Cring mataku terbuka setelah merasakan panasnya matahari yang menembus jendela kereta api. Sayup-sayup kudengar dengkuran tidur seseorang,ada juga orang yang sedang mengobrol,atau anak-anak yang berlari di salah satu gerbang kereta.
Aku menggeggam sebuah kertas.Brosur perjalanan menuju sebuah kota terpecil di indonesia,daerah pertanian penghasil ubi,wortel,singkong,padi,dan sayur mayur lainnya yang berkualitas. Wajah nenek tua renta berpose sambil memegang ubi berwarna ungu,di belakang nenek itu ada pemandangan kebun ubi dan beberapa selada. Menarik,mungkin setelah ini,aku bisa memanen selada atau ubi untuk kedua orangtuaku.
Satu-satunya perempuan yang duduk sambil mendengkur dengan menutup mukanya dengan topi bundar adalah farras. Di lehernya selalu tergantung kamera SLR pemberian ibunya yang seseorang model. Tidak selamanya dia membawa kamera,tapi karna ini liburan akhir semester satu,kenang-kenangan harus tercipta dengan kameranya.
Meski mendengkur,farras tetaplah cantik—kuakui,dia memang cantik,tapi kadang dia off ketika menunjukkan sisi kelaki-lakiannya seperti sekarang mendengkur bagaikan om-om. Dia adalah gadis fashionable centil —dibandingkan dengan diriku yang tomboy — tapi,tak banyak yang mengetahui sosok farras. Luar maupun dalam. Yah,aku tahu farras,ibunya jarang pulang dan ayahnya sibuk berkerja. Membahas ibunya dihadapan farras menjadi hal yang tabu.
Yas,duduk di sebelah farras,menawarkan coklat batangan kepadaku tanpa berkata apa-apa. Dia tidak ingin mengganggu farras yang sedang tertidur dengan –ehm– manisnya. Aku melihat Yas yang peka – langsung mengambil tisu dari tas farras – tapi,aku lebih nekat membersihkan tanganku ke rok farras yang berwarna putih
Yas menyadari dan ingin menegurku,tapi aku tertawa dan berbisik pelan,"sudah,dia enggak bakalan sadar sampai ganti baju."
Aku kembali menyenderkan tubuhku ke kursi yang empuk.kecepatan kereta ini membuatku tidak nyaman melihat ke luar jendela.Aku tidak dapat membaca papan reklame ,ataupun menebak apa yg ada dibalik gedung-gedung yang telah kami lewati.
Kututup shade jendela dan kembali bersiap tidur. Namun Yas ingin shade-nya tetap terbuka . Bentuk jendelanya sama seperti yang ada dipesawat . Ya memang,interior shinkansen mirip dengan interior pesawat ,mulai dari kursi,pramugari bahkan kecepatannya.
Liburan kali ini akan kami lewatkan bertiga menuju Bogor. Tempat pamanku tinggal seorang diri dengan para pembantunya disebuah villa. Mendiang bibiku adalah anak tunggal, anak dari keturunan keluarga kaya raya. Secara tidak langsung bibiku memegang posisi kepala keluarga-biasanya sih perempuan tidak boleh. Akan tetapi beliau kabur dan memilih tinggal di kota ,mengejar karier.
Keluargaku sendiri hanyalah keluarga kecil yg tidak memiliki pengaruh apapun di Bekasi,ayahku seorang salesman dan ibuku hanya ibu rumah tangga biasa. Ketika aku yg berusia 14 tahun ini tahu asal usul keluarga bibiku.Dua
__________________________________Biasanya,setahun sekali,pamanku datang membawa sayur-mayur,tapi sudah dua tahun paman tidak pernah datang lagi. Pamanku hanya mengirim sayur segar di dalam kotak besar itu terdapat selada,ubi,dan sayur mayur lain,termasuk sepucuk surat permohonan maaf tidak dapat hadir. Ayahku khawatir pada keadaan adik semata wayangnya. Dalam percakapan singkat melalui telepon, ayahku setuju mengirimku kerumah paman tahun ini, tahun ke tiga paman tidak dapat hadir di rumahku.
Aku menolak,aku punya janji melihat kembang api di Taman Mini Indonesia Indah sm temen-temen dikomplekku. Selain itu aku kurang suka suasana di desa. Terlalu menyeramkan dan kuno dimataku .Dan lagi,aku masih sangat ingat ketika masih kecil,aku melihat upacara aneh dipemakaman bibi. Aku tidak ingin ingat detailnya,yang aku ingat saat itu ,aku menangis dan merengek ingin pulang.
Namun, karena keadaan pamanku memprihatinkan,seorang diri tinggal di villa yg besar dan banyak ,aku tidak menghitung para pembantunya, aku setuju menemaninya dengan syarat : digaji.
Yas dan Farras ,mereka hanyalah korban yang kupaksa agar mau ikut liburan denganku ke villa pamanku. Keduanya suka bertualang, Farras misalnya suka sekali mengambil foto,tetapi ngga suka terkena matahari.
Terowongan mulai terlihat. Aku tidak heran kalau kereta ini melewati banyak terowongan. Namun kali ini terowongannya sangat panjang. Aku sdh mulai merasa takut. Secepat mungkin aku menutup shade jendela keretaku,seberkas cahaya matahari terlihat. Aku masih tidak mau membukanya,meski aku yakin sudah hampir terlewatla terowongan yg panjang ini. Tanganku mulai berkeringat dingin, aku berusaha membayangkan makanan kesukaanku. Itu hanya imajinasiku,aku yakin.
Aku menarik nafas panjang. Lalu,mengecek HP milikku. "Ya. Kira-kira 5 menit lagi kereta akan tiba di stasiun dalam hatiku sambil melirik Yas yang makan terburu-buru."
Yas melihatku serius. Entah mengapa dia melihatku dan kotak makannya secara bergantian. Sekalinya dia berkata padaku coba liat kotak makanmu sama sekali belom kamu makan.
Aku berdecak kagum berakting bahwa aku baik-baik saja padahal dalam hatiku aku takut luar biasa.
Dari stasiun bekasi menuju stasiun bogor memerlukan waktu sekitar satu setangah jam dengan kereta bawah tanah,pemandangan yang ku liahat hanyalah terowongan. Aku tidak ingin Yas atau pun Farras mengetahui apapun dari ku selama ini aku mencoba bersikap baik-baik saja.
Sampai di stasiun bogor,kami segera membawa koper dan lain nya keluar stasiun. Berbeda dangan Yas,ia hanya membawa ransel gunung tapi dia membawa kembang api. Kami semua ingin melihat kembang api dimalam tahun baru. Dan seandainya di villa pamanku ngga ada kembang api,kami sudah sedia.Tiga
___________________________________Ada seorang paman berusia sekitar 35–40 th memanggil-manggil namaku "Regina-Regina" aku menoleh kearah paman yang tadi dan dia berkata aku disuruh pamanmu untuk menjemputmu sambil dia membawa kardus yang bertuliskan namaku sebagai papan pengenal. Dengan bersemangat aku menghampiri paman itu dan ternyata paman itu pembantunya pamanku.
Paman itu terseyum dan menunjuk sebuah mobil yang diparkir didekat sini. Kami semua masuk kedalam mobil dan menuju villa tempat pamanku tinggal aku menanyakan nama paman itu "siapa namamu paman" paman menjawab "namaku adalah bapak Yanto,aku sudah 5 bulan kerja dengan pamanmu."
Pemandangan kanan kiri banyak pohon-pohon besar seolah kami berjalan di tengah hutan udara nya sangat sejuk dan segar suatu pemandangan yang tidak membosankan rumah-rumah di sekitar jarang-jarang tidak seperti dikota. Farras berulang kali menjepretkan kameranya untuk mengambil pemandangan disekitar kami saat ini.
Hanya sekitar dua bukit lagi kita sampai di villa pamanmu kata paman Yanto sepanjang jalan paman Yanto selalu cerita yang mistis kata paman "ada orang jahat yang bersikap baik,dan mereka ingin pergi ke villa dan ada pula orang baik yang bersikap kejam,mereka tinggal divilla dalam jangka waktu yang lama apapun pesan paman untuk kalian bertiga dengarkan nasihat orang tua. Selama nasihat orang tua itu baik dan benar.
Mobil berhenti di depan villa paman ku sudah berdiri di halaman menyambut ke datangan ku dan teman-teman. Paman memelukku dan mengajakku masuk ke dalam villa paman menunjukkan kamar-kamar kita. Aku melihat banyak ruangan yang pintunya tertutup,aku mulai mengingat apa yang terjadi disini dulu banyak para tamu yang menyewa villa pamanku.
Ruangan per-ruangan kami lewati banyak ruangan yang di sulap menjadi perpustakaan untuk tempat buku-buku biar dibaca sama para tamu.
Kamar kalian di sini kata paman sambil tersenyum,dia berjalan membuka jendela-jendela lain. Kamar ini biasanya digunakan oleh tamu jadi kamar ini memang paling cocok untuk kalian tempati,aku sempat diam sebentar lalu melihat wajah pamanku sambil menganguk paman tersenyum melihat kami. Pada saat bersamaan,ia berkata, Kalo begitu,paman akan tunggu kalian saat jam makan malam,paman banyak sekali kerjaan hari ini. Akhirnya aku tersadar kalau ini semua hanya khayalan ku aku berlibur di bogor kenyataannya aku masih duduk di tempat belajarku sambil memejamkan mata di kota bekasi.