Peristiwa di Depan Gerbang

29 6 5
                                    

Senin Pagi nampak mendung. Arum membuka pintu mobil setelah keningnya dikecup Ratna. Ia mundur beberapa langkah kemudian menutup pintu mobil dan sedikit membungkukkan badan untuk melambai pada Ratna melalui kaca mobil yang masih terbuka. Wanita itu balas melambai dengan senyum hangat yang masih terukir sejak tadi.

"Mama pamit ya, Sayang! Bahan masakan udah lengkap di kulkas, uang cadangan udah mamah taruh di laci kamar kamu. Jangan malas makan dan minum vitamin! Kalau ada apa-apa langsung telpon mama. Paham?"

"Iyaa iyaa paham. Udah khatam malah," Gadis yang diberi wejangan hanya menyahut dengan malas. Karena wejangan itu sudah berkali-kali dilontarkan Ratna sejak subuh tadi.

"Pintar. Yaudah, daaahh!"

Arum tersenyum getir menatap mobil yang mulai menjauh. Hari ini Ia harus merelakan kepergian mamanya ke Kota Kembang selama beberapa hari ke depan. Dan Ia harus kembali mempersiapkan diri untuk perpisahannya dengan Kafie besok.

Tiiiiiinnn!
Suara klakson motor membuat gadis itu terlonjak kaget.

"PAGI YAYANG!" Dan suara lelaki keriting itu membuatnya lebih kaget lagi. Ia menarik perhatian siswa yang ada di sekitarnya. Fokus mereka kini tertuju pada Arum dan dirinya.

"Eh.. Kaget ya? Maaf hehe," Si Keriting memberhentikan motornya di samping Arum.

"Iya gapapa," Arum berusaha mengukir senyum. Ia mulai risih dengan mata-mata yang melucutinya. "Aku duluan ya, Dim." Gagal menghindar. Dimdim berhasil mencekal tangan gadis itu.

"Buru-buru amat, Yang." Panggilan itu membuat Arum bergidik ngeri. Sepertinya pagi ini Ia harus kembali pasrah dengan tindakan Dimdim yang selalu membuat heboh warga sekolah.

"Kita harus buru-buru ke lapangan buat persiapan upacara," Arum berusaha melepaskan cekalan tangannya. Namun cekalan Si Kriting terlalu kuat.

"Santuy, Yang! Hari ini Aa Dimdim yang jadi Pemimpin Upacara," Ia tersenyum miring dan melepaskan cekalannya untuk menepuk-nepuk dadanya bangga. "Upacara bendera gak akan dimulai kalau Aa belum dateng," Cengiran khasnya terukir. Giginya yang kuning membuat Arum semakin ngeri.

"Ada perlu apa, Dim?" Arum ingin segera mengakhirinya. Sebaliknya, Si Kriting malah ingin situasi ini berlangsung lama.

"Nganu loh, Yang. Emh.. apa ya?" Ia mengetuk-ngetuk pelan dagunya sambil memperhatikan Arum yang menunduk. "Eh jangan takut gitu dong. Kali ini Aa Dimdim janji gak akan buat Yayang Arum malu kayak sebelum-sebelumnya,"

Apa katanya? Ini saja sudah cukup memalukan bagi Arum!
Namun gadis itu diam saja. Ia hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan Dimdim kali ini.

"Ayok naek! Biar orang-orang ngiranya kita berangkat bareng gituh,"
Mata Arum terbelalak.

"Huh?" Arum bingung harus merespon seperti apa. Ini akan sangat mengundang perhatian banyak orang dan membuatnya malu. Namun Ia tidak terbiasa menolak permintaan orang lain.

"Ayo cepetan. Tadi katanya harus buru-buru ke lapangan?" Dimdim menunjukkan smirk mengerikan sekaligus menjijikkan.

"Euh.. hm. A-aku.." Arum sangat gugup, keringat dingin mulai bercucuran.

"Jangan kebanyakan mikir, Yayangkuu. Nanti kita telat loh," Suara Dimdim terdengar horror di telinga Arum.

"Tapi, Dim. A-aku.." Ia tidak enak jika harus menolak Dimdim. Bagaimana pun, Dimdim yang menolongnya saat pingsan waktu itu.

"Aku apa Yayang? Ayo kita cus-"

"WOY! Ngapain lo?!" Suara itu berhasil membuat Dimdim terbelalak dan segera tancap gas.

Arum menghela napas  dan tersenyum lega.

Penyelamatnya datang.

Sang Penyelamat menghampirinya dengan terburu-buru.
"Anak kelas jadi petugas upacara hari ini. Tadi setelah parkirin motor, Kafie langsung ke lapangan soalnya jadi Tura. Maaf ya, harusnya Kafie nunggu kamu dulu di sini. Kamu jadi digangguin sama Dimdim,"

Gadis itu tak merespon. Hanya memperhatikan raut panik lelaki dihadapannya.

"Kamu gapapa, kan?" Senyum Arum kembali terukir. Ia merasa hangat ketika melihat Kafie mencemaskannya seperti ini.

"Aku baik-baik aja. Makasih ya," Ketegangan di wajah Kafie mencair.

"Yaudah yuk masuk. Yang lain udah mulai baris," Ia merangkul pinggang ramping Arum untuk memberinya rasa aman. Dan ya, Arum tak lagi mencemaskan mata-mata yang melucutinya sekarang.
Kafie bersamanya. Tak ada yang perlu Ia takutkan lagi.

Mereka kembali terlihat dekat seperti sebelumnya. Para Pemburu Berita sontak kebingungan dan mulai mengeluarkan statement-statement baru yang akan didiskusikan bersama kelompoknya sebelum dijadikan hot news.

Fokus mereka terbagi tatkala seorang pria berhoodie hitam yang berdiri tak jauh dari TKP membuka kupluknya dan menatap datar sepasang 'sahabat' yang sedang asyik mengobrol itu. Ia berjalan santai dengan jarak sekitar lima meter di belakang mereka yang seolah memiliki dunia berdua.

Ini jelas santapan lezat bagi para wartawan dadakan.

Hmm, menarik juga.
Tapi ini cinta segitiga apa segiempat yaaa????!?!?!?!?!?!!!( '-')>
Coba mana #TimKafie →
Atau #TimMuizz →
Kalau #TimAuthor ???? Ada ga?;)))

WarmthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang