"Lo kenapa?" sapa Zhiro memandangi Lidya. "Wajah lo semakin pucat, lo enggak makan?"
Lidya hanya menyunggingkan senyumnya sambil memandang ke depannya. Ia menoleh dan mata mereka bertemu dalam satu garis lurus. "Bagaimana bisa gue makan padahal gue udah muak? Muak dengan dunia dan isinya. Dan gimana bisa lo bertanya kondisi gue jika lo sendiri yang memperburuk kondisi gue?" terdengar sebuah pertanyaan ketus. Lidya meluapkan segala kesedihannya.
"Dan satu lagi," ujar Lidya menggantung. Mata mereka tidak lepas sedikitpun, Lidya sangatlah merindukan hal ini, tatapan sendu itu masih saja membuatnya merasa nyaman walaupun dalam dunia khayal.
"Lo di mana? Ternyata lo di sini. Kenapa lo harus peduli sama gue? Bukannya lo udah punya tunangan, kembali dan sadar dari dunia khayal lo jika memang ini wujud dari lo. Jika lo hanya jin yang mengubah bentuk, maka enyahlah dari mimpi gue! Satu lagi, mau siapapun lo. Gue sebentar lagi bakalan tiada dan lo gak bakal bisa sebebas ini lagi masuk ke dalam dunia khayal gue!"
***
Ia terbangun, ia merasakan titik-titik air matanya mengalir dari dua pasang matanya. "Kakak kenapa?"
Lidya semakin sadar jika ia telah berada di dunia nyata. Ia memegangi kepalanya, terasa sakit baginya. Ia meronta dan mengacak rambutnya sendiri.
"Ada apa kak?" tanya Aluna sangat khawatir, Lidya tidak menjawab sedikitpun dan membiarkan dirinya terbawa emosi.
Ia menangis sampai rasanya cukup baginya. Cukup untuk meluapkan kekecewaan, rindu, dan segalanya yang telah ia pendam selama ini.
"Aku baik-baik aja," lirih Lidya sambil tersenyum. Ia mengambil sisir dan merapikan kembali rambutnya.
Ia memutuskan untuk menyegarkan tubuhnya, mungkin saja pikirannya akan semakin membaik.
Telah lima belas menit waktu dilewatkan, benar saja ia merasa sangat segar kini. Hanya kini, tidak menjamin untuk nanti.
"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Aluna meragu.
"Sudah ku bilang aku baik-baik saja. Kau...." Lidya langsung menolehkan matanya ke alarm kecilnya. "Kau kenapa masih ada di sini? Sebentar bagi bel masuk sekolahmu."
"Aku meliburkan diri. Ayolah kak hanya sehari, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu lebih lama," gumam Aluna menyusun pembelaan terhadap dirinya sendiri.
"Apa urusanku? Persiapkan barang untukmu sekolah dan aku yang akan mengantarkanmu! Tanpa penolakan," sergah Lidya. Aluna memanyunkan bibirnya.
Lidya menoleh mengambil jaket The~D. Warna abu-abu, sebagai ciri khas keluarga Groye. Tetapi kini dia sadar, jika hidupnya telah sering mengabu. "Aku tunggu kau di bawah dan jangan pernah mencoba untuk kabur! Atau kau tidak akan lagi bisa bertemu denganku."
"Kau mau ke mana?" tegur Oxy di sisi tangga yang lain di belakang Lidya.
"Mengantar adikmu. Ia tidak ingin sekolah, jika aku tidak memaksa," jawab Lidya santai lalu mengambil dua helm yang sengaja diletakkan di bawah meja ruang tamu.
"Ayo Kak!" ajak Aluna setelah membuat Lidya menunggu beberapa menit. Mata Aluna menatap kehadiran kakaknya sebentar, lalu akhirnya mengalihkan pandangannya guna menghindari rentetan pertanyaan yang akhirnya akan membuatnya merasa pusing.
"Kau benar-benar pulih?" tanya Oxy memastikan. Lidya tidak menjawab apapun, Lidya melambaikan tangan kecil kepada Oxy. Ia dan Aluna keluar dan berangkat menggunakan motornya.
***
Setelah selesai mengantar Aluna, pekerjaannya tidak membuatnya tergoda untuk menyelesaikan. Dia memutuskan untuk pulang, hampir seluruh semangatnya meluruh dan luntur dari dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Fiksi RemajaBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...