Terasa sangat dingin di dalam kuil.
Aku khawatir dengan syarat tak
boleh makan dan minum, namun
aku merasa percaya diri kami bisa
bertahan untuk malam ini.
Bangunan itu sendiri sudah amat
tua dan banyak celah-celah di
dinding dimana papan-papan kayu
bertemu. Kuil juga amat kecil.
Karena masih siang, aku masih
dapat melihat wajah Takumi dan
Shoji lewat cahaya yang masuk
melalui celah-celah di dinding
kayu. Ini pertama kalinya kami
tidak saling berbicara meskipun
kami berada sangat dekat satu
sama lain.
Aku mengangguk untuk
mengatakan, “Segalanya akan baik-
baik saja.” Dan mereka
mengangguk balik.
Setelah beberapa lama, kami
berhenti saling menatap satu sama
lain dan berakhir saling
membelakangi. Frustasi pada
kenyataan kami tak boleh saling
berbicara, waktu berjalan sangat
lambat. Kami tak mengetahui
berapa lama kami di sini atau jam
berapa sekarang. Yang dapat kami
lakukan hanya duduk di sini dan
menunggu dalam kebingungan.
Kami serasa menunggu sangat
lama, namun masih terang di luar
sana. Takumi mulai mengeluarkan
suara. Heran dengan apa yang ia
lakukan, aku menoleh untuk
menyuruhnya diam. Ternyata ia
memegang sebuah pena dan
menghadapkan seutas kertas ke
arah kami.
Ia tak mengindahkan apa yang
dikatakan sang biksu dan
membawa pena ke dalam. Kertas
yang ia tunjukkan kepada kami
adalah bungkus permen karet.
Mungkin benda itu ada di sakunya
selama ini.
Apa yang kau lakukan?
Aku memikirkannya beberapa saat.
Biksu itu memang hanya melarang
kami berbicara, bukan menulis, jadi
sepertinya ini tak ada salahnya.
Bagaimanapun aku merasa lega
KAMU SEDANG MEMBACA
RESORT
HorrorProlog Kisah ini bercerita tentang tiga sahabat bernama Takumi, Shoji, dan Yuuki (sang narator). Mereka memutuskan untuk bekerja selama liburan musim panas di sebuah penginapan terpencil. Mereka menduga Makiko, sang pemilik penginapan menyembunyik...