya sosok mama yang bisa Nala andalkan.

"Mama pulang!"

Pucuk dicinta, ulam pun tiba, batin Nala.

"Mama! Mama lihat kaos kaki putih Adek nggak?" sambut Nala pada mamanya yang benar-benar baru saja menginjakkan kaki di depan pintu.

"Ya ampun, Adek, Mama bahkan belum lepas sepatu, lho," jawab sang Mama sambil geleng-geleng kepala.

"Darurat, Ma! Besok Adek ospeknya pagi banget, semua udah siap, eh malah kaos kaki tiba-tiba ngilang."

"Tiba-tiba ngilang kayak doi nggak tuh?" Sahut Keanu. Sedangkan Mama hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan tiga anaknya, lalu melenggang masuk ke dalam dan mencari kaos kaki Nala.

"Bang Ke nyamber aja kayak petir."

"Udah dibilangin aku bukan bangke!"

"Tapi namamu Keanu, Bang. Biar singkat 'kan bisa dipanggil Bang Ke," sahut Jingga tanpa berpaling dari gadgetnya yang sedang menampilkan permainan perang virtual.

"Susah ngomong sama adek-adek durhaka."

"Adek, ini kaos kakinya! Jangan berantem mulu!" teriak Mama dari lantai dua.

Nala pun berlari secepat mungkin meskipun tidak secepat The Flash. Wajahnya kembali sumringah karena esok harinya tidak akan diwarnai dengan kepanikan dan Nala akan menjalankan kegiatan ospek dengan tenang.

Setahun yang lalu, tepat setelah Nala lulus SMA, dia mencoba peruntungannya untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Tapi sayang, Tuhan bilang, Nala harus mencoba lagi. Tahun ini akhirnya Nala resmi menjadi maba di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Bandung menyusul kedua abangnya. Mama jadi tenang ketika tahu kalau Nala diterima di perguruan tinggi yang sama dengan kedua abangnya karena itu artinya Mama bisa meminta kedua laki-laki itu untuk menjaga Nala.

The Chaotic SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang