💘 1 💘

1.6K 53 0
                                    

Cerita ke delapan ya kalau gk salah yang aku up di sini 😄. Tabahkan hati kalian ya. Cerita baru lagi n baru lagi. Yang lama aja blm kelar thor2 🤦‍♀️. Tenang semua pasti aku tamatin 😁. Khusus yg ini aku up tiap senin ya 😁. Biar tiap hari ada cerita yang bisa ku update 🤣🤣🤣.

Jika suka silahkan follow akun aku, vote n koment ceritanya. Please jangan jadi silent reader ^^. Happy reading. ^^

Jika ada hal yang salah misal gk sesuai boleh kalian koreksi kok. Aku gk makan org kok 😂😄😁malah makasih bgt dah mau dikoreksi. Tapi yang membangun ya jangan yang menjatuhkan ^^.

_________________________________________

Cuaca panas bulan Agustus di Grand Canyon, Arizona adalah waktu di mana wisatawan banyak berdatangan untuk menikmati wisata alam terbuka berupa hiking, menyusuri aliran Sungai Colorado yang tenang, ataupun menikmati suasana berkoboi yang tampak sungguhan dengan ranch juga peternakan yang sungguhan. Tentu saja di bulan itu adalah musim wisata paling sibuk untuk penduduk yang tinggal di sana.

Nafandra Rainger gadis yang berusia 21 tahun, berambut pirang kecokelatan, bermata biru dan berkulit putih pucat yang sering di sapa dengan Nafa, berusaha membantu kedua orang tua yang membesarkannya semampu yang ia bisa dengan keterbatasan yang ia miliki. Kedua orangtuanya merupakan pemilik penginapan dan sebuah restoran di tempat itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menghibur para tamu dengan nyanyian suara merdunya.

Nafa mendengar jika hari ini akan datang tiga orang laki-laki yang merupakan wisatawan VIP karena kekayaan mereka. Mereka bahkan mem-booking semua tempat di bagian tempat tinggal Nafa selama tiga hari khusus hanya untuk mereka saja jadi tentu saja siapapun tahu seberapa kaya mereka. Berkat mereka juga hingga semua orang bisa beristiriahat sejenak dari rasa lelah yang mendera.

"Nafa!"

"Ya, Mama," jawabnya dan dengan segera mengambil tongkatnya dan mulai berjalan menghampiri suara yang ia dengar.

Ya, Nafa adalah gadis buta yang terlahir seperti itu hingga bahkan kedua orang tua kandungnya tak menginginkannya dengan membuangnya di tempat ini. Mereka meninggalkannya begitu saja dan hanya tulisan Nafandra yang menyertainya. Jika saat itu dia sudah bisa bicara maka dia akan menolak menggunakan nama itu.

Ia sedikit beruntung sebab pemilik penginapan tempat di mana ia ditinggalkan sudi merawat dan membesarkannya bahkan menganggapnya seperti anak mereka sendiri. Ia juga merasa senang tinggal di sini karena semua orang bersikap begitu baik padanya dan selalu membantunya.

Beberapa wisatawan laki-laki berusaha mendekatinya tapi saat tahu jika ia buta maka dengan segera mereka akan berlari secepat kilat menjauh darinya. Jadi saat ada yang ingin berkenalan dan menanyakan namanya jawabannya adalah aku buta. Hal itu dengan segera menghilangkan minat mereka padanya.

Ia sudah pasrah jika mungkin dia tak akan pernah menikah tapi setidaknya di sini ia bisa melakukan hal-hal yang disukainya walau terbatas.

"Ada apa, Ma?"

"Sebaiknya kamu mandi karena setengah jam lagi kamu harus bernyanyi untuk para tamu itu."

"Baik, Mama."

Nafa kemudian naik tangga dengan perlahan sambil merambat di dinding untuk naik ke kamarnya di atas. Ia sudah tinggal di atas sejak remaja jadi kadang bahkan ia bisa melangkah tanpa harus memegang dinding lagi. Hanya saja dia tidak ingin mengambil resiko terjatuh sebab paket wisata para wisatawan itu termasuk ia menyanyi dan jika ia sampai cedera dan tak bisa menyanyi, dirinya tak ingin kedua orang tuanya menghadapi tuntutan apapun.

Saat sampai di kamarnya, ia mengunci pintu dan menanggalkan semua pakaiannya kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Begitu selesai ia segera meraba-raba mencari baju indah yang tak seberapa banyak ia miliki dan mulai memakainya. Saat selesai ia segera turun dan duduk di belakang panggung yang tertutupi kain.

Tak lama kemudian ia mendengar suara laki-laki yang mulai berbicara dan terus bercanda tawa hingga musik mulai menyala dan Nafa mulai bernyanyi. Ia tahu setelah itu kain akan membuka dan memperlihatkan dirinya yang menyanyi. Karena buta ia tak pernah gugup menyanyi sebab ia tak bisa melihat reaksi mereka. Jadi ia hanya memejamkan mata dan bernyanyi sepenuh hatinya menghayati musik yang berdendang.

Saat selesai ia tersenyum perlahan dan ia bisa mendengar suara tepuk tangan mengiringinya beserta siulan.

"Lagi! Lagi! Lagi!"

"Baiklah," ujar Nafa dan mulai menyanyikan lagu yang lain tak menyadari tatapan terpesona seorang laki-laki padanya hingga bahkan teman-temannya harus memanggilnya beberapa kali baru ia menoleh. Mereka bahkan mengolok-oloknya karena tak bisa memalingkan tatapannya dari Nafa.

Saat akhirnya Nafa selesai, ia tetap duduk di sana menantikan Nafa keluar dari ruang belakang.

"Suaramu sangat indah," ucapnya pada Nafa yang berjalan di dekatnya tanpa tongkat karena sudah terbiasa.

Hal itu tentu saja membuat Nafa tersentak kaget saat mendengar suara maskulin itu dan dirinya tanpa sadar berjalan mundur selangkah.

"Siapa namamu?" tanya laki-laki itu padanya.

"Aku buta," ujar Nafa dan yakin setelah ini ia akan mendengar pintu yang tertutup.

"Jadi namamu aku buta?" tanyanya tertawa geli.

"Maksudku aku buta, Sir."

"Aku tahu tapi bukan itu yang aku tanyakan. Namaku Giovinno Larvall, kamu bisa memanggilku Vinno, jadi karena aku sudah menyebutkan namaku gantian kamu yang menyebutkan namamu."

"Untuk apa?"

"Tentu saja karena aku ingin berkenalan denganmu."

"Apa yang Anda inginkan dari gadis buta sepertiku?"

"Hanya ingin mengenalmu, apa tidak boleh?"

"Tidak, jika di dalam kepala Anda terdapat keinginan untuk meniduriku dan kemudian menghilang dari hidupku setelah mendapatkannya."

Vinno tertawa mendengarnya dan tak bisa mengendalikan tawanya hingga Nafa semakin bingung mendengarnya.

"Apa ada yang lucu, Sir?"

"Dirimu sangat lucu, jujur, cantik dan sangat mempesona. Aku mungkin memang terkenal playboy tapi aku tidak pernah mengambil kesempatan dari seorang gadis yang tak ingin. Percayalah padaku, aku hanya ingin berkenalan."

Sesaat Nafa ragu tapi jauh di dalam hatinya ia memang memercayai laki-laki itu.

"Nafandra Rainger," ujarnya.

Ia kembali tersentak saat laki-laki itu meraih tangannya dan mengecup punggung tangannya.

"Senang berkenalan denganmu, Signorina. Aku harap selama berada di sini kita bisa lebih saling mengenal. Selamat malam, bella mia, sampai jumpa besok, aku tak sabar lagi ingin kembali mendengar suaramu yang merdu," ujarnya melepaskan tangan Nafa dan berlalu dari sana.

Ia hanya bisa berdiri bengong di sana mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Ini pertama kali laki-laki tak berlari secepat mungkin saat tahu ia buta tapi ia tak boleh begitu saja percaya sebab bisa saja laki-laki itu hanya mencoba memiliki tubuhnya dan beranggapan gadis buta tak akan bisa menuntut apa-apa, apalagi dia bisa segera pergi dari sini sesuka hatinya. Ia harus sadar jika tak mungkin laki-laki kaya itu akan tertarik padanya.

Nafa bergegas naik ke kamarnya dan berganti pakaian. Ia mencoba menutup mata tapi tak bisa karena terus teringat akan pertemuan tadi di kepalanya dan meski tak ingin merasa gembira, hatinya tak bisa berbohong, ia merasa bahagia sebab pertama kalinya seseorang tertarik padanya sebagai wanita dan tidak memandang rendah kekurangannya.

"Giovinno," ucapnya di bibir lembutnya.

"Aku harap kamu tidak hanya berusaha mempermainkan aku saja," ujarnya dan akhirnya ia bisa tertidur setelah memikirkan semua.

The Most Beautiful Gift by Yessy Lie (TERSEDIA VERSI CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang