Yuna terduduk di lantai toilet sekolah setelah ditinggalkan oleh empat gadis seusainya berseragam sama. Keempat gadis itu tertawa puas meninggalkan dirinya disana. Sementara dirinya sendirian dengan kondisi berantakan. Rambutnya acak-acakan. Habis ditarik dan dijambak. Nampak beberapa helai teronggok di lantai yang basah. Baju putih SMA-nya tidak lagi berwarna putih, ada banyak coretan abstrak spidol menghiasi seragam kebanggannya. Rok abu-abu selututnya bernasib sama.
Kedua pipinya terasa kebas dan memerah. Air mata sudah membasahi pipinya. Isakan lirih yang hanya ia seorang mendengarnya. Ia perlahan bangkit, menatap cermin. Tangannya menyeka darah yang keluar dari lubang hidung sampai ke dagu.
Kedua tangan yang gemetar menangkup kucuran air dari wastafel lalu membasuh wajah.
Dan disinilah dia berada. Di sudut perpustakaan, dengan rak besar yang menyembunyikan tubuhnya. Memakai seragam olahraga dan sebuah buku menemani dirinya duduk menanti bel pulang sekolah. Tak apa bolos sekali. Ini terlalu berat untuknya.
***
"Yolanda."
"Hadir Bu."
"Yuda."
"Hadir."
"Yuna."
"..."
"Yuna?" Ulang sekali lagi. Bu Beti mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas dan didapatinya sebuah bangku kosong dengan tas tanpa penghuni.
"Kemana Yuna? Biasanya yang bolos ini Juna. Sekarang Juna ada, Yuna yang hilang."
Yuda selaku ketua kelas angkat bicara, "Sejak istirahat tadi sudah tidak ada bu."
"Berarti jam pertama sampai keempat dia masuk?"
"Iya."
"Besok kalau dia masuk, beritahu dia ke ruangan saya saat jam istirahat."
"Baik bu."
"Paling ke perpustakaan." Cibir Calista dengan suara kecil.
"Takut dengan kita." Clara memberi senyum pongah.
Dan disetujui kedua temannya yang lain, Iza dan Kaina.
***
Bel pulang berdering. Tepat pukul satu lewat lima belas menit. Itu memang jam pulang sekolah mereka. Yuna mengembalikan buku yang dipinjamnya. Duduk sebentar disana sampai suasana sekolah sepi. Sampai ia lihat hanya anggota ekskul saja yang masih di sekolah barulah ia keluar perpustakaan.
Melangkah ke kelasnya hati-hati. Dan bersyukur tidak ada orang lagi disana.
Saat mengambil tas dan memasukkan barang-barangnya. Ia terkejut sekali melihat pergerakan disudut sana. Dan kotak pensilnya repleks jatuh. Rupanya masih ada satu orang. Dan kabar buruknya itu Juna. Sedang menelungkupkan kepala tengah menatapnya tajam. Yuna diam tak berkutik.
"Jangan berisik." Dan kepala itu memutar kembali menghadap tembok. Tidur.
"I ...iya..." Jawabnya sangat kecil nyaris seperti bisikan. Walau diabaikan, tapi ia tetap harus menjawab. Belajar dari pengalaman.
Beruntung, cowok itu tidak menghampirinya dan melakukan hal-hal buruk. Sepertinya ia sedang malas, baguslah. Bila perlu selamanya dia seperti itu.
Bergegas cepat tanpa menimbulkan suara, Yuna memasukkan kotak pensilnya dan buku-buku. Ia pelan-pelan keluar kelas. Dan menghela napas lega setelah agak jauh dari sekolah.
***
3 November 2019
Hai, aku membawa cerita baru diantara ceritaku yang banyak belum selesai 😅.Semoga kalian suka 😊
Tinggalkan jejak ya 😉
Oh ya di fizzo aku juga ada cerita mirip2 kayak gini judulnya Black Sugar bercerita tentang karma agak dark juga sih tapi nyangkut kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
General FictionWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...