B116

39 9 0
                                    

Tipu Daya (2)

Doni yang mendengar dirinya masuk di daftar perlombaan angkatan kelas 12 awalnya menolak lalu dengan hitungan detik dia pasrah. Seharusnya dia tahu hal ini akan terjadi. Dia terlalu meremehkan Heri.

Di ruangan kamarnya, dia terus berdebat dengan Heri di grup obrolan WhatsApp. Tidak dapat dipungkiri jika dia agak-sangat-sedikit mengharapkan hal ini terjadi. Itu karena dia memang tertarik ikut kegiatan bersama yang lainnya. Ya, tapi itu cuma agak-sangat-sedikit, selebihnya dia benar-benar ingin menghabiskan hari liburnya jaga toko.

Dia melirik jam di ponselnya dan langsung bangun dari kasurnya saat melihat angka 7 di bagian jam. Saatnya untuk membantu Bibi Yan dan Bulan memasak makan malam.

Di dapur, Bulan yang menggunakan gaun putih sedang mengiris bawang merah dengan perlahan, tidak menggunakan kekuatan sama sekali seolah tiada kehidupan dari gerakannya. Saat dia menyadari keberadaan Doni yang memasuki dapur, dia melirik sebentar sebelum kembali fokus mengiris bawang dengan wajah datar.

Doni sudah terbiasa dengan sifat Bulan yang tidak menampakan kehidupan seorang makhluk hidup. Melihat gerakan Bulan, dipikirannya hanya terpenuhi dengan pertanyaan, 'sampai kapan bawang itu akan selesai teriris?'. Namun belum sempat Doni mengajukan pertanyaan, suara dingin dan rendah terdengar mengajukan pertanyaan.

"Kamu ikut kegiatan lomba itu?" Tanya Bulan samar namun Doni bisa menebak lomba yang dimaksudnya.

Doni bergumam pelan sambil membantu Bulan mengiris bawang dengan lincah.

Suara yang rendah dan dingin itu kembali mengajukan pertanyaan, "Mereka ikut?"

Doni kembali bergumam, dia ingin mengajukan pertanyaan kepada Bulan tapi sebuah suara menghentikannya lagi.

"Doni, kamu ikut lomba apa?" Bibi Yan datang ke dapur sambil memegang sebaskom ikan segar. Dia mengerutkan keningnya tidak setuju dengan partisipasi Doni.

Doni langsung kebingungan sehingga pisau yang dia pegang untuk mengiris bawang sedikit bergetar. "Ummm... Lomba angkatan kelas 12."

"Oh, lomba yang kamu bilang tadi, Lan?" Tanya Bibi Yan pada Bulan sambil mencuci ikan segar. Tanpa menunggu jawaban dari Bulan, Bibi Yan langsung berkata, "Kenapa ikut lomba, Don? Lebih baik kamu di rumah belajar sambil jaga toko. Bulan juga tidak ikut lomba. Cuma lomba untuk main-main doang, kan? Sekarang kamu kelas 12, belajar nomor satu, jangan main-main mulu."

Doni menutup mulutnya rapat-rapat dan mencuci sayur kangkung lalu mulai memasaknya. Seluruh gerakannya begitu natural, seolah ini sudah menjadi kebiasaan seperti bernapas. Doni mulai mengatur meja makan dengan baik, saat Bibi Yan mulai menggoreng ikan, Doni meletakkan nasi dan sayur di meja makan. Di juga mengatur piring dan gelas untuk empat orang dan menyiapkan cuci tangan untuk Paman Budi.

Keberadaan Bulan yang hampir lenyap secara tiba-tiba muncul disertai dengan suaranya, "Bu, lomba itu wajib. Saya juga ikut." Ucapnya datar, pelan, dan lambat. Jika saja mereka tidak terbiasa dengan karakter Bulan, maka tiada dari mereka yang dapat mendengar suara halus itu.

Bibi Yan yang sedang menggoreng ikan tidak bisa untuk tidak mengerutkan keningnya dan menatap Bulan heran. "Bukannya tadi siang kamu bilang tidak mau ikut?"

Doni juga terkejut dengan ucapan Bulan yang tiba-tiba. Dia jelas tahu lomba itu tidak diwajibkan dan diperbolehkan untuk tidak berpartisipasi. Apa mungkin Bulan... membantunya?

Bulan mencuci tangannya dengan gerakan lamban, ini sudah kelima kalinya dia menggunakan sabun dan kembali membasuhnya dengan air. Setelah merasa puas, dia mematikan keran air dan mengambil lap untuk mengeringkan tangannya. Dalam gerakan lambat itu dia menjawab pertanyaan Ibunya dengan santai. "Saya tidak mau ikut, tapi itu wajib. Saya harus ikut, Doni juga harus ikut..." Lalu tatapan suram Bulan jatuh pada Ibunya, "Kami harus ikut." Tekannya dan duduk di meja makan tanpa suara. Dahinya sedikit berkerut saat melihat piringnya tampak memiliki goresan kecil, dia dengan santai menukar piring makan yang ada di depannya dengan piring Doni yang berada di sampingnya. Setelah mengatur piring yang ditukarnya dengan rapi, barulah dia puas dan mulai duduk dengan diam bagai patung menunggu Ibunya menyelesaikan masakannya.

Doni yang melihat gerakan halusnya hanya diam tanpa komentar.

Sementara Bibi Yan hanya bisa menerima penjelasan Bulan dan mulai membahasnya, "Itu lomba antar sekolah, kan? Berarti nanti kamu, Don, ketemu dengan Bulan? Lombanya dimana? Itu bermalam? Kalian ikut lomba apa?..." Dan pertanyaan lainnya yang terlalu panjang untuk diketik.

Doni dengan sabar mulai menjelaskan lomba tersebut kepada bibinya. "Iya, Bi, itu antar sekolah. Lombanya di lapangan utama dekat gedung serba guna. Kata Ketua OSIS sih kegiatannya berlangsung tiga hari tiga malam, sekalian berkemah. Ini juga bisa dibilang pertandingan persahabatan. Kalau aku ikut lomba tarik tambang dan sepak bola, kegiatannya minggu depan hari kamis. Bla bla bla..."

Bulan yang di sebelahnya hanya diam menunggu penjelasan Doni selesai barulah dia angkat suara. "Lomba pengamatan." Ucapnya dengan tatapan kosong ke depan.

"..." Doni yang di sebelahnya terdiam, bibirnya berkedut mendengar jawaban Bulan. Jelas saja gadis di sampingnya ini tidak berniat ikut lomba dan hanya akan berdiam diri dengan hawa keberadaan kosong mengamati berlangsungnya kegiatan.

Tapi Bibi Yan sama sekali tidak menyadari kejanggalan jawaban Bulan dan hanya mengangguk seolah mengerti. Dengan begini Doni secara resmi akan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Terima kasih untuk Heri dan Bulan atas segala tipu daya mereka.

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang