Sepeda dan Sepatu Roda (VMIN)

43 1 0
                                    

Setelah memasang sepatu roda, aku melaju kencang melintasi arena yang sengaja dibuat oleh pemerintah. Kudengar tempat ini mulai dibangun saat banyak atlet luar negeri mulai berdatangan saat Asian Games lalu, memang ya penampilan luar itu yang paling utama.

Sore hari adalah waktu yang paling tepat untuk olahraga seperti ini, aku merentangkan tangan sambil meliuk ke kanan dan kiri, rasanya seperti melepas baju saat berlari di pantai, sangat bebas. Ditambahkan lagi ditemani alunan lagu-lagu populer, lengkap sekali.

Belum ada dua putaran aku mendengar bunyi rantai yang memutar beriringan, pasti anak-anak komunitas BMX, kenapa sih mereka selalu datang di saat-saat seperti ini padahal waktu refreshing ku tak banyak. Aku mengerem dan memutar tubuh menghadap objek yang mengusik pendengaranku, oh dia sendiri baguslah jadi semakin mudah menghadapinya.

“Hei.” Aku beranjak ke arahnya, ia masih sibuk melompat ke sana ke mari melewati besi rintangan. Sial, apa suaraku kurang kencang ya.

“Hei!!”  Akhirnya usahaku berhasil, ia mengerem sambil memutar ban depannya, dasar banyak gaya.

“Kau memanggil ku?”
Kesal sekali mendengarnya, memangnya ada orang lain di sini. “Lalu siapa lagi, sudah tahu masih bertanya, jadi begini ya aku datang ke sini lebih dulu, jadi aku mau kau cari hari lain ya.”

Ia menaikkan alisnya terlihat bingung, “Kukira ini tempat umum.”

“Iya aku juga tahu, tapi kan aku datang duluan, pokoknya tolong cari tempat lain!!”

“Bagaimana kalu aku tidak mau!! Aku juga bayar pajak tuh, jadi aku bebas main di sini.”

Kenapa sih dia, apa susahnya tinggal mengalah saja. “Ayo kita balapan, yang menang bebas main di sini hari ini.”

Ia terlihat menimbang-nimbang, dia pasti akan menolak dan melerakan arena hari ini untukku.

“Oke, siapa takut.”

Yang benar saja, dasar menyusahkan. Aku mengikat kencang sepatu roda lalu menyibak rambutku ke belakang.

Kami saling bertatapan sebelum akhirnya fokus pada lintasan di depan kami. Sebtulnya aku sedikit gugup sekarang, aku tak pernah balapan sama sekali sebelumnya, ditambah lagi lawanku menggunakan sepeda bukankah ini tidak adil.

“Aku yang hitung mundur ya,” ucapku tegas.

“Terserah.”

Baiklah ayo Park Jimin, kamu harus menang. “1… 2… YA!!”

Kami melaju beriringan tak ingin mengalah, jantungku berdegup sangat kencang ditambah bulir-bulir keringat yang mulai memenuhi dahi. Ia juga terlihat tak kalah kelelahan sepertinya, bahkan ia mengayuh pedalnya sampai posisinya berdiri seperti itu.

Tak sadar, dia sudah berada di depanku beberapa meter. Sial, aku kecolongan. Aku mempercepat laju sepatu rodaku tak memedulikan bulir keringat yang mengganggu pandanganku.

“Yesss!!!”

Ia sudah bersorak kegirangan sambil melepas sepedanya, aku tak sanggup lagi untuk mengejarnya dan memilih untuk berhenti setelah bunyi sorakan telah kudengar. Napasku masih terengah, belum lagi bulir keringat yang sudah berubah seperti banjir.

Aku menunduk lesu memegang lutut, saking lelahnya aku terkapar dan memilih merebahkan tubuhku sambil nafas yang masih terus berderu.

“Ini untukmu,” aku membuka mataku setelah mendengar suara berat seseorang, ia menarik lenganku dan memosisikan diriku duduk berhadapan dengannya. “Tadi menyenangkan sekali.” Ia memberikan sebotol air mineral sambil tersenyum, ia juga tak kalah kelelahan sepertiku bahkan kausnya hampir menempel dengan kulitnya karena banjir keringat.

“Te-terimakasih.”

Setelah lega membasahi kerongkongan, aku memberikan botol minumnya. “Kau keren sekali, tadi juga menyenangkan, baiklah karena kamu menang, sepertinya aku harus pulang.”

Ia terperanjat medengar ucapanku, “Eh, tidak perlu, katamu kamu hanya bermain hari ini.”

“Tidak apa-apa, laki-laki tidak menarik ucapannya kan.” Aku beranjak sambil menenteng sepedaku, balapan tadi sukses membuat kakiku pegal lebih cepat jadi aku memilih untuk pulang tanpa menggunakan sepatu roda.

“Aku tidak mau, ajari aku main sepatu roda!!” Aku termenung mendengar ucapannya, padahal tadi ia terlihat sangat dingin tapi sekarang seperti anak kecil yang sedang merengek. “Temani aku bermain ya, kita bisa bermain sama-sama kan?”

Aku sedikit terkejut mendengar ajakannya, “Eeum, baiklah.” Kami saling memberikan senyuman setelahnya.

“Aku Kim Taehyung, panggil saja Taehyung.” Suaranya jauh lebih ramah sekarang, belum lagi senyumannya yang berbentuk kotak itu.

“Aku Jimin, kalau begitu sekarang kita teman ya.”

“Iya, teman!!” ucapnya dengan antusias, setelahnya arena taman ini tak sepi lagi, sekarang telah dipenuhi suara tawa kami ditambah teriakan Taehyung yang takut jatuh saat mencoba berjalan dengan sepatu roda. Sepertinya kami akan semakin sering bermain di sini.

.
.
.
.
.
.
.
sudah berjumpa dengan sahabat kamu hari ini? Jangan lupa tetap saling berhubungan, ya 😊💜

sudah berjumpa dengan sahabat kamu hari ini? Jangan lupa tetap saling berhubungan, ya 😊💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
√ BANGTAN TIMELINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang