(32)

3.1K 350 53
                                    

"Jadi semuanya sepakat kalau kita ngadain resepsi pernikahan Juna sama Kirana dalam waktu dekatkan?" Mama memastikan sekali lagi.

Setelah ucapan Mas Zian tadi, gue masih menunggu respon yang lain, lebih tepatnya gue menunggu respon Juna tapi kayanya Juna nggak setuju, Mama udah nanya sekali lagi kaya gini aja, Juna masih belum berencana mengeluarkan sepatah katapun.

"Ma, kayanya lenih baik resepsinya jangan di adain dulu, kalau memang alasan Mama mau ngadain resepsinya cuma karena nggak mau aku di omongin orang lain, aku rasa kita semua nggak perlu terburu-buru, aku nggak ada masalah." Gue memberikan jawaban.

Menurut gue, ngadain resepsi sekarang dengan keadaan gue sama Juna yang belum ada kejelasan itu sama aja nambah masalah, gue nggak mau menempatkan Juna di posisi sulit lagi, Juna mungkin diam karena nggak bisa berkomentar banyak, dia nggak mungkin menjelaskan secara gamblang alasan dia menolak itu karena nggak mau nyakitin Dewi.

"Kamu nggak ada masalah, kami sekeluarga yang punya masalah Ran, Mama bener, nggak ada gunanya juga kita tunda resepsinya karena cepat atau lamabat, kalian bakalan ngadain resepsikan? Sekarang atau nanti nggak ada bedanya." Mas Zian masih sangat yakin dengan keputusannya.

"Kamu kenapa diam aja Jun? Nggak mau ngasih pendapat? Ini acara kamu lo yang lagi kita omongin bukan acaranya anak tetangga." Kak Vanya kembali nepuk lengan Juna cukup keras.

"Apa sih Kak? Sakit tahu nggak, lagian aku mau ngomong apa? Bukannya tadi aku udah ngasih jawaban tapi kalian juga punya pendapat sendirikan? Kalau memang kalian mau nanya pendapat ak, yaudah samain aja kaya Kirana, di tunda dulu lebih baik." Juna malah menatap gue setelah ucapannya.

Apa Juna juga melemparkan keputusannya di tangan gue sekarang tapi alasan Juna setuju dengan keputusan gue ya karena memang itu yang dia mau, gue pribadi juga nggak mau nambah ribet, akan lebih mudah ngadepin omongan tetangga ketimbang harus ngadepin omelan, ocehan bahkan makiannya Dewi nanti.

"Kalau memang sepakat menolak, Mama nggak akan maksa tapi Mama mau kalian bakalan pikirin dulu baik-baik, Mama harap keputusan kalian berdua akan berubah." Mama tetap memaksakan senyuman.

Sebenernya gue yakin semua anggota keluarga Juna sekarang tahu pasti alasan Juna menolak itu apa tapi mereka nggak mau berkomentar karena takut nggak enak sama gue, kalau udah gini jatuhnya serba salah, Juna nggak berani ngomong takut nyakitin gue, keluarganya juga sama, pada akhirnya gue sendiri yang ambil keputusan.

.

"Ran, boleh Mas bicara sama kamu sebentar?" Gue udah hafal dengan suaranya, berbalik menatap Mas Zian gue mengangguk setuju untuk bicara.

"Bentar ya Mas, dikit lagi." Mencuci tangan dan gue lap cepat, gue mengikuti langkah Mas Zian ke halaman belakang rumah untuk bicara, setelah pernikahan kita berdua batal, kayanya gue belum punya kesempatan untuk bicara berdua sama Mas Zian secara baik-baik.

"Kenapa Mas?" Tanya gue sedikit canggung tapi gue harus terbiasa, gimanapun Mas Zian tetap keluarga gue sekarang walaupun bukan sebagai seorang suami tapi dia udah jadi saudara laki-laki untuk gue.

"Mas belum punya kesempatan bicara berdua sama kamu, Mas belum minta maaf untuk semua sikap Mas, masih banyak hal yang Mas rasa belum Mas jelaskan dan lepaskan baik-baik sama kamu." Gue mengangguk pelan.

"Aku juga mikirin hal yang sama." Banyak hal yang belum gue jelaskan sama Mas Zian, gue memulai semuanya sama Mas Zian secara baik dan gue mau berakhir dengan baik pula, apa dan gimanapun keadaan kita berdua sekarang, Mas Zian pernah dan selalu punya tempat tersendiri di hati gue.

"Maaf karena Mas mengecewakan kamu, maaf karena Mas melanggar janji Mas untuk sellau ada disisi kamu, maaf karena Mas mengecewakan almarhumah Mama, maaf karena Mas ninggalin kamu sendirian gitu aja, Mas minta maaf untuk semuanya." Mas Zian tertunduk penuh rasa bersalah, melihat matanya yang mulai berkaca-kaca aja udah cukup membuat hati gue ikut terenyuh.

"Aku udah maafin Mas dan aku juga minta maaf, aku juga punya salah, aku yang memilih melepaskan genggaman tangan Mas, aku nggak nepatin janji aku jugakan? Maafin aku." Gue juga salah karena nggak bisa berjuang lebih, gue nggak bisa membantah ucapan Mama untuk membatalkan pernikahan, gue juga mengecewakan.

"Kamu nggak punya salah apapun, andai Mas nggak berbuat salah, keadaan kita mungkin akan sangat berbeda sekarang." Gue mengangguk setuju tapi yang udah lewat juga nggak perlu terus diingat.

"Tapi udah lewatkan Mas, aku udah maafin Mas jadi aku harap, kita berdua bisa memulai semuanya dari awal." Walaupun nggak bersama tapi gue akan terus mendoakan yang terbaik untuk Mas Zian.

"Mas juga akan selalu mendo'akan yang terbaik untuk kamu." Tanpa harus Mas Zian omongin, gue tahu.

"Aku tahu." Dari sikap Mas Zian hari ini gue juga bisa menilai, dengan dia membela dan terlihat sangat mementingkan kebaikan gue, Mas Zian beneran berusaha melakukan yang terbaik.

"Kalau tahu, apa kamu juga tahu alasan Mas setuju kamu menikah sama Juna waktu itu?" Gue terdiam untuk sesaat dan menatap Mas Zian nggak yakin.

"Memang alasannya apa?" Tanya gue balik, pas hari pernikahan, gue memang melepaskan tangan Mas Zian tapi tangan Juna nggak mungkin gue sambut gitu aja, Mas Zian yang menyarankan lebih tepatnya.

"Jujur, nggak pernah terbesit dalam pemikiran Mas untuk melepaskan kamu tapi kalau memang harus, Mas rasa Juna akan menjaga kamu jauh lebih baik dari Mas nantinya." Jawab Mas Zian memaksakan senyuman, gue juga melakukan hal yang sama.

"Mas juga sangat baik selama ini." Mas Zian sellau menjaga gue dengan snagat baik jadi jangan ngomong kaya gitu.

"Mas mungkin baik tapi bukannya Juna lebih membuat kamu nyaman? Kamu bisa menjadi diri kamu sendiri kalau di depan Juna, sedangkan di depan Mas, kamu masih terlihat berusaha menjadi gadis yang lebih dewasa, kamu selalu berusaha yang terbaik, Mas tahu itu." Kali ini gue menatap Mas Zian nanar, apa gue memang melakukan itu?

"Tapi Mas nggak akan mempermasalahkan itu, Mas malah berterimakasih karena kamu mau berusaha untuk terus bersama sama Mas, tapi sekarang yang terpenting untuk kamu harusnya Juna." Harusnya begini.

"Mas." Gue malah ngerasa nggak ena kalau memang itu yang Mas Zian rasain.

"Jangan natap Mas kaya gitu, Mas nggak papa, Mas ikhlas sekarang, Mas bisa tenang karena tahu Juna orangnya jadi harusnya kamu juga berusaha untuk mempertahankan milik kamu." Milik aku yang Mas Zian maksud sekarang tertuju jelas untuk siapa.

"Aku paham."

"Kalau paham, kenapa kamu malah menolak permintaan Mama untuk ngadain resepsi? Bukannya itu karena Dewi, pacarnya Arjuna." Gue benerkan? Keluarga Juna pasti tahu alasan gue menolak resepsinya kenapa.

"Mas menyarankan Juna karena Mas yakin Juna yang terbaik tapi mempertahankan Juna atau enggak, semuanya ada ditangan kamu." Ucap Mas Zian mengusap kepala gue.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang