"kesini." Panggil Juna.
Yuna menoleh kanan-kiri.
"Ya, lo bego. Cepetan."
Yuna cepat-cepat menghampiri.
"Kerjain. Pokoknya setelah gue balik nih tugas sama pr harus selesai."
Yuna menerima lemparan buku-buku tulis.
Begitu Juna pergi, Yuna lantas mengerjakan seluruh tugas yang diberikan Juna.
Yuna melirik ke arah jam dinding yang ada didepan kelas. Sebentar lagi jam istirahat akan habis. Ia belum sarapan. Ia cepat-cepat menyelesaikannya.
Tubuhnya menegang melihat Calista masuk beserta rombongannya.
"Ngapain lo duduk di tempat calon cowok gue?"
"Udah membangkang nih." Clara menatapnya tajam.
"Dia mau rebut gebetan lo kayaknya Cal." Kata Kaina.
Yuna menggeleng.
"Terus ngapain lo?" Telunjuk Calista menekan keras sisi kepala Yuna. Mendorongnya kasar.
"Di--di suruh ngerjain."
Calista melirik sedikit, "Oh, harus bener. Awas lo nulis asal-asal."
Dan beruntungnya keempat gadis itu membiarkan dirinya. Yuna menghela napas lega.
Ia menyimpan buku-buku tulis Juna di samping meja. Ia mengambil bekal. Dan bergegas cepat keluar. Namun, saat hendak keluar. Ia melihat Clara berbisik di telinga Calista sambil menatap dirinya.
***
Tepat bel berdering, Yuna masuk ke kelas. Dan kelas heboh begitu ia masuk terutama rombongan Juna dan Calista.
"Datang juga nih biang onar." Teriak Clara.
Sontak seluruh pandangan mata menatapnya. Sedangkan Yuna yang baru sampai didepan kelas memandang bingung. Terutama Juna melihatnya seperti orang dendam puluhan tahun. Tatapan laki-laki itu begitu tajam menghujam dan murka. Nampak dari bibir yang terkatup rapat.
"Sini lo." Ujar Juna. Matanya menghunus bengis.
Yuna mendekat takut-takut. Berdiri agak jauh dari tempat Juna berdiri.
Juna melempar bukunya ke wajah Yuna. Cukup keras. Membuat Yuna menggigit bibir menahan ringisan. Kertas berhamburan dari buku itu dan jatuh melayang ke lantai.
Suasana sekejap senyap. Beberapa orang menunggu adegan selanjutnya, beberapa yang lain sibuk dengan urusan masing-masing.
"Lo sengaja?" Suara Juna terdengar dingin. Diikuti langkah laki-laki itu yang mendekat.
Yuna diam. Pasalnya ia bingung apa yang dibicarakan Juna. Ia hanya menunduk. Dengan pikiran kusut dan bertanya-tanya apakah dia membuat kesalahan sebelum ini?
Jemari Juna yang besar dan kokoh mencengkeram rahangnya kuat. Mendongakkan dagunya kasar.
"Punya mulut itu dijawab?!"
Yuna hampir jatuh akibat sentakan kuat di rahangnya. Tapi ia masih bertahan berdiri hanya terdorong beberapa langkah. Jantungnya bergemuruh. Rasa takut mendominasinya apalagi Juna yang kembali mendekat.
"Jawab!"
"A---a--aku tidak tau apa maksudmu."
"Oh, nggak ngerti?" Juna memperlihatkan buku tulisnya yang isinya sudah acak-acakan dan dirobek.
"Istirahat tadi gue bilang apa?"
"Kerjain tugas."
"Kenapa buku gue jadi gini? Lo sengaja robek buku gue supaya gue dihukum dan lo balas dendam karena sering gue bully?"
Yuna menggeleng cepat.
"Udah berani ya."
"Sumpah bukan aku, Juna. Tadi sudah ku kerjain. Dan ku simpan di atas meja."
"Jadi ini orang lain? Maksudmu murid kelas ini yang lakuin? Siapa?"
Yuna diam.
"Jangan lempar kesalahan ke orang lain deh. Palingan dia bo'ong." Celetuk Iza.
"Kalau bohong tambah susah hukumannya."
"Beneran bukan aku." Yuna memelas.
"Jadi siapa yang merobek?"
Yuna melirik Calista dan Clara. Kedua gadis itu langsung mendelik sinis ke arahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Semua orang tidak peduli, justru menunggu penderitaan yang akan di mulai sebentar lagi.
"Kenapa diam? Lo beneran bohong."
"Ampun, Juna. Bukan aku."
"Masih keras kepala." Clara mencibir seraya memainkan rambutnya.
"Kemari Yuna." Suara Juna terdengar rendah dan mengancam.
Yuna menggelengkan kepalanya. Matanya memerah hampir menangis. Satu-satunya keajaiban semoga ibu guru cepat tiba.
"Atau gue yang kesana, lo habis di tangan gue."
"Beneran bukan aku Juna."
Juna berjalan cepat. Dan kejadian seperti kilat. Tau-tau, Yuna sudah jatuh terkapar. Pipinya berdenyut nyeri akibat pukulan dari kepal tangan Juna menghantam pipinya. Belum sempat meredakan sakit. Rambutnya di tarik ke atas dengan kepala terdongak.
Wajah Juna sangat dekat dan matanya menangkap tinju Juna yang akan mendarat di pipinya lagi. Ia memejamkan mata pasrah. Namun, Tuhan masih sayang padanya. Ada teriakan.
"Woi, ada ibu."
Juna melepasnya. Amarah laki-laki itu belum reda.
Ia perlahan bangkit. Berjalan tertatih menuju bangkunya.
Ibu guru masuk. Mengabsen murid. Lalu menanyakan tugas.
"Juna dimana pr mu?"
Juna diam. Matanya menatap Yuna geram. Yuna yang ditatap, menundukkan kepala semakin ke bawah.
"Lupa." Jawab Juna singkat.
"Berdiri di depan kelas sampai pelajaran ibu berakhir. Dan resume bab 3 dan bab 4, berikut soalnya kerjakan. Besok ibu tunggu."
Juna berdecak kesal.
"Ayo, kenapa masih duduk?"
Juna menyentak kursinya ke belakang menimbulkan suara decitan keras. Dengan wajah kesal bercampur datar, ia berdiri di depan kelas.
Dan Yuna melafalkan doa terus didalam hatinya. Semoga ia selamat pas pulang nanti.
***
7 November 2019
Vote dan komen 😊Oh ya di fizzo aku juga ada cerita mirip2 kayak gini judulnya Black Sugar bercerita tentang karma agak dark juga sih tapi nyangkut kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga tahun [End]
Aktuelle LiteraturWaktu memang adalah hal menakutkan di dunia ini. Tak memandang pangkat, derajat, kekayaan, dan status. Ia akan terus berjalan. Tanpa diminta atau bisa dihentikan. Dan manusia pun bisa berubah karenanya. Sebelum tiga tahun dan setelah tiga tahun. Buk...