-; le plus doux

612 79 1
                                    

Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Kata-kata Ash masih terngiang di kepalaku. Kalau benar Daniel akan kembali kepadaku, kenapa dia tidak menghubungi atau memintaku untuk berbicara sebagai permintaan maaf? Aku hanya bisa tersenyum kecut saat ini.

Kurebahkan diriku di kasur dan menatap ke langit-langit kamarku.

Layar ponselku tiba-tiba menyala dan menunjukkan suatu panggilan yang datang.

"Zach?"

"Udah baikan perasaan lo?"

"Udah sih. So much better pas lo ngelawak ke gue hahaha."

"Mau ceritain ke gue tentang yang tadi siang?"

"Ceritanya panjang."

"Mau aku kesana?"

"Ga usah, Zach. Nanti malah ngerepotin. Udah malem juga."

"Gapapa biar kamunya lega, sekalian akunya bisa main. Kan besok libur."

"..."

"Gapapa ya?"

"Yaudah deh. Gue tunggu."

"Sip."

Sambungan terputus.

Jadi keinget Daniel yang pernah bilang kalo Zach itu orangnya ga bener. Siapapun cowo yang kudeketin, pasti dia bilangnya jangan deketin.

Sorry for not listening to your words, Daniel. But can i just say, isn't Zach the sweetest?

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Aku masih berbaring di kasur hingga aku mendengar ketukan dari jendela.

Aku datang menghampiri jendela tersebut dan membukanya sebagai aksesnya untuk masuk ke kamarku.

Yep it's him. Zach.

Dia hanya menggunakan hoodie dan celana training. Ouu soft boi.

"Jadi gimana?" Tanyanya mengawali pembicaraan.

"Gimana apanya?"

"Ceritanya dong,"

"Ya duduk dulu atau gimana gitu, masa baru masuk langsung tanya. Mau interogasi apa gimana."

"Hehe iya deh." Zach terkekeh lalu duduk di pinggir ranjangku.

"Daniel ngebentak aku."

"How?"

"Males ah Zach. Nginget-inget ceritanya bikin pengen nangis lagi aja haha."

"Eits jangan gitu dong. Gue dateng kesini ngapain? Nyedot wese?"

"Emang tadi aku maksa kamu buat dateng?"

"Emang kamu ga gabut?"

Aku diem aja. Tumben bener ini anak.

"Yaudah. Nanti aku ceritain. Mau minum bentar. Haus. "

Zach cuma ngangguk ngangguk tolol. "Ambilin gue juga, ya!"

Yeu bodok. Gatau diri bener. Tapi aku sayang. eH

Kuambil lemon tea dari kulkas, kutuang ke dua gelas dan kembali lagi ke kamar dengan membawa dua gelas lemon tea ea.

Aku menyerahkan satu gelas tersebut kepadanya. "Nah, ayok cerita."

"Gue kan mergokin Lexie sama John di mobilnya nya pas kalian lagi ngumpul. Nah, setelah liat kejadian itu, gue langsung ngampirin Daniel buat ngingetin kalo Lexie itu pacar yang ga bener, yang cuma manfaatin dia. Sebenernya gue udah tau kalo Lexie berduaan diem-diem sama yang lain, tapi gue masi positive thinking aja. Eh nyatanya malah kelewatan anjir sampe kaya gitu."

Aku meneguk lemon tea-ku dan melanjutkan ceritaku. "Gimana ga kelewatan kalo setiap weekend minta ke Sephora. Gue juga gamau dong kalo Daniel jadi rugi gara-gara dimanfaatin sama dia. Pas gue ngingetin si Daniel, dia malah ngebelain si Lexie, ngebentak gue, dan ngatain gue yang ga bener. Gimana ga nangis, Zach. Persahabatan yang udah gue jalin dari dulu masa jadi sia-sia gara-gara orang toxic."

Air mataku mulai turun perlahan. Zach menaruh gelasnya di nakas samping tempat tidurku kemudian memelukku erat-erat. "Lo cukup inget ini aja. Dia bakal nyesel karena ngelakuin itu semua ke elo."

Dia mengusap punggungku. "Udah ah, jangan nangis terus. Gue ga suka kalo lo sedih mulu."

Aku memukul punggungnya pelan. "Apaan sih, Zach. Daritadi gajelas mulu," ucapku dengan sedikit tertawa meskipun masih terisak-isak.

Tiba-tiba hujan mulai turun perlahan. "Udah dong nangisnya. Hujannya tambah deres nanti," ucapnya sambil melepaskan pelukannya.

Tangisanku pun terhenti saat aku menyadari sesuatu. "Eh, Za—"

"Nah, gitu dong! Jangan nangis lagi ya!" Serunya memutus perkataanku.

"ZACH!"

"Apa?"

"Kalo sekarang hujan, lo pulangnya gimana?"

2019 ©️ jal0ux

𝐟𝐨𝐫𝐠𝐨𝐭𝐭𝐞𝐧 | djsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang