Tara sekarang berada di depan mading tanpa teman-temannya. Raniya, lagi sibuk pacaran sama pacarnya. Lusi sama Dina, tadi sih ada disamping Tara. Tapi, karena banyak orang berkumpul, mereka jadi berpisah.
Tara mencoba masuk dalam kerumunan anak-anak yang mencoba liat kertas pembagian kelas yang ditempel di mading. Tara mencoba menerobos, badannya yang kecil memudahkan dia untuk masuk lebih dalam ke kerumunan itu.
Kini Tara berada tepat didepan mading. Ia berhasil masuk kerumunan. Tara mendecak kesal saat orang-orang berusaha mendorongnya.
"Gak usah dorong-dorongan dong. Kan bisa gantian," teriak Tara yang membuat kerumunan itu hening sejenak. Tara yang membalikkan badannya langsung kembali menghadap kearah mading. Setelah Tara berbalik, aksi dorong-dorongan itu kembali terjadi.
Tara membalikkan badannya namun kini yang ia dapatkan adalah dada kokoh Nega.
"Cepetan cari nama lo, cari nama gue juga jangan lupa!" ucap Nega. Tara mengangguk cepat lalu mencari namanya juga nama Nega.
Detak jantung Tara lagi-lagi gak bisa ke kontrol. Gimana ngga baper, Nega ada dibelakang Tara supaya Tara gak kena dorongan dari orang-orang dibelakang.
Tara melebarkan matanya saat menemukan fakta bahwa dirinya sekelas sama Nega. Tara langsung membalikkan badannya dan mendongak melihat wajah Nega.
"Udah?" tanya Nega. Tara mengangguk. Lalu, tanpa permisi Nega tarik tangan Tara supaya keluar dari kerumunan.
"Gimana? Gue dapet kelas apa?" tanya Nega saat mereka berhasil keluar dari kerumunan itu. Tara yang ditanya malah diem aja, dia masih gak nyangka sama perlakuan Nega tadi.
"Tar?" panggil Nega. Tara masih diem gak bergeming. "Tara?" Mendengar namanya disebut Tara langsung menoleh.
Nega mengulang pertanyaannya lagi. "Gimana gue dapet kelas apa?"
"IPA 6," jawab Tara.
"Lo?" tanya Nega.
"IPA 6," jawab Tara membuat Nega menatapnya kaget.
"Kita sekelas nih?" ucap Nega memastikan. Tara mengangguk. "Akhirnya gue bisa sekelas sama orang pinter kaya lo," lanjut Nega lalu tersenyum pada Tara.
Tara menatap Nega, dalam hati dia lagi bersyukur banget punya temen kaya Nega yang mendekati kata sempurna.
"Abis ini lo mau kemana? Ke kelas langsung?" tanya Nega. Tara mengangkat bahunya tidak tahu.
"Tara! Gue cariin lo kemana-mana juga, taunya disini," ucap Lusi lalu mendekati Tara. "Eh, ada Nega. Hai, Nega!" sapa Lusi. Nega tersenyum sebagai tanggapannya.
"Gue duluan," pamit Nega. Tara mengangguk begitu juga Lusi.
"Lo kenal si Nega juga?" tanya Lusi setelah Nega menjauh.
"Siapa coba yang gak kenal Nega?" tanya Tara balik. Lusi mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Si Dina kemana nih?" tanya Lusi. Tara mengangkat bahunya. "Gak asik nih, masa pada bubar," keluhnya. Tara mendecak mendengarnya.
"Mending muter-muter sekolah, sekalian liat adik kelas," ajak Tara dihadiahi tatapan aneh Lusi.
"Emang ya dasar, tukang tebar pesona," ucapnya pada Tara. "Eh, tapi gapapa deh, daripada disini, engap!" Tara tersenyum lalu menarik Lusi untuk pergi dari tempat itu.
Tara dan Lusi melewati koridor, padahal mereka hanya berjalan. Namun, semua terlihat memperhatikan mereka. Bagaimana tidak? Lusi berjalan dengan arogan sementara Tara berjalan dengan senyuman.
"Tara." Tara menengok kearah belakang, lalu ia menghentikan langkahnya. Lusi juga demikian, ia ikut menghentikan langkahnya.
"Apa?" tanya Tara. Cowok didepannya itu mendekati Tara. Sementara Lusi, ia memutar bola matanya malas. Kenapa cowok itu tidak gentar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cigarette
Teen Fiction"Aku bisa saja berhenti, tapi aku masih tak mau." Tara paham posisinya sekarang. Masih dalam posisi menunggu padahal sudah jelas ia akan merasa sakit. Seperti perokok, yang tetap merokok meskipun mereka tahu, mereka akan sakit.