Haiva membaca buku menu yang diberikan kepadanya dengan perut mulas. Rasanya dia tidak ingin makan di restoran tersebut. Menu paling murah, es teh tawar, saja harganya sepuluh ribu rupiah. Astaga!
Haris mengajaknya ke sebuah restoran makanan Indonesia. Haiva mengira bahwa makanan di restoran tersebut tidak akan terlalu mahal, mengingat hanya makanan tradisional Indonesia. Tapi bahkan ketika baru sampai di tempat parkir saja firasatnya sudah buruk. Dari desain interior dan eksteriornya saja, Haiva tahu bahwa restoran tersebut bukan restoran masakan Indonesia sembarangan.
Firasatnya terbukti ketika membaca buku menu. Dia biasa membeli gado-gado di abang-abang pinggir jalan cukup 10-15 ribu. Tapi di restoran itu, gado-gadonya seharga 35ribu. Luar biasa! Sayurannya pasti diimpor dari Belanda.
Ngomong-ngomong soal Belanda, restoran yang didesain dengan nuansa Indonesia tempo doeloe itu juga menyajikan beberapa masakan Belanda dan masakan modifikasi Belanda-Indonesia.
"Sudah memutuskan mau pesan apa?"
Haiva mengangkat kepalanya dan mendapati Haris bertanya sambil tersenyum padanya.
Bisa-bisanya dia senyum kayak gitu setelah malakin traktiran dari pegawai kere kayak gue, gerutu Haiva. Tapi kok senyumnya ganteng banget. Sial!
Haiva mengangguk. Lalu Haris memanggil waitress dan mempersilakan Haiva menyebutkan pesanannya: gado-gado dan es teh tawar seharga hampir 50ribu. Ketika Haris yang menyebutkan pesanannya, mata Haiva berkeliaran dengan cepat menelusuri buku menu hanya untuk menyadari bahwa total pesanan Haris mungkin bisa lebih dari 200ribu. Selain makanan utama, Haris juga memesan beberapa dessert.
"Mumpung sudah disini, kita bisa makan beberapa menu dan dessert Belanda, tanpa harus ke Belanda. Buat apa makan gado-gado yang sudah sering kita makan kan?" kata Haris sambil tersenyum.
Haiva hanya manyun.
Gue beli gado-gado bukan karena nggak mau nyoba makanan lain. Tapi karena itu yang paling murah, gerutu Haiva dalam hati, eh kok tapi malah dia yang pesennya banyak banget. Mahal-mahal pula.
"Bapak pesan banyak banget. Emangnya kuat ngabisinnya?" tanya Haiva sinis.
Haris menyembunyikan senyumnya saat melihat wajah Haiva yang siap membunuh.
"Kalau sendirian, pasti tidak habis."
"Kalau gitu kenapa pesan banyak banget?"
"Kan bisa dimakan berdua Iva."
Saya nggak butuh makan makanan mahal kayak gitu Pak, yang penting saya bisa makan sampe akhir bulan.
Haiva bangkit dari kursinya.
"Saya ke toilet dulu ya Pak," kata Haiva. Dan setelah Haris mengangguk, Haivapun berlalu.
Dia tidak benar-benar ingin ke toilet sebenarnya. Dia hanya butuh menenangkan diri sebentar dan mengecek apakah uang di dompetnya cukup untuk mentraktir bosnya hari ini, atau apakah dirinya tidak lupa membawa kartu debit. Dia tidak menyangka bahwa bosnya serius minta traktiran karena bersedia jadi pembicara seminar. Haiva pikir, bosnya hanya bercanda dan tidak akan tega membuat karyawannya sendiri jatuh miskin. Ternyata dia sudah berprasangka terlalu baik pada bosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
RomansaWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021