(31)

3.1K 345 53
                                    

"Kalian berdua kenapa?" Tanya Kak Vanya menatap gue sama Juna bergantian, nggak cuma Kak Vanya, bahkan semua orang yang ada di meja makan sekarang ikut memperhatikan gue sama Juna nggak karuan, entah apa yang ada dalam pikiran mereka sekarang.

"Jangan banyak tanya bisakan?" Juna membalas tatapan Kakaknya dengan tatapan kesal, melihat raut wajah Juna sekarang, Mama malah menyunggingkan senyuman, untuk sesaat gue baru sadar, sikap anehnya Juna turun termurun ternyata.

"Mama kenapa malah ikut-ikutan?" Juna protes ke Mamanya.

"Kalau kamu nggak mau Mama ketawain, bersihin dulu itu sisa lipstik yang ada di bibir kamu." Dan gue langsung batuk parah, Juna juga langsung gelagapan parah, suasananya makin nggak karuan sekarang.

"Minum minum." Juna ngambilin gue minum dan saat mata kita berdua bertatapan, gue nggak bisa nggak kelabakan.

"Sini." Gue memegang dagu Juna dan langsung gue bersihin cepat, bener-bener ya, belum juga makan tapi gue udah kenyang duluan.

"Lain kali kalau kalian mau_"

"Ma!" Kali ini gue yang menatap Mama memohon, jangan di terusin Ma, muka gue udah nggak tahu mau dibawa kemana soalnya.

"Heum heum, jadi ada apa Mama mau kita semua kumpul disini?" Mas Zian ngubah topik pembicaraan, canggung memang tapi gue bersyukur.

Walaupun suasananya perlahan membaik tapi yang gue sadar, Mas Zian masih menatap gue sesekali, nggak jarang pandangan kita berdua bertemu dan berusaha keras gue abaikan, bukannya apa, gue nggak mau Julia salah paham dan yang terpenting, gue nggak mau Juna salah paham.

Gue nggak bisa bilang kalau gue udah jatuh cinta sama Juna tapi gue kembali mengingat ucapan gue sendiri, gue akan mencoba menghargai Juna selayaknya seorang suami dan gue yakin nggak ada suami yang suka kalau istrinya masih memikirkan laki-laki lain.

"Jadi sebenernya tujuan Mama minta kalian semua kumpul, kitakan udah mengadakan resepsi untuk pernikahan Zian sama Julia tapi Mama rasa orang-orang masih banyak yang salah paham."

"Salah paham apanya Ma? Maksud Mama gimana?"

"Pas resepsi kemarin masih banyak yang mikir kalau itu adalah resepsi Zian sama Kirana yag sempat batal dan sebagian orang malah mikir kalau Kirana ditinggalkan, lebih disayangkan lagi, nggak ada yang tahu kalau Juna sama Kirana udah menikah." Lanjut Mama menjelskan.

Gue mendengarkan tapi belum berkomentar apapun, gue nggak membantah juga karena gue sendiri sadar dengan hal itu, omongan orang-orang sampai ke telinga gue, membicarakan banyak hal.

"Yaudah sih Ma, orang lain mau ngomong ya ngomong aja, nggak usah di ambil pusing, nanti kalau udah capek juga berhenti sendiri." Kak Vanya yang memang duduk disamping Juna langsung nimpuk kepalanya kasar.

"Kak." Gue yang kaget ngeliatnya, pasti sakit itu, dari suara hasil timpukannya aja udah bisa menjelaskan.

"Nggak papa Ran, Juna sesekali memang kudu dipukulin, biar dia sadar, biar otaknya nggak kelamaan tidur."

"Aku salah apalagi? Kakak kan yang ngajarin untuk nggak dengerin omongan orang lain yang nggak ada kontribusinya dalam hidup kita? Terus salahnya dimana?"

"Kamu tanya salahnya dimana? Salahnya di otak kamu, memang Kakak pernah ngomong kaya gitu tapi ini kasusnya udah beda, kamu mau Kirana terus di omongin orang lain? Tega ngeliat istri kamu jadi bahan omongan orang?"

"Kadang-kadang Kakak heran, gimana bisa Kirana setuju nikah sama kamu kalau kelakuan kamu kadang-kadang rada mengkhawatirkan begini? Umur nggak bisa nipu memang."

"Jangan bawa-bawa umur ya."

"Kalau udah mendesak, umur bukan masalah Kak, Kirana harusnya berterimakasih karena waktu itu ada Juna yang mau nikah dihari itu juga." Kali ini Julia yang angkat bicara, walaupun ucapannya bener tapi entah kenapa, hati gue sedikit terenyuh mendengarkan omongan kaya gini.

"Lo yang harusnya bersyukur karena Rana setuju untuk membatalkan pernikahannya sama Mas Zian, kalau nggak, nasib lo bakalan gimana?" Bukan Juna tapi Kak Vanya yang memberikan jawaban, tatapan kesalnya Julia terlihat sangat jelas.

"Kak! Aku cuma ngasih tahu kenyataan, Juna memang udah sangat baik karena mau berkorban sampai kaya gini jadi udah seharusnya Kirana nggak mempermasalahkan omongan orang lain." Gue sama sekali nggak bisa menyembunyikan senyum miris gue sekarang, gue memilih menunduk karena sadar diri, itu semua bener.

"Gue doain jodoh lo sama Mas gue bisa lama karena ngeliat kelakuan lo sekarang, jangankan gue, suami lo sendiri bakalan muak kayanya." Juna menunjuk Mas Zian dengan dagunya.

"Juna, kamu_"

"Kamu bisa diem nggak?" Mas Zian yang menengahi, masih gue tertunduk meresa bersalah, genggaman tangan Juna membuat pandangan gue teralih.

"Kamu tahu kalau aku nggak pernah mikir kaya gitu." Gumam Juna menatap gue lama.

"Kalau kalian semua mau berdebat, lebih baik kalian masuk ke kmar kalian masing-masing, Mama ngumpulin kalian disini untuk nyari solusi, bukan mau nambah masalah." Kita semua terdiam di tempat begitu Mama kembali mengeluarkan kata-katanya.

"Terus Mama mau gimana?" Mas Zian berbicara dengan nada jauh lebih tenang.

"Mama mau mengadakan resepsi pernikahan Juna sama Kirana dalam waktu dekat." Gue sama Juna saling tatap begitu Mama mengatakan rencananya, ini jelas bukan ide bagus menurut gue dan gue yakin Juna juga mikirin hal yang sama.

Kalau sampai pernikahan gue sama Juna ketahuan sama orang banyak, bukannya makin susah untuk gue sama Juna pisah, lagian Juna juga nggak mungkin setuju, gimana sama Dewi kalau Mama malah mikir rencana kaya gini?

"Ma! Aku rasa ini bukan ide bagus." Jawab gue nggak yakin, gue bukan nggak yakin sama pilihan gue sekarang tapi gue takut Mama kecewa dengan pilihan gue sekarang tapi bohong rasanya kalau Mama nggak akan ngerasa kecewa, dari tatapannya aja udah jelas kecewa begitu mendengarkan jawaban gue barusan.

"Loh kenapa Rana? Mama ngelakuin ini semua supaya nggak ada lagi orang yang salah paham sama kamu, Mama mau orang lain tahu kalau mau memang menantu Mama." Mama menatap gue meyakinkan, duh gue malah makin nggak enak hati.

"Dek, kamu mikirin Dewikan makanya ngomong kaya gitu?" Juna langsung bereaksi begitu mendengar nama Dewi disebut Kak Vanya, bahkan di depan Mama.

"Kak! Jangan nambah masalah bisakan?" Raut wajah Juna terlihat sedang berpikir keras, dari Juna yang nggak langsung memberikan jawaban aja gue udah nebak kalau dia kebingungan, gue nggak mau Juna nambah beban diri sendiri.

"Zian setuju Ma, memang lebih baik Juna sama Kirana ngadain resepsi, nggak baik juga kalau orang lain terus salah paham sama Kirana, aku nggak suka, aku sama Julia yang salah jadi udah sepatutnya aku sama Julia yang disalahkan bukan Kirana ataupun Juna." Pendapat Mas Zian yang cukup membuat gue tertegun.

"Mas! Kamu kenapa malah mikirin Kirana? Kalau orang lain tahu, kamu mau orang lain nyalahin kita?" Julia jelas menolak keras.

"Memang kita yang salah, kamu lupa?" Julia kehabisan kata.

"Ma! Kalau memang harus, aku mau orang lain tahu aku yang salah jadi aku yang ditinggalkan, Kirana berhak mendapatkan perlakuan terbaik." Lanjut Mas Zian yang membuat semua orang terdiam.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang