Part 1 BIA

298 19 2
                                    


BIAAA!

Teriak Mama memanggil namaku berulang kali, sembari tangan tuanya menggoncang tubuhku dengan panik. Aku mulai tersadar dari mimpi buruk yang kerap menghantui tidurku selama ini, mengapa mimpi ini terjadi berulang kali, rasanya aku tidak bisa lepas dari trauma masa kecilku, oh Tuhan. Ku usap keringat dingin di keningku dengan nafas masih tidak terkontrol. Mama menatapku dengan perasaan cemas, Aku bisa melihat jelas dari sorot matanya.

"Apakah kamu bermimpi itu lagi"?

Walau ragu-ragu ingin menjawab pertanyaannya, akhirnya aku putuskan mengangguk, mengiyakan tanpa suara.

spontan Mama langsung memeluk tubuhku dengan erat, menangisi masa laluku. Tidak ada yang bisa aku lakukan ketika melihat air matanya. ingin rasanya ku katakan " I'm okey mom", tapi sulit, bibirku selalu mati rasa.

Bagaimana mungkin aku bisa mengutarakan bila aku baik-baik saja sementara diri ini masih merasa ketakutan acap kali teringat kejadian di masa kecilku. Trauma itu membuatku enggan berbicara.

Sejurus kemudian, aku melirik ke arah jam becker bermotif hello kitty di nakas, menunjukkan jarum pendek mengarah ke angka 6 lebih 3 menit. Ternyata aku bangun kesiangan, biasanya jam 5 pagi aku sudah bangun.

Well, Apa yang harus aku lakukan? Sementara Mamaku masih menempel di tubuhku dengan erat. Aku harus bergegas mandi dan pergi ke sekolah sebelum tukang ojek kesayanganku menjemput. Dengan perasaan bersalah, kurenggangkan tubuhku dari dekapan Mamaku, padahal pelukannya begitu nyaman dan menenangkan, namun rasanya tidak pas jika momentnya disaat bangun kesiangan seperti ini.

Ku usap air mata mama, dan memberi isyarat tangan bahwa aku baik-baik saja, sedikit senyuman agar mama percaya.

"maafkan Mama ya Nak, Mama hanya terlalu khawatir dan merasa bersalah atas peristiwa yang menimpamu dulu, seharusnya Mama-"

cepat-cepat aku mengatup bibir Mama dengan 5 jemariku sekaligus, sedikit kurang ajar sih, tapi kalau hanya satu jari pasti Mama masih melanjutkan pidato penyesalannya.

Ku edarkan telunjukku ke arah jam di nakas, agar Mama bisa memahami maksudku. Aku dalam darurat waktu untuk persiapan go to the school.

" okey, Mama nggak bakalan nangis lagi" terang Mama sembari menepuk-nepuk pundakku, sepertinya Mama sudah bisa menetralkan perasaan mellow- nya.

" Mungkin teman rock n roll mu sebentar lagi akan datang, lekas mandi sebelum dia datang dan teriakannya menghancurkan rumah kita, Mama mau turun dulu sekalian menyiapkan sarapanmu"

Belum juga omongan Mama terbawa angin , tiba-tiba suara yang di maksud sudah menguak bak toak masjid.

" BIAAAAAAAA! BIAAAAAAA, CEPETAAAAN!

Mamaku tepok jidat setelah mendengar suara Devan di depan rumah, padahal posisi kamarku ada dilantai atas, tapi suara toaknya serasa pas di depan jendela kamarku. Sungguh Mlengking di telinga, belum lagi suara tidak jelas dari pukulan irama tangannya yang dipadupadakan dengan pintu besi gerbang halaman rumah.

Nih anak gendengnya terlewat akut, enggak malu apa ma tetangga.

Aku beranjak dari tempat tidurku, melangkah kesal menuju jendela, lalu membuka tirai warna pink selebar mungkin, terlihat jelas bahwa Devan yang memakai seragam abu-abu putih lagi berjingkat-jingkat dan koar-koar tidak jelas di bawah sana. Ku Tarik segel jendela agar pintu jendela bisa terbuka dengan mudah.

Cinderella Zaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang