Bab 6. Meragu

4.1K 262 10
                                    


Rora Up...

Jangan lupa tinggalkan Vote dan Coment nya yaa..

💚Jangan lupa follow akun wattpad ny "Lotusia_Aurora"💚

Happy Reading..
Maafkan typo nya 🙇

*******

"Zah.. zah mandi dulu dibantu bibi ya, kan nanti Zah sekolah. Ayah ada yang ingin dibicarakan dengan Bunda dan Umi." Ucap Fatih sambil mengusap kepala Zahiyyah.

"Iya Ayah.." Zahiyyah tanpa protes segera berdiri lalu mencium tangan Ayahnya, Uminya dan terakhir mencium tangan dan pipi Bundanya.

"Assalamualaikum…" ucapnya lalu berjalan menuju pintu keluar.

"Waalaikumsalam.." sahut semuanya.

Setelah putrinya pergi meninggalkan ruangan Fatih kembali menatap ke pada istri-istrinya.

"Aku ingin pernikahan poligami ini dapat berjalan menjadi ibadah. Syahh.. perempuan disampingmu adalah istri Mas yang pertama namanya Yesha."

"Syahda sudah bertemu dan berkenalan dengan Kak Yesha, Mas."
Syahda pun melepas niqab nya lalu mengulurkan tangan nya kearah Yesha dengan senyum dibibirnya.

Yesha menatap tangan tersebut lalu beralih menatap kearah yaa Yesha ingat sekarang perempuan ini bernama Syahda. Perempuan yang begitu sempurna baik paras maupun akhlak dan tanpa menyambut uluran tangan tersebut Yesha kembali menatap kearah suaminya. Sangat wajar jika suaminya mudah melupakannya karena sudah ada pengganti dirinya yang lebih baik.

"Aku tidak ingin tinggal bersama disini."

Perkataan Yesha membuat Fatih mengernyit bingung.

"Bukankah tadi kita sudah sampai pada kesepakatan..!"

"Yaa.. aku tidak akan minta pisah tapi aku ingin tinggal pisah. Aku akan membeli rumah tempat tinggalku sendiri." Jelas Yesha.

"Yesha!!" Bentak Fatih dengan keras. Hal tersebut membuat Syahda dan Yesha sama-sama terkejut.

"Mas istighfar.. jangan dikuasai oleh amarah." bisik Syahda seraya mengusap bahu suaminya tersebut.

"Ya Allah Dek. Seperti sebelumnya aku katakan padamu. Kamu pergi dari rumah ini maka hilang kesempatan mu untuk bertemu dan merawat Zahiiyah. Pilihan ada ditangan mu. Ayo.. Syah, buatkan Mas kopi." Fatih segera menarik Syahda meninggalkan Mushola tanpa memperdulikan Yesha yang tengah menangis terisak disana.

"Mas.. Kak Yesha.."

Perkataan Syahda dipotong langsung oleh Fatih. "Biarkan dia sendiri, agar bisa berpikir dengan baik."

Yesha menangis dengan isakan yang begitu keras, memukul keras dadanya berharap sesak yang ia rasa dapat berkurang. Ikhlas tak semudah yang dikatakan bukankah lebih baik Yesha terus terang dengan yang ia rasakan, ia tak mau membohongi perasaannya.

Sungguh cinta itu masih bertahta tapi Yesha tak ingin menjalankan pernikahan yang sudah seperti ini, bukankah pernikahan adalah ibadah yang paling panjang bahkan sampai tutup usia. Lalu bagaimana mungkin Yesha bisa menjalankan ibadah terpanjang ini dengan hati yang penuh dengki dan iri.

"Hikss.. Yesha harus menyalahkan siapa, seandainya kedua orang tuanya tidak memisahkan ia dengan suaminya, apakah suaminya masih memberikan cinta yang utuh kepadanya?"

******

Zahiyyah melangkah memasuki dapur dengan tas yang ada di pundaknya. Seragam TK yang ia kenakan dan kerudung putih yang menutupi rambutnya.

"Loh.. Bunda kemana Ayah, Umi? Tanya nya saat hanya melihat Umi nya yang sedang sibuk membuat sarapan dan Ayah nya yang sedang meminum kopi sambil membaca koran.

"Bunda lagi mandi mungkin, aduuhh putri ayah sudah cantik saja. Cium ayah dong.." Fatih menyodorkan pipi kanan nya kearah putrinya. Dan bibir mungil tersebut dengan segera memberikan kecupan di sana.

"Iyyah.. mau minum nya susu cokelat atau vanilla, sayang?" Tanya Syahda sambil membawa hasil masakannya keatas meja makan.

"Mau yang vanilla aja, mi."

"Ayo, ayah bantu duduk dikursi.."

Zahiyyah menggeleng dan memundurkan tubuhnya menolak. "Zah.. mau makan disuapi bunda." ucapnya lalu berlari dengan kaki mungilnya menuju kamar sang bunda.

"Bundaaa.." teriak Zahiiyah dan mendorong pintu kamar yang memang terbuka sedikit tersebut.

Zahiiyah mengernyit bingung saat melihat tempat tidur yang begitu rapi. Ia pun melangkah menuju pintu kamar mandi dan lagi-lagi tak ada seorangpun disana.

Dengan cemberut Zahiiyah kembali berjalan menuju ruang makan.

"Ayah bohong..!!" Ucapnya dengan kesal.

Fatih melipat koran yang sedang ia baca lalu memberi perhatian penuh kearah putrinya. "Ayah bohong soal apa ?"

"Ayah bilang bunda lagi mandi, tapi dikamal tidak ada siapa-siapa"

Kedua mata Fatih membesar karena terkejut, bahkan ia sampai berdiri dari tempat duduknya. Dengan langkah lebarnya ia melangkah menuju kamar.

"Iiihh ayah pikir, Zah belbohong gitu.." protes Zahiiyah tak terima.

Fatih tak menghiraukan celotehan putrinya, karena yang dipikirannya saat ini adalah Yesha. Kemana dia?. Mushola??. Setelah itu dengan segera ia berlari menuju Mushola.

Nafas yang memburu dan degup jantung yang begitu cepat, panik itulah yang kini Fatih rasakan. Hingga mata nya berasil menangkap sosok istrinya yang tergeletak diatas sajadah.

"Sayang.. Dekk.. Dekk.." Fatih segera meletakan kepala Yesha ke pangkuannya dan menepuk pelan kedua pipi Yesha namun tak ada reaksi apapun dari istrinya.

*****

Syahda terkejut saat melihat suaminya berlari membopong tubuh pucat Yesha. "Ya Allah.. Kak Yesha kenapa mas?"

"Bundaaaa!!! Huaa hikss bunda kenapa yah…" teriak Zahiiyah dengan tangisan yang menggema.

Syahda segera menarik tangan putrinya menuju kamar suaminya yang lain. Saat ia masuk kekamar tampak Fatih yang sedang berbicara dengan emosi dengan handphone yang menempel ditelinganya. Syahda segera membantu mengangkat Zahiiyah naik keatas kasur.

"Hiks.. bun..bun.." isak Zahiiyah seraya menggenggam tangan Yesha yang begitu terasa sangat dingin.

Fatih mengakhiri panggilannya lalu berjalan mendekat kearah ranjang. Fatih mengerang memaki dirinya sendiri saat melihat raut wajah istrinya yang begitu pucat. Seharusnya ia sadar bahwa sejak ia membawa paksa Yesha, tubuh itu belum mendapat asupan apapun.

"Iyyah.. Iyyah ke sekolah dulu ya, biar bunda Ayah yang jaga." pinta Fatih kepada putrinya yang masih menangis terisak.

"Nggk mau.. mau nemani bunda.. biar Zah yang lawat bunda... hiks, bun.. jangan tinggalin Zah lagiii.."

"Biarkan saja Mas.." ucap Syahda dengan mengusap lengan suaminya yang terlihat begitu khawatir.

"Mas sudah panggil dokter?"

"Sudah Syah.."

"Syah...siapkan sarapan dulu untuk Kak Yesha dan Iyyah."

Syahda pun keluar dari kamar dan kembali menatap kearah dua malaikatnya selama ini. Tidak, dirinya sedang tidak iri hanya saja ia merasa ketakutan, takut jika suatu saat ia tak dibutuhkan lagi.

TBC
Bengkulu, 03 Oktober 2019

Semanis Madu DarinyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang