Senja Sejauh Mata Memandang.

220 15 0
                                    

Pantulan nyala jingga kemerahan menyilaukan mata pemuda di senja yang damai di kapal Pinishi dengan tenaga listrik dari matahari yang cukup megah itu. Bersama secangkir kopi, dan beberapa berkas bahan penelitian yang akan dia lakukan di sebuah bangunan offshore yang sedang ia tuju. Bukan untuk pekerjaan pertambangan, melainkan untuk penelitian Energi Terbarukan "difusi dingin atom Hidrogen".

Ya... Pemuda itu tidak lain adalah Ihsan, lelaki genius, bersahaja, ramah dan patuh pada Tuhannya. Si pujangga senja yang kini akhirnya menjadi teknokrat ahli Energi Negaranya tercinta yang berbenderakan Merah dan Putih.

"Subhanallah... Walhamdulillah...Laailaahailallah... Allahu Akbar... Sungguh indah pemandangan senja ini Yaa Rabb, sungguh tiada yang mampu menciptakan hal yang bahkan setara dengan ini Ya Rabb" Ihsan bicara pada dirinya sendiri sembari memandang Mentari yang kini perlahan merendah di ufuk langit, di tengah laut. Sejauh mata memandang yang terlihat selain mentari itu hanyalah laut dan langit yang dipisahkan garis tipis.

Ini adalah perjalan baru setelah ia melewati banyak hal. Mulai dari sejarah yang ia guratkan saat ia duduk di bangku SMA, kuliah di kampus terbaik di negerinya, mengudara ke Negeri Sakura, lalu mengudara menjelajahi Eropa yang megah untuk study dan melakukan sebuah penelitan bersama orang yang luar biasa yang tak lain juga dari Indonesia dan kini di sini ia sekarang, ia tengah berlayar menuju tempat penelitan Energi Terbarukan yang lain yang bertempat di tengah laut. Penelitian yang akan menjadi sejarah baru dalam hidupnya.

"Ayun berayun pikir mengalun
beterbangan khayal keinginan
lelah memilih arah terpasti
jelaga malam halangi
Oh raga
masih jauh perjalanan kita tempuh
Saujana, samudra membentang sambut layarku
saujana, hidup di seberang gerlap mimpiku
mungkinkah merapat ke sana?

Awan berarak semakin laju
riuh taufan, ombak keras menderu
telah mengering seluruh bibirku
dahaga sukacita
Oh raga
masih lama penantian kita suluh
Saujana...
samudra membentang sambut layarku
Saujana...
Hidup di seberang gerlap mimpiku
Mugkinkah merapat ke sana
Lalu aku bangun istana

Pandang saujana"

Ada sebuah alunan lagu agak sayup terdengar dari dalam kapal. Ya salah seorang awak kapal sedang menghilangkan jenuh dengan memutar lagu yang liriknya begitu indah bagai sajak sastra.

Mendengar lirik dari lagu itu Ihsan seolah meresapi makna dari tiap katanya. Seolah ia begitu merasakan apa yang ada di lagu itu.

"Prof... Makan malam dulu yuk, makan malam sudah siap" ajak seorang dari team penelitiannya yang datang menghampirinya di "tempat nongkrong" Ihsan di kapal itu.

"Eh iya ayo boleh... Btw saya ini jangankan Prof loh, saya baru aja beres S1, biasa aja lah manggilnya."

"Habis pada manggil Mas Ihsan Prof gitu... saya yaa ikut-ikutan jadinya"

"Itu mereka berlebihan.... udah panggil Mas aja atau nama langsung, OK..."

"Sip Mas"

Yaa mentari juga memang sudah tenggelam dan digantikan oleh rembulan yang genit nan mempesona, namun pesonanya bagi Ihsan tak pernah menyaingi pesona kejoranya yang kini tengah jauh di sana, di Negeri tercinta.

Begitulah kira-kira kabar Ihsan setelah bertahun-tahun terpisah dari gadis bercadar yang pesonanya mampu menggoda hatinya kala SMA dulu.

Dan sebelum sampai seperti ini...

Ayo kita mundur ke hari setelah kelulusan mereka.

***

SaujanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang