6. Kenangan Masa Lalu

301 10 0
                                    

NISSA POV

Mawar ini sungguh indah. Entah siapa pemiliknya, yang jelas ia meletakkannya di sepatuku. Seketika anganku terbang melayang teringat kenangan masa lalu. Kenangan yang akan terus membekas menyisakan begitu banyak kebahagiaan dan kesedihan. Ya, wajah itu sekarang berhasil memenuhi pikiranku. Dia. Dia yang dulu selalu berjuang meraih hati ini. Dia yang selalu menghibur di kala sedih. Menciptakan sejuta tawa, senyum kebahagiaan. Dia bagai pelangi, mewarnai setiap hari-hariku dengan warna-warnanya yang mampu membuat hati ini berdesir. Dekat dengannya membuatku merasa nyaman. Sejenak dapat melupakan hidup yang terasa berat. Namun harus terus dijalani. Dia begitu perhatian padaku, setiap waktu selalu mengirimkan chat menanyakan kabar. Terkadang aku merasa risih dengan perhatian yang ia berikan. Menurutku itu terlalu berlebihan. Tapi, aku yakin itu semua hanya perhatian seorang Kakak kepada Adiknya. Walaupun diantara kita tidak mengalir darah yang sama. Aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri tidak lebih. Namun itu semua harus berakhir karena pernyataan yang membuatku tercengang 3 tahun yang lalu.

"Lo ini kayak anak kecil ya, makan es krim aja sampai belepotan." Dia terkekeh melihat wajahku.

"Eumm... masa' sih kak?," aku mengernyitkan dahi. Apa sebegitu anehnya wajahku sampai membuatnya tertawa seperti itu? Tak apalah aku senang melihatnya. Aku mengusap bibirku yang terdapat noda es krim. Saat tanganku bergerak membersihkan sisa es krim yang menempel, tiba-tiba tangan Kak Rendi menahan pergerakan tanganku. Kemudian tangan kanannya terangkat ke wajahku, sontak aku langsung memejamkan mata. Aku pikir Kak Rendi akan menamparku, ternyata dugaanku salah. Aku merasakan sentuhan di sudut bibir, saat aku membuka mata ternyata Kak Rendi mengelap sisa es krim yang menempel di bibirku menggunakan ibu jarinya. Aku tercengang melihat aksinya saat ini. Tiba-tiba ia berhenti, apakah wajahku sudah bersih?. Bukan, bukan karena itu. Tapi, sekarang ia tengah menatapku lamat-lamat. Ibu jarinya masih menempel di sudut bibir ini. Matakupun juga menatapnya dalam. Kurasakan jantung ini berdegup lebih kencang tak seperti biasanya. Ya Allah... apakah aku terkena serangan jantung? Tidak. Aku kan masih muda, mana mungkin aku bisa jantungan. Tapi, penyakitkan nggak kenal umur. Akhhh, sudahlah. Ya Allah... ada apa ini? Sekarang dia tersenyum ke arahku. Hatiku berdesir melihat senyumannya. Rasa apa ini? Dari dalam manik hitamnya, aku yakin dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi, akupun tak tau apa itu. Ku alihkan pandangan agar dapat mengontrol detak jantung yang tak karuan. Kak Rendi sadar dari perbuatannya. Apakah dia tadi juga merasakan apa yang aku rasakan?

"Ehh.. Maaf Niss. Gue tadi cuma ingin bersihin noda itu," ucapnya gugup. Aku bisa melihatnya salah tingkah. Begitupun denganku.

"I-iya kak. Nggak papa. Eumm.. Makasih ya," hanya kalimat itu yang dapat terlontar.

Kak Rendi diam seribu bahasa. Akupun sama. Aku masih mencoba menetralkan detak jantung yang tak karuan. Detik kemudian tercipta keheningan diantara kami. Dalam otakku muncul berbagai macam pertanyaan yang mampir. Apa maksud dari tatapan Kak Rendi? Apa arti dari senyumannya? Apa arti sentuhan yang ia berikan? Dan apa maksud dari perhatiannya selama ini?.

Tiba-tiba Kak Rendi berdehem dan akan mulai berbicara. Apakah dia menyimpan sebuah rahasia yang tak kuketahui?

"Niss, boleh aku mengatakan sesuatu?," dia meminta izin dulu rupanya. Langsung kuberi anggukan dengan cepat. Tapi ada yang aneh deh, aku tidak salah dengar kan tadi Kak Rendi mengganti gaya bahasanya dari 'Gue' jadi 'Aku'. Sudahlah, tak penting itu. Cukup lama Kak Rendi menjeda bicaranya, mungkin tengah berpikir 2 kali untuk mengatakan sebuah rahasia yang selama ini di sembunyikan.

"Niss, aku..." apa ini? Kak Rendi berlutut didepanku dengan kedua tangannya menggenggam tanganku persis seorang putri yang akan di lamar pangeran. Astagfirullah... Kakk ini bukan kuburan, ini taman. Sudah pasti ramai bukan? Ada beberapa pengunjung taman yang tersenyum saat melewati tempat kami duduk, ada pula yang acuh. Aku heran dengan Kak Rendi. Apakah dia tidak merasa malu? Kalau aku? Hemmm jangan di tanya lagi. Aku sangat-sangat malu tingkat dewa. Ya Allah.... Apa maksud dari Kak Rendi?.

Lantunan Ar-Rahman(Slow Update!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang