3 Tahun yang Lalu (5)

23.9K 1.6K 25
                                    

Setelah lima hari lewat. Yuna memberanikan dirinya sekolah. Semester satu akan habis dua bulan lagi. Terlalu sayang untuk mengurung diri dan menangis untuk Juna brengsek.

Setelah semester satu, lalu sementer dua. Dan ia akan menghadapi UN. Sebentar lagi, ia akan lulus dan penderitaannya akan berakhir. Tahan. Hanya untuk orang tuanya. Demi harapan keluarganya. Ia harus menahan semua siksaan ini. Tak lama lagi, Yuna. Ini akan berakhir. Kau tidak perlu lagi bertemu mereka.

Saat memasuki kelas, beberapa orang menghentikan aktivitas mereka sekedar menatap dirinya lalu berdecih. Mungkin sebal kenapa dirinya tidak keluar saja dari sekolah ini. Juna hanya melihatnya sekilas. Sedangkan romongan Calista menganggapnya tak ada. Itu bagus.

Mungkin hari ini akan tenteram, semoga.

***

Dua bulan berlalu. Hidupnya benar-benar tenang. Tidak ada yang menjahilinya. Rombongan Calista seakan bosan padanya, memilih menganggapnya tak ada. Juna pun lebih suka menghiraukan, tapi mereka jarang berpapasan selain di kelas. Ia sangat mensyukuri. Tapi, terlepas dari itu, ada dendam dan sakit hati. Tapi, itu nanti. Ada yang lebih penting dari itu. Rapot semester satu sudah di tangan.

Tinggal beberapa bulan lagi akan UN. Dan ia akan pergi dari kelas ini. Sekolah ini. Dan dari mereka semua.

Namun, memasuki semester dua di bulan ke dua. Ia merasakan kejanggalan di tubuhnya. Ibunya juga sering mengatakan dia agak gendutan. Adiknya Dafa sering sindir nafsu makannya yang meningkat. Lingkar perutnya membesar. Pinggangnya agak lebar.

Dan ia baru sadar, selama tiga bulan, masa haid itu tidak datang padanya. Yuna ditimpa kecemasan. Berbekal dugaan, ia membeli testpack. Pengecek kehamilan. Dan dunianya runtuh seketika melihat dua garis positif disana.

Sudah tiga bulan, jika terhitung dari kejadian sialan itu. Bagaimana ia bisa tidak sadar? Lalu sekarang harus bagaimana? Haruskah ia menggugurkannya dengan kondisi kandungan sebesar ini? Tapi, ia takut. Minun jamu risiko ketahuan ibunya. Ke dokter, tidak ada uang sebanyak itu. Ke dukun? Tapi, nanti pendarahan bagaimana? Belum jika ia kehabisan darah, mungkin akan mati. Kenapa tidak sekalian bunuh diri saja?

***

Hari senin, selepas upacara. Di jam pertama. Guru tengah menerangkan pelajaran di papan tulis. Juna asik bercanda dengan teman sebangkunya Leo. Ia tertawa karena guyonan receh temannya. Dan mereka terus berbincang sembunyi-sembunyi tanpa ketahuan.

Juna menghentikan tawa. Ia merasa diperhatikan lalu kepalanya menoleh ke penjuru kelas. Dan menemukan tatapan Yuna yang mengarah padanya. Dia menatap tajam, memberi isyarat untuk tidak mengganggunya. Tapi, pandangan Yuna yang kosong lalu kembali menatap ke depan tak ayal membuatnya penasaran. Tumben gadis itu tidak menundukkan kepalanya karena takut. Malah cenderung biasa, dan hari ini wajah wanita itu lebih murung dari biasanya. Ah, seperti dia perhatian saja. Mau mati juga bukan urusannya.

Tangan Yuna sibuk menulis di kertas. Menggores abstrak sisi kertas. Mengambar garis-garis kacau. Dan membuat kertasnya penuh akan coretan. Namun diantara coretan itu, beberapa kata terlihat jelas dan tajam. Ujung pena itu seakan menembus kertas. Menekan penuh emosi. Kata-katanya adalah MATI. MATI. MATI. BENCI.

***

Dan Yuna berakhir disini. Menatap langit biru dengan awan-awan putih bergerak lambat. Dibawahnya arus deras sungai memasuki pasang. Tangannya berpegangan pada jembatan.

Tasnya ia taruh di pembatas jembatan. Matanya menatap kosong. Dengan seragam putih abu-abu melekat padanya. Hari menjelang sore. Bel pulang sekolah sudah berdering tiga jam yang lalu. Bukannya di rumah. Ia malah berakhir di sini. Di jembatan lama penghubung kota madya dan kecamatan. Di sekelilingnya sepi.

Dan itu adalah pertandanya. Kakinya menaiki trali pembatas. Tangannya berpegangan erat. Matanya menunduk ke arah sungai di bawahnya.

Jika ia jatuh, mungkin ia akan tenggelam. Ia kehabisan napas didalam sana. Lalu paru-parunya dimasuki air dan berakhir mati. Bagus. Sepertinya kesakitan itu tidak akan lama.

Tangannya siap melepas.

"Kakak."

Yuna terdiam.

***
9 November 2019
Vote dan komen 😉

Oh ya di fizzo aku juga ada cerita mirip2 kayak gini judulnya Black Sugar bercerita tentang karma agak dark juga sih tapi nyangkut kehidupan.

Tiga tahun [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang