"Mas Chandra, kapan kamu membawa perempuan sebagai pacarmu ke rumah?" tanya Bu Laras, mamanya tiba-tiba. Lagi-lagi Chandra tersedak makanan yang sedang dikunyahnya. Pertanyaan mudah itu terasa sulit untuk dijawab. Cinde adiknya yang duduk di sebelahnya memberikan gelas berisi air putih. Segera Chandra menerimanya dan meneguk habis air itu. Menggelontorkan sumbatan di tenggorokannya.
Bu Laras mendesah panjang. Seperti biasa itulah reaksi yang ditampilkan sang anak saat ditanya tentang 'perempuan'. "Mas, umurmu sudah 28 tahun loh. Masa kamu tidak mau berpacaran? Bisa-bisa anak Mama jadi perjaka tua," keluh Bu Laras.
"Iya, Ma. Sabar ... belum ketemu yang cocok," jawab Chandra sekenanya.
"Lah kamu tidak cari. Prosentase perempuan lebih banyak dari laki-laki. Masa dari sekian banyak, tidak ada yang 'klik' sama kamu?" Chandra mencebik, mengusap bibirnya.
"Ma, sudahlah! Bosan aku membahas ini terus." Wajah Chandra terlihat kesal.
"Mas, Mamamu betul. Sudah saatnya kamu berkomitmen!! Apa yang membuatmu tidak mau berhubungan dengan perempuan? Atau jangan-jangan kamu-" Pak Widhi menelisik Chandra dengan tatapan tajamnya.
"Gay ...," tambah Cinde dengan ucapan dan wajah yang datar. Seketika Chandra mengetuk pucuk kepala adiknya dengan sendok bekas membuat Cinde tak hanya mengerang tetapi juga menyalak kesal.
"MAS CHANDRA, JOROK!!!" Chandra menjulurkan lidahnya membuat lelaki itu seperti anak kecil.
Bu Laras menghardik sikap Chandra. "Mas Chandra, bagaimana kamu bisa mendapatkan pacar kalau tingkahmu seperti anak kecil?"
"Tuh, dengarkan Mas!!" Seru Cinde mengusap kasar pucuk kepalanya.
Chandra mendengkus. Kepulangan Cinde dari rumah sakit membuat hidupnya kembali seperti dulu saat mereka masih kecil - dipenuhi perkelahian seperti anak kecil. Entah kenapa sampai sekarang Chandra senang sekali membuat adiknya berteriak, mengomel bahkan menjambaknya.
Ya, itu artinya Cinde sehat, bila bisa membalas godaan dan ledekannya. Walau terlihat biasa dan tak peduli dengan Cinde, di dalam hatinya Chandra merasa sedih. Ketakutan kehilangan adik satu-satunya yang selama ini dia lindungi menderanya. Tak ingin gadis yang lahir dari rahim wanita yang sama dengannya itu merasakan penderitaan akibat sakit yang dideritanya. Namun, lagi-lagi sikap selengekannyalah yang keluar. Hanya itu yang bisa menghibur sang adik.
Chandra terdiam. Melanjutkan melahap makanan yang ada di atas piringnya. Laki-laki itu tau, mamanya menghujamkan pandangan menelisik ke arahnya.
"Mas Chandra ...," panggil Bu Laras, kali ini dengan nada yang lembut. Chandra mendongak. "kamu doa gih, doa minta jodoh."
Cinde terkikik. Kisah cintanya memang tidak mulus, tetapi mendengar mamanya yang berkata dengan nada pasrah menandakan bahwa Chandra sudah dalam status siaga 1. Kekhawatiran orangtua mereka adalah tidak ingin anak sulung mereka terjebak dalam kenyamanan kesendirian. Menyandang predikat jomblo legend atau perjaka tua.
"Ma, dengar! Kalau nanti aku ketemu cewek yang bisa buat hatiku berdesir, itu tandanya Mama bakal punya anak mantu!" kata Chandra asal.
"Ya ... Mama akan doakan supaya saatnya cepat tiba!" ujar sang mama pasrah.
Bu Laras tak hentinya merapal doa demi sang anak lelakinya yang mengkhawatirkan. Tak ada teman perempuan yang diceritakan membuat Bu Laras was-was dengan ketulenan sang anak lelaki.
Dua anaknya, Chandra dan Cinde sama-sama disayanginya. Terkadang Bu Laras merasa bersalah karena dari kecil sejak Chandra mempunyai adik, perhatiannya sedikit berkurang pada si anak sulung. Cinde yang sakit-sakitan membuatnya sering menuntut Chandra menjadi kakak yang baik dan anak yang penurut pada orangtua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (Completed)
RomanceChandra Pradipta, pemuda selengekan yang enggan berkomitmen. Di usianya ke 28 tahun, Prita kekasihnya meminta agar Chandra segera menikahinya. Namun, adik Chandra - Cinde, yang enam bulan lagi menikah membuat Chandra tidak bisa langsung menyetujui n...