Bab 7: Carpaccio | 1

5.8K 610 28
                                    

Shalu. Online.

[Tante Mira bilang panna cotta lo lumayan. Dia hbs 3 sendok 😃]

Hah, serius lo? 3 sendok doang 😢

[Panna cotta pertama gue cuma dicicip setengah sendok kecil doang sm dia, Dok 😧]

Haha sukurin. Berarti gw punya bakat masak dong!

[Hmm, I hope so]

Tp knp lo bilang panna cotta gue kurang bgt pas lo cicip. Camer gue aja bilang lumayan 😈

[Gak gampang dpt pujian dr gw 😎]

Dasar belagu lo, chef bintang dua! 😒 Liat aja bntar lg gw bakal rebut posisi lo!

[Haha! Lo mau jd the great executive chef? 😲]

Shalu is typing ...

Udah kok, Babe. Jgn ngerokok trs bisa gak sih? Jaga ksehatan! ❤

Typing ...

Eh, eh, sory! Salah kirim. Ya ampun bdoh! 😣

[Its okay. See u next week ☺]

Eh, wait! Apa menu kita minggu ini?

[Carpaccio]

Brahma. Last seen at 10.23.

*

Brahma mengenakan topi chef-nya dengan perasaan campur aduk. Babe, jangan ngerokok. Dia tersenyum getir. Andai nasihat itu ditujukan padanya, tentu dia tidak akan pernah lagi menyentuh rokok seumur hidup. Sayang, perhatian itu untuk Evans.

Panna cotta buatan Shalu memang jauh dari standar. Teksturnya kasar dan rasanya pun hambar. Entah bagaimana jika panna cotta tersebut sampai di lidah Tante Mira. Satu hal yang belum Shalu tahu juga tentang calon mertuanya, bahwa Tante Mira terkenal pedas sekali saat memberi komentar untuk masakan siapa pun! Itulah prinsip Tante, supaya yang diberi kritik mau terus mencoba, katanya. Masih terngiang jelas di telinga Brahma sampai sekarang, komentar Tante Mira untuk rendang yang dulu pertama dibuatnya.

"Tante bahkan malu buat ngasih rendang seperti ini ke pengemis sekalipun, Brahma."

Brahma tentu sakit hati sekali mendengar hasil olahannya dinilai sedemikian rupa. Namun, dari situ dia menjadi lebih gigih untuk belajar dan belajar. Hingga bintang dua bisa diraihnya, dipersembahkan khusus untuk Tante Mira.

Tidak heran jika sekarang Tante Mira tergabung sebagai kritikus restoran elit di ibu kota. Satu kata 'enak' dari Tante Mira akan mendongkrak prestise sebuah restoran. Sebaliknya, jika saat berkunjung ke restoran untuk memberi penilaian dan sang chef tidak bisa memuaskan lidahnya, tamatlah riwayat resto tersebut.

Brahma tidak ingin semangat memasak Shalu yang baru saja tumbuh harus berantakan saat mendengar komentar Tante Mira. Cowok itu bisa melihat binar dari manik mata Shalu saat mencicip panna cotta pertama buatannya sendiri. Meski untuk berikutnya mungkin dia tidak akan lolos dari komentar pedas Tante, setidaknya tidak dalam percobaan pertamanya.

Maka, setelah Shalu pulang, Brahma membawa panna cotta yang merupakan jatah untuk dinilai Tante Mira ke apartemennya. Tante sedang ke luar negeri, dan baru akan pulang Senin siang.

Malam itu Brahma membuat ulang panna cotta dengan kualitas yang jauh di bawah standarnya, tapi juga jauh lebih tinggi di atas panna cotta buatan Shalu. Plating-nya juga dibuat seberantakan mungkin supaya Tante Mira tidak curiga. Pagi-pagi sebelum Brahma berangkat ke restoran, dia mampir sebentar ke rumah Tante untuk memasukkan panna cotta tersebut ke dalam kulkas.

Siangnya, Tante Mira agak terheran karena tidak mengira Shalu bisa membuat panna cotta selumayan itu. Dia tersenyum puas, begitu pula Brahma. Usahanya untuk melindungi hati Shalu dari perasaan tercabik-cabik karena komentar sang tante berhasil.

*

Hari-hari Shalu berlalu sangat cepat. Kecuali aktivitas rutinnya di dinas dan klinik, ada beberapa hal yang berbeda. Di rumah sekarang dia jadi sering melakukan eksperimen kecil bersama Mama di dapur, seperti memasak untuk makan malam atau membuat minuman-minuman segar berpedoman resep yang dicarinya dari cookpad.

Shalu membenarkan pemikirannya sendiri. Dia hanya perlu terbiasa. Memasak toh bisa menjadi kegiatan menyenangkan jika hasilnya seperti yang diharapkan. Jika pun tidak, Shalu justru penasaran untuk mencobanya lagi. Penilaian Tante Mira terhadap panna cotta-nya yang lumayan itu benar-benar memberi pengaruh besar pada Shalu. Dia bangga pada dirinya sendiri karena dipuji secara langsung oleh seorang chef bintang tiga. Tentu saja Tante Mira menelponnya pada Senin sore, menyuruh Shalu belajar lebih giat.

Di sisi lain, hubungannya dengan Evans mulai membaik. Bisa dikatakan rasa cemas, butuh, dan rindu sudah mulai tumbuh dalam hatinya. Dia akan mencari Evans saat cowok itu lama tidak chat atau menghubungi. Meski Evans terkadang juga sering membuatnya jengkel, tapi itu bukanlah masalah besar.

Hal yang berbeda juga dirasakan Brahma tanpa siapa pun mengetahuinya. Diam-diam, setiap Senin pagi dia sudah sibuk mengharapkan supaya weekend cepat datang. Rambut sebahu Shalu yang biasa dikuncir kuda, mata panda dengan manik kecokelatannya, juga ngambeknya Shalu membuat kerinduan di hatinya meletup-letup.

Chef muda kebanggaan Tante Mira itu sepertinya sedang jatuh dalam kubangan cinta. Sayang, dia mencintai orang yang salah. Sejak dulu, dia tidak pernah bisa menandingi Evans, dalam hal apa pun. Untuk kali ini dia juga tahu diri. Shalu, gadis lucu itu adalah milik sepupunya meski dalam hati kecil Brahma sama sekali tak rela.

Beruntung, selama tiga bulan ke depan cowok itu bisa memiliki waktu weekend sebentar bersama Shalu. Dia berharap kali ini Tuhan berbaik hati memberi keajaiban untuknya.

Nggak harus aku, Tuhan, asal jangan Evans ...

===&===

Meni kasihan pisan Brahma, pukpukpuk 😢

Ada konflik apa sebenarnya antara dia sama Evans? Hmm, stay tune terus di sini, ya! Semangatin Shalu juga biar dia nggak gagal bikin menu kedua ini 😄

Maacih yang berkenan mampir, yang udah ninggalin voment juga 😍

Salam Spatula

Ayu 😘

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang