Subuh dan Senja

861 31 10
                                    

Gadis itu membuka pintu rumah. Kedua tangannya memegang secangkir teh hangat.

Gadis itu lalu duduk di kursi didepan rumah itu. Ia menaruh cangkir teh tadi di meja sebelahnya.

Pandangannya menatap kosong ke halaman depan rumah. Sambil sesekali menghirup udara segar pagi hari ini. Ia hanya duduk diam saja, menikmati pemandangan didepan rumahnya.

Anehnya, dia tidak menyadari keberadaanku.

Aku menyeruput sisa teh di cangkir ini.

Rasanya tenang sekali suasana pagi hari ini. Udara pun berhembus sejuk, menerpa tubuhku ini. Aku pun menghirup udara sejuk ini berkali kali.

Langit masih belum sepenuhnya terang. Aku melihat jam dinding di dalam rumahku lewat jendela. Jam 5 lewat 9 menit.

Kuputuskan untuk pergi ke supermarket. Karena aku mengingat persediaan barang aku dan Kumala untuk mandi belum dibeli.

Tapi bukan, bukan supermarket yang biasa ditemui di kota. Cuma toko besar biasa yang dijalankan oleh satu pihak. Sebenarnya ada supermarket, namun aku lebih memilih mengambil langkah pendek saja.

Aku pun berjalan menapaki jalan berbatu ini. Cuma terdengar langkah kakiku saja, rupanya di desa orang-orang bekerja lebih siang.

Belum sampai 10 menit aku sudah tiba di toko besar ini. Sangkaku, toko ini masih tutup, ternyata lampu sudah menyinari seisi toko.

Aku berjalan masuk, dan menuju ke tempat kebutuhan mandi. Untungnya ada handuk yang disediakan. Aku mengambil handuk itu dua.

Selanjutnya aku mengambil pasta dan sikat gigi, shampoo, serta sabun mandi. Aku membawa semuanya dan menuju ke kasir.

Tap.

Aku menghentikan langkah kakiku. Karena aku terlupa untuk membeli makanan ringan untuk Kumala.

Aku berbalik,

"Kenapa mbak?"

Suara itu mengagetkanku karena aku tidak melihat orang sebelumnya.

Aku berbalik lagi.

"Ini, lupa beli cemilan." jawabku.

Aku melihat seorang wanita umur 30an berdiri di kasir. Aneh, rasanya wajah itu familiar.

"Eh, mbak Gina??" aku menebak.

"Em, iya benar kenapa ya?" jawabnya agak tidak enak.

"Ini aku lo mbak, Madya!" aku berbicara sambil menunjuk diriku sendiri.

Percakapan ini dilanjutkan dengan ramai. Mbak Gina adalah sepupuku yang usianya beda 12 tahun denganku, mungkin usianya sekarang sudah 33 tahun.

Aku lupa dia bekerja di toko ini sejak dulu. Dulu, aku dan Kumala sering sekali membeli cemilan disini karena peyek kacang disini luar biasa rasanya.

"Mbak peyek kacangnya masih ada ndak?" tanyaku.

"Tentu saja masih, peyek kacang mbak laris manis dari dulu sampai sekarang."
jawab Mbak Gina.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Save MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang