Aspal adalah hal terakhir ku lihat sebelum mataku tertutup dan terbangunkan oleh karena suara gemuruh yang seakan menggayang tempat dimana diriku saat ini yang mulai tersadar dari alam sadar terdalamku. Wajah asing seakan menyambut ku yang mulai mengumpulkan nyawa ku dan nyeri punggung ku membuatku mulai berusaha melihat punggung ku yang aneh rasanya.
Diriku memutar kepalaku kembali kearah wajah asing dengan raut muka yang menambahkan bibit cemas di wajahnya. "Bodoh,jangan gerak terus" ucap wajah asing itu menjawab perilaku spontanku."kau ku temukan di jalan tadi" lanjut orang itu. Belum sempat membalas, dirinya langsung bertanya "kamu ndak terlibat di kerusuhan ini kan?" ucap orang itu " yakin? " ku menjawab penuh dengan keyakinan dengan menunjuk punggung ku yang di terasa di perban.
Diriku mulai mengamati sekitar dengan seksama yang mebuatku menyadari bukan hanya aku saja yang terluka di sini. Puluhan orang penuh luka memenuhi rumah sederhana yang tertutupi dinding beton.
Suara rengekan bayi,suara tangisan melengking lembut yang membuat diriku tak yakin itu tangisan seorang wanita atau pria bercampur aduk dengan suara erangan kesakitan yang mulai dipudarkan oleh suara gemuruh,Mandau yang saling beradu dan suara teriakan nan berani.
Seakan menyadari lamunan ku orang itu mulai menepuk pundak ku "Hei, jangan mati dulu" ucap nya dengan mata yang masam memecah konflik yang terjadi di pikiran ku "Nama mu siapa?" lanjutnya ,"Ja-ja.zakhyst Wijaya " ucapku gagap entah kenapa , "Ukraina?" ucap orang itu mengaget.kan ku "Ayah"jawab ku menjawab keraguan orang asing itu.
Belum sempat menarik nafas , diriku di kagetkan oleh batu besar yang masuk menembus kaca yang sebelumnya sudah di tutup oleh lemari tua. Lemari itu jatuh dan menimpa pengungsi yang ada di bawah nya.. Teriakan histeris mulai menyelimuti ruangan.
Seakan belum puas akan teriakan pengungsi mereka mulai melemparkan obor ke dalam rumah dan sesaat ku sadari bahwa tempat itu telah di kelilingi oleh orang - orang yang mulai membakar rumah. Sempat sesekali ku dengar mereka meneriakan "mati kau safirudin" .Teriakan itu membuatku melupakan rasa sakit ku dan berlari ke arah pintu belakang.
Pengungsi yang lain berbondong bondong keluar dari rumah itu dengan saling menginjak satu sama lain dan meninggalkan keluarga mereka yang masih terbujur kaku mengerang kesakitan di atas lantai keramik. Di saat itu tak ada waktu lagi untuk simpati melawan besar nya ego. Tapi satu hal yang membelokkan mataku yaitu orang asing tadi tetap di sana berusaha memberi mereka yang belum juga membuka mata nya sebuah harapan ke dua.
Tanpa kusadari asap sudah membutakan mata, teriakan semakin bercampur aduk dengan rintihan tanpa henti. Seperti yang lain diriku berusaha keluar dari sana dengan segala cara, Jendela adalah salah satu nya. Diriku lari tergopoh gopoh ke arah semak nan lebat di samping rumah itu. Aku menerobos orang orang itu dengan sekuat tenaga. Anehnya mereka membiarkan diriku pergi dan tetap menatap tajam ke arah rumah.
Dan beberapa detik sebelum aku memutuskan untuk pergi, mataku mulai kembali teruju ke arah rumah yang dinding nya amblas tanpa sebab yang pasti dan mereka mulai menyeret orang asing itu ke salah satu orang berbadan atletis sehingga menimbulkan asumsi di pikiran ku bahwa orang ini adalah ketua dari sekelompok orang itu.
Dan dia mulai menaruh parang di atas pundak orang asing itu dengan matanya terarah ke arah leher."safirudin, kau mau mati?" ucap ketua kelompok itu dengan nada mengintimidasi. "aku tak melakukan apa apa" ucap safirudin.
Tanpa berkata apa apa orang itu menebaskan parang ke ruas pergelangan tangan dengan maksud menyiksa sarifudin yang di sambutnya dengan rintihan kesakitan.orang itu bertanya lagi ke sarifudin tapi pertanyaan itu tidak jelas ku dengar lalu teriakan sarifudin membangunkan pikiran ku yang sedang berfikir keras mencerna pertanyaan orang itu. Tanpa kusadari parang telah tertancap di antara sela jari jemari safirudin.
Orang itu menatap salah satu orang yang mengikuti dan mengayunkan kepala nya dengan lembut. Seakan tahu maksud nya pengikutnya berteriak dan berlari ke arah safirudin dengan bbrp org mengijkuti nya dan mulai mengayunkan mandau dan parang ke tubuh safirudin dengan membabi buta.
Diriku mulai berlari ke arah rimbun nya pepohonan dan tanpa ku sadari menyandung seseorang. Aku terjatuh ,berusaha bangkit lagi dan berhenti ketika diriku melihat orang itu membawa parang...
Sekelebat hitam memenuhi mataku...
Diriku pasrah saat itu...
YOU ARE READING
September berdarah
Historical FictionTerinspirasi dari kerusuhan 26 september 2010 di Tarakan. bercerita tentang sang tokoh utama yang berjuang melewati kerusuhan yang terjadi dengan luka parah di tubuhnya.