Kalau tau begini jadinya, dari dulu aku tidak akan pernah mengaminkan doamu.
____
Selamat membaca ☺
____
Dua perempuan berada di sebuah ruangan 4x4 meter. Ketika jarak dan waktu memisahkan keduanya, kini mereka tidak menyangka akan dipertemukan dengan cara yang tidak terduga.Jantung Fifah berdegup kencang menyaksikan perempuan itu. Tergeletak di sofa ruang tamu dengan pakaian serba mininya. Beruntung, tadi Fifah sempat menutupi auratnya dengan selembar jaket yang ia punya.
Sementara Irfan, suaminya. Berulang kali ia mengucap istighfar kala tubuh yang bukan mahramnya ada di pelukannya.
"Maafkan aku," tatapannya berujar demikian ketika dalam situasi beratnya membopong tubuh seksi itu seraya berlari ke arah mobil namun tatapannya menohok kontak mata istrinya.
Fifah tersenyum dipaksakan. Di pikirannya saat itu yang terlintas hanyalah Nisa. Ya, Nisa, sahabatnya yang telah berubah menjadi entah apa dan harus diselamatkan itu berpakaian serba terbuka. Hati istri mana yang tidak terluka?
"Mau apa kamu di sini?!" hardik Nisa.
Fifah terkejut begitu nada suara Nisa masih sama seperti terakhir mereka bertemu. Memendam kebencian seolah ingin membalas dendam.
Fifah pun memicingkan matanya, membenarkan. "Nis, bukankah harusnya aku yang tanya sama kamu?"
Nisa mendaratkan seringaian. Seringaian luka, yang membekas di dada sahabatnya.
"A-aku ... kaget, Nis ngeliat kamu jadi berubah begini. Aku bener-bener nggak nyangka banget. Seorang hafidzoh, yang mulanya selalu berpakaian syar'i kini malah membiarkan auratnya dipamerkan di jalanan. A-apa kamu lupa kewajiban dasar seorang wanita? Bukannya dulu kamu bercita-cita menjadi istri sholiha? Lalu ... bagaimana kamu bisa mendapatkannya dengan tampilan yang begini, Nis?!"
"Berisik kamu!"
Fifah tersentak. Raut wajahnya benar-benar berubah saat diliputi keherananan tentang gadis yang kini ada di hadapannya.
"Astaghfirullahal'adziim ... Ka-kamu ... kenapa jadi begini si, Nis? Jujur aku tuh nyesel tau nggak? Tau gini dari dulu aku nggak pernah mau mengaminkan doa kamu." Ungkap Fifah, dengan nada kekecewaan yang sejujur-jujurnya. "Yaaa kamunya jadi jauh dari Allah gitu, si."
"Heh! Asal kamu tau ya! Tau gini juga dari dulu aku nggak pernah mau ngajak kamu ke acara sholawatan!" ketus Nisa.
Jantung Fifah semakin berdebar-debar tak karuan. Keringat dingin mengucur deras, sebab pasalnya ia tidak mengerti apa gerangan yang memaksa hati Nisa jadi sekecewa ini padanya.
"Aku heran sama yang namanya Tuhan! Seadil apa sih, Dia? yang rajin ngaji siapa yang dikasih kelonggaran rezeki siapa! Yang rajin puasa siapa yng dapat jodoh baik juga siapa! Aku tuh jadi benci kamu tau nggak?" Nisa bangkit, mendorong tubuh Fifah yang terbentur tembok.
Gadis itu meringis. Susah payah ia kembali bangkit, membiarkan tubuhnya kembali berdiri.
"Astaghfirullah Nisa, maksudnya apa?" tanyanya.
"Halah! Nggak usah berlagak sok tau, deh!"
Sungguh dalam hati Fifah bingung. Entah apa gerangan yang membuat Nisa bisa jadi semarah itu. Tentang kepergiannya ke luar negri yang tanpa pamit, hingga keterbukaan lekuk tubuhnya yang nyaris tanpa sehelai kelonggaran bahan pakaian. Nisa benar-benar berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Cinta-Nya Kucintai Dirimu
SpiritualRank 1 in Sholeha (06/02/2019) Rank 1 in Santri (27/02/2019) Rank 1 in smk (17/03/2019) Rank 1 in Pacaran setelah menikah (02/04/2019) Tuhan, sang Maha membolak-balikan hati semudah membalikan telapak tangan. Pada sebuah kehidupan di muka bumi, Tuha...