Welcome and happy reading!
I hope you enjoy it.⛅
"Mama, aku takut. Disini dingin dan gelap," ucap Airis pelan. Tubuhnya menggigil karena ia keluar tanpa memakai jaket. Hanya piyama pendek warna pink dengan motif kepala kucing. Sandal yang ia pakai pun bukan sandal yang tepat untuk berpergian melainkan sandal jepit biasa.
"Sudah, kamu ikut mama, ya. Jangan takut." Sang ibu mendekap erat tubuh mungil putri semata wayangnya. Berharap, kehangatan tersalurkan pada putri kecilnya.
"Aku mau pulang." Airis mengeratkan tangan di leher mamanya, berharap dengan begini mereka akan pulang, kembali ke tempat tinggal mereka.
Airis dan mamanya sampai di jalan raya, mereka hendak menyeberang. Menghampiri mobil hitam yang tengah menunggu di seberang sana.
Keduanya masuk ke mobil yang bagi Airis sangat asing itu. Hingga mobil telah berjalan jauh pun Airis tetap merengek ingin pulang. Tapi Risa-mamanya-tidak membalas dengan apa yang Airis harapkan, dia terus menekankan kata, "Airis sayang mama, kan? Maka dari itu Airis harus nurut sama mama."
Airis memutuskan untuk diam. Kelopak matanya tak bisa ia kendalikan lagi, ia mengantuk. Sampai goncangan di mobil ini sangat terasa bagi Airis. Dia melihat ke arah sang mama. Rupanya Risa tengah tertidur pulas. Airis menggeleng sekali, mungkin goncangan tadi hanya mimpi buruknya.
"Airis, Om boleh minta tolong?" kata seorang pria dewasa yang mengemudikan mobil.
Sebelum Airis jawab, mobil sudah ia hentikan di tempat peristirahatan. Dia ingin menolak tapi tatapan pria itu terlihat tidak bersahabat. Airis terpaksa mengiyakan.
"Enggak usah bangunin mamanya, kasihan lagi capek," kata pria dewasa tadi ketika melihat tangan Airis hendak menggapai lengan Risa.
Airis menurut, keluar dari mobil dan mengikuti langkah pria itu ke luar mobil. Pria itu mengajaknya untuk duduk di kantin tempat ini kemudian membelikannya susu kemasan dan beberapa makanan ringan.
Setelah itu pria itu beranjak, "Airis jangan kemana-mana, ya. Om mau ke toilet sebentar."
Airis mengangguk lalu tersenyum. Beberapa menit kemudian, Airis tidak melihat kedatangan pria tadi, Airis berlari untuk menghampiri mobil yang membawanya ke tempat ini. Mungkin mamanya sudah bangun, jadi ia bisa ajak mamanya makan sekalian, pikirnya.
Tapi sayang, mobil hitam itu sudah menghilang dari tempatnya. Dilihatnya ke arah kanan, ternyata mobil itu sudah melaju meninggalkannya.
Airis langsung berjongkok memeluk lutut. Dia menangis. Dia yang masih seorang anak berumur lima tahun, bisa apa?
"Hiks, hiks." Isakan kecil yang keluar dari mulutnya tak kunjung berhenti sejak mobil hitam yang membawa sang mama meninggalkannya.
Dia kembali ke kantin tadi, berharap ada orang baik yang mau membawanya pulang. Airis duduk memeluk lutut lagi, dingin sekaligus takut. Pengunjung tempat ini perlahan semakin sedikit.
"Mama, aku takut. Mama ada dimana?"
Dia hanya inginkan kembali ke rumah dan mengatakan pada papanya bahwa mamanya dibawa oleh orang asing. Tetapi, dia tidak tahu arah jalan pulang.
"Hei!"
Si gadis kecil mengabaikan panggilan itu. Dia tidak tahu kata 'hei' tadi ditujukan pada siapa. Dia takut hanya untuk mendongak melihat siapa orang yang menyapanya. Lagipula ini sudah malam sekali.
"Hei, kamu yang disana!" kata seseorang lagi dari dalam mobil silver yang tengah berhenti di parkiran dekat kantin. Gadis kecil itu tidak mendengarnya karena terlalu takut.
Dia menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya yang sudah berpangku pada lututnya.
"Kamu tersesat? Kayak kucing aja, tersesat," ujar lelaki kecil yang sudah berjongkok di hadapannya. Sedangkan gadis kecil itu sendiri tak kunjung berhenti menangis.
"Hei, jangan nangis," ucapnya lagi.
"Kamu itu makin terlihat kayak kucing tersesat!" serunya tapi gadis itu masih tidak berkutik. "Kalau kamu nangis aku akan panggil jerapah besar untuk memakanmu!" lanjutnya tegas.
Airis terkejut kemudian mendongak dan segera menghapus air matanya. Dia tersenyum ke arah lelaki kecil itu. "Aku nggak nangis, kok."
⛅
"Mulai sekarang kamu tinggal di rumahku. Tapi kata Ayah, kamu disini cuma sementara."
Airis bergeming, masih menatap kagum ke sekeliling. Rumah yang lumayan besar dengan dua lantai.
Sebenarnya rumahnya sendiri pun tidak kalah besar, tapi yang membedakan adalah ornamen di setiap sudut rumah ini. Rumah ini memiliki keunikan tersendiri, seperti sebuah lukisan abstrak yang tergantung di ruang tamu dan robot kecil yang berdiri tegak di atas nakas. Tidak lupa dengan sebuah sketsa rumah minimalis yang sepertinya di desain khusus.
"Oh iya, aku belum tahu namamu," ucap lelaki kecil itu sambil menatap Airis.
Airis balas menatap, "Ayah sering memanggilku Iris dan mama memanggilku Riris."
Lelaki itu memegang dagunya, tampak berpikir. "Kalau nama lengkapmu?"
"Raya-"
Belum menyelesaikan kalimatnya, lelaki kecil itu sudah memotongnya cepat. "Kalau gitu, aku panggil kamu, Raya."
Airis tersenyum lebar, sedari dulu ia ingin ada yang memanggilnya dengan nama depan. Dan sekarang, keinginannya terwujud lewat lelaki yang menemukannya.
"Kalau gitu, siapa namamu?" tanya Airis penasaran.
"Aku? Aku kura-kura yang dikirim Tuhan untuk menjagamu." Laki-laki kecil itu menunjukkan deretan gigi putihnya hingga netranya menyipit.
Airis menelengkan kepala, dia tidak mengerti. Kura-kura? Bukankah lelaki itu seorang anak manusia? Jika kura-kura, yang mungkinkah lelaki itu adalah siluman kura-kura?
"Aku cuma bercanda, kok." Lelaki itu tertawa renyah. "Kamu bisa panggil aku Angkasa karena aku suka panggilan itu."
"Mulai sekarang, aku Angkasa dan kamu Raya. Kita, Angkasa Raya."
Airis terkekeh tapi setelah mendengar kalimat selanjutnya yang Angkasa lontarkan, senyumnya memudar.
"Cukup sampai di sini pertemuan ini, aku harus pergi."
"Kamu mau kemana?"
"Ayah bilang, aku tidak boleh mengatakan hal itu pada orang lain. Rahasia negara." Lagi-lagi Angkasa menunjukkan deretan giginya.
Airis berdecak. Angkasa itu seumuran dengannya, kenapa malah main rahasia-rahasiaan? Rahasia negara pula.
"Ehehe, kita akan bertemu lima tahun lagi. Janji."
"Lima tahun," gumam Airis. Ia menunduk, menatap ubin yang ia pijak.
Angkasa seenaknya mengatakan lima tahun lagi. Tidak tahu apa, lima tahun bukan waktu yang sebentar. Segala hal yang tak terduga bisa terjadi dalam waktu yang lama itu. Airis tidak mau jika kemungkinan Angkasa akan melupakannya.
Baru saja ia punya teman tapi Tuhan sepertinya tak suka. Teman Airis yang kali ini pun akan pergi meninggalkannya.
"Sampai berjumpa lagi, Rayaku."
⛅
Hawo, selamat datang di cerita baruku. Semoga cinta dengan karyaku yang satu ini.
Baca aja dulu, vote dan komen jangan lupakan.
Kalau suka sama penulisnya, boleh dong difollow akun wattpadnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa dan Raya✔
Teen FictionPada hari di mana seharusnya Airis berjumpa dengan Angkasa, ia malah mendapatkan beberapa kiriman berupa surat dan kotak kado. Angkasa mengingkari janjinya. Namun beberapa hari setelahnya, Angkasa datang padanya. Ada yang sedikit berbeda dengan Angk...