Part 4

9.1K 596 27
                                    

HAPPY READING 🖤
_________________________________________

*
*
*

"Jangan memberi pertanyaan pada pertanyaan saya. Naik," tutur Edwardo tegas. Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah perintah yang tak terbantahkan.

Gadis cantik itu terpaku menatap kosong motor merah miliknya

"Apa kau mendengarkan?" ujar mafia itu dingin menahan kekesalannya. Ia butuh kesabaran ekstra untuk berkomunikasi dengan Clara.

Demi apapun Clara bukannya tidak mau. Seumur hidup dirinya tidak pernah menaiki kendaraan roda dua yang menurutnya sangat tidak aman. Banyak orang meninggal dunia, karena kecelakaan sepeda motor yang bisa berakibat fatal, seperti kasus ayahnya.

Apalagi motor besar seperti milik Edwardo. Ia tidak bisa membayangkan betapa sakit rasanya jika terjatuh dari atas sana.

"Naik Clara!" Edwardo menyadarkan lamunan gadis itu. Astaga! Ia telah membuang banyak waktu hanya untuk menyuruh gadis itu naik ke atas motor.

"A ... Aku tidak bisa Ed." Nada suara Clara terdengar gemetar. Ia menyimpan ketakutan di dalam sana.

"Tidak bisa? Apanya yang tidak bisa?! Saya tidak menyuruhmu melakukan hal sulit. Yang harus kau lakukan hanya naik dan duduk!" Bentak Edwardo dengan intonasi tinggi mengejutkannya.

"Baiklah. Tidak perlu membentaku begitu, Ed." Clara tidak punya pilihan lain. Sebelum naik, ia melepas high heels yang dipakai terlebih dahulu, lalu menentengnya. Membiarkan dirinya bertelanjang kaki.

Gadis itu memegang bahu Edwardo kuat. Menempatkan kakinya diinjakan motor dengan hati-hati agar tidak tergelincir.

Cittt
Suara karet ban berdecit, bergesekan dengan semen basement yang licin. Tanpa ada aba-aba, Edwardo melaju dengan sangat kencang. Hampir saja Clara terjungkal ke belakang kalau tidak segera memeluk Edwardo.

Aliran listrik tak terlihat menyengat dirinya begitu ia bersentuhan dengan Edwardo. Perasaan asing menyusup dadanya. Ia tak pernah memeluk pria manapun sebelumnya. Ternyata rasanya begitu hangat. Membuatnya merasa aman terlindungi.

Mafia itu melaju dengan kecepatan tinggi seperti seorang pembalap melintasi jalanan, tanpa pernah mengkhawatirkan keaadaan gadis yang sudah hampir mati jantungan.

Sepanjang perjalanan gadis pirang itu sibuk menahan bawahan dressnya agar tidak ikut terbang tak karuan seperti rambutnya dengan satu tangan yang menjinjing sepasang sepatu hak tingginya, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk mendekap pria itu.

"Bisa pelan-pelan Ed." Teriak Clara tak terlalu jelas terbawa angin.

Bukannya mengurangi kecepatan, Edwardo malah menantangnya dengan menaikan gigi motor dan berkendara semakin kencang.

"Waaaaaa." Clara mendekap Edwardo lebir erat untuk menghindari dirinya terjatuh.

Tidak memedulikan posisi tubuh depannya yang menempel pada punggung lapang Edwardo. Posisi ini sangat membantu menghangatkan tubuhnya yang tertepa hembusan angin malam.

Harum maskulin dari tubuh Edwardo menguak semakin jelas menggelitik indra penciuman Clara. Ia terhanyut oleh aroma yang dipancarkan tubuh pria ini. Harum paling menyenangkan!

"Mengapa pria ini begitu wangi?" Gadis itu berbicara pelan pada dirinya sendiri. Pikirannya menjadi sedikit tenang. Ia memejamkan matanya, menikmati perpaduan citrus dengan wangi aromatik rempah dan nuansa woody

Motornya berhenti tepat di depan gerbang kediaman Miller.

Sepasang tangan menarik dengan agak kasar dekapan lengan kurus yang sedari tadi mendekapnya begitu erat hingga membuatnya sesak.

"Turun! Kita sudah sampai." Edwardo merenggangkan pelukan gadis di belakangnya.

Clara membuka matanya. Ia meringis menyadari tindakannya di luar kendali. "Oh sudah sampai ya. Maaf," kata gadis itu polos. Ia turun perlahan dengan pipi merona, merasa malu.

Edwardo fokus menatap penampilan gadis pirang itu yang terlihat berbeda dari sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Edwardo fokus menatap penampilan gadis pirang itu yang terlihat berbeda dari sebelumnya. Seperti ada badai yang  menerpanya.

Ia tampak seperti baru ditendang keluar dari rumah. Tidak memakai alas kaki, memakai pakaian terbuka, ditambah rambut pirangnya yang tadi lurus berubah menjadi kusut tidak beraturan.

Akan tetapi Edwardo teteplah Edwardo. Empati sangat sulit ditemukan dalam dirinya. Walaupun dirinya tau jika gaun pendek yang dipakai gadis itu pasti membuatnya kedinginan, tapi ia tidak akan melakukan apapun untuk membuatnya tetap hangat.

"Edward." Panggil gadis itu.

"Ada apa?" tanya Edwardo tidak senang.

Clara menampilkan senyum manisnya.
"Kamu memakai parfum apa, Ed?" Ia tak bisa melupakan aromanya yang masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Astaga. Pertanyaan tidak penting apa ini. Waktunya terbuang sia-sia. "Bukan urusanmu."

Jangan bayangkan jika si mafia itu akan bertingkah romantis layaknya pemeran pertama pria di kebanyakan drama.
Misalnya turun dari motornya, memakaikan sepatu hak tinggi,  menunggu gadis itu masuk ke rumah dengan aman.

Sadarlah! Edwardo bukanlah jenis pria seperti itu. Ia berbeda. Tidak ada sedikitpun dna romantis ditemukan dalam darahnya. Pria itu hanya mengucap salam perpisahan singkat dengan nada khasnya yang datar.

"Saya pergi," ujarnya meninggalkan Clara yang bahkan belum memakai alas kaki.

Brumm

Clara melongo menyaksikan pria itu pergi begitu saja, melaju kencang dengan motornya. Tidak menjawab pertanyaannya ataupun bertanggung jawab dengan keadaannya yang berantakan.

TBC

*
*
*

HERE WE GO!
Dengan sikap dingin si mafia 🖤
Never forget to push the star, okay

The Mafia's False Wife (Pindah To Dreame) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang