Empat

225 13 0
                                    

Setelah semalam dirawat di rumah sakit dan barusaja kembali pagi tadi, Allura memutuskan untuk tetap pergi ke sekolah karena tanggung jawab yang dipegangnya untuk menjadi panitia dalam acara MOS tahun ini. Kakinya melangkah gontai memasuki lift untuk menuju ruang kelasnya yang ada di lantai empat. Setelah pintu lift terbuka tepat di lantai empat, tanpa menunggu lama gadis itu langsung melangkahkan kakinya menuju ruang kelasnya. Matanya langsung menangkap keberadaan Katya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya ketika dirinya menginjakkan kaki di ruangan itu.

“Udah sehat, Al?” tanya Katya dengan antusias dan mengikuti tiap inci gerak tubuh Allura.

Allura menganggukkan kepalanya mengiyakan. “Udah bikin tugas portofolio Bahasa Indonesia?” tanyanya seraya mengeluarkan buku mata pelajaran pertama dari tasnya.

Katya yang tengah asyik menggulir layar ponselnya kesana kemari pun sontak menoleh dan meletakkan ponselnya begitu saja. Melihat reaksi dari sahabatnya membuat Allura hanya memutarkan kedua bola matanya seperti biasa. Tak heran jika Katya belum mengerjakan tugas hari itu.

“Makanya kalo malem jangan rebahan mulu kerjaannya!”

“Semalem gue nemenin Bimbi main, Al. Kasian dia hampir dibawa ke pet shop sama nyokap gara-gara rusuh di rumah,” jelasnya dengan menggunakan Bimbi sebagai alasannya tidak mengerjakan tugas. Sekedar informasi, Bimbi adalah salah satu kucing peliharaan Katya.

Allura mengeluarkan ponselnya dari saku dan membuka jadwal tugas sekolah di ponselnya lalu memperlihatkannya kepada Katya. “Tugas portofolio ini udah dari minggu lalu. Lo bisa kerjain weekend kemarin, Kat.”

“Tapi, Al—“

“Udah ah gue liat tugas lo!” sungut Katya seraya mengulurkan tangannya kepada Allura yang tengah mengambilkan buku itu untuk sahabatnya.

Setelah memberikan bukunya kepada Katya, gadis itu bangkit dari kursinya dan keluar dari ruang kelas. Kakinya melangkah menuju lorong dimana loker para siswa berada. Ia membuka loker miliknya dan mengambil beberapa buku paket yang memang ia simpan disana. Ketika Allura membalikkan tubuhnya, tak sengaja matanya menangkap keberadaan Arjune dengan kawanannya tengah duduk di bangku panjang yang ada di depan kelasnya.

Kedua mata Allura memicing ketika menyadari kejanggalan yang ia lihat. Beberapa detik mencoba memahami apa yang dilihatnya, kini Allura mengerti apa penyebabnya. Allura mengerti mengapa Arjune terus melihat ke kelas yang ada di depan kelas laki-laki itu. Ia tahu bahwa pandangan Arjune yang barusaja dilihatnya, ditujukan untuk seorang gadis bernama Milkha yang sedang membaca buku seorang diri di depan kelasnya.

Gadis itu tersenyum. Mengedikkan bahunya sekejap lalu melangkahkan kakinya kembali ke ruang kelasnya. Apakah Allura tidak cemburu? Bohong jika gadis itu mengatakan tidak. Karena jauh di dalam hatinya, ada satu pertanyaan yang belum terjawab, yaitu : “Kenapa bukan aku?”. Sikapnya yang seperti ini bukan hanya karena ia sadar apa perannya dalam cerita ini, tapi juga karena sifatnya yang memang tidak mudah cemburu dengan orang lain.

Sesampainya di dalam kelas, Allura langsung duduk di kursinya dan merapikan buku-bukunya sesuai urutan jam pelajaran. Anehnya, saat ia melihat Arjune memandangi Milkha tadi, ia justru seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia memang bukan siapa-siapa dalam hidup Arjune. Jadi wajar saja jika Arjune menyukai perempuan lain. Toh itu wajar.

🍁

Hujan deras mengguyur daerah Ibukota sore itu. Seluruh pelajar yang barusaja keluar dari gerbang sekolah untuk menunggu jemputan baik di halte dekat sekolah maupun di pos satpam bersusah payah menutupi diri supaya tidak basah karena air hujan. Begitupun dengan Allura yang tengah berlari kecil dari lobi sekolah menuju area parkir dengan tasnya yang digunakan untuk menutupi kepalanya. Allura menghentikan langkahnya dan mendongak ketika seseorang berdiri disebelahnya dengan payung besar yang menutupi keduanya.

“Ayo jalan, Al. Hujannya makin deres, nanti lo sakit!” seru pemuda itu yang kemudian berlari kecil bersama Allura menuju mobil gadis itu.

Setelah Allura berada di dalam mobilnya, gadis itu tersenyum ke arah Arjune. “Makasih ya, Jun. Harusnya lo tadi langsung balik aja, hujannya deres loh. Sebagai ucapan terimakasih, gue traktir lo makan di kantin besok,”

No prob, Al. Kebetulan mobil gue sama mobil lo kan sebelahan, jadi sekalian aja. Kalo gitu, gue tunggu besok traktirannya!” ucapnya yang kemudian berjalan menuju mobilnya yang memang bersebelahan dengan mobil Allura.

Gadis itu melajukan mobilnya keluar sekolah dengan sangat pelan. Seperti yang sudah ia duga beberapa saat lalu, ia menemukan Katya tengah melambaikan tangannya ke arah Allura di pos satpam. Anak itu pasti akan meminta pulag bersama dengannya karena hujan.

“Masuk.” perintah Allura setelah memberikan payung kepada Katya.

Setelah sahabatnya duduk disebelahnya, gadis itu kembali melajukan mobilnya menuju ke rumah Katya. “Al, tadi lo sama Arjune ngapain lari-lari berdua?” tanya Katya seraya memainkan rambutnya yang sedikit basah.

Allura menoleh sejenak ke arah Katya. “Lo liat?”

“Anak Senna mana yang nggak liat adegan drama romantis kayak tadi? Semua anak sekolah kita liat kali, Al. Lagian ngapain coba si Arjune pake mayungin lo kayak gitu? Bikin anak orang baper doang,” oceh Katya yang kesal dengan tingkah Arjune yang menurutnya hanya akan memberikan harapan palsu untuk Allura.

Mendengar ocehan tak jelas dari Katya membuat Allura justru tersenyum miring. “Apa sih, Kat. Siapa yang baper gara-gara kejadian tadi? Lagian kalo semua anak Senna tau, gue tinggal bilang aja kalo Arjune cuma mau nolong gue. Gampang kan?” ujarnya dengan santai.

“Allura, lo sebenernya suka beneran nggak, sih, sama Arjune?!” seru gadis berambut ikal itu kesal dengan jawaban dari sahabatnya.

“Lo tau jawabannya. Suka itu nggak harus baper setiap kali kejadian yang menurut orang itu bikin baper ‘kan? Lagipula, porsi baper tiap orang beda-beda, Kat. Menurut gue, kejadian tadi biasa aja,”

🍁

“Jun, lo udah liat grup angkatan?!” seru Bian—sahabat Arjune—seraya menoleh ke arah Arjune dengan ponsel ditangannya.

Arjune menggeleng bingung. “Ada apa emangnya?” ucapnya yang malah balik bertanya seraya mengambil ponselnya dari atas meja dan membuka grup angkatan seperti yang Bian katakan.

“Lo beneran lari berdua sama Allura di tengah hujan? Dan lo bahkan mayungin dia?”

“Iya, kenapa emang?” balas Arjune dengan santainya dan kembali meletakkan ponselnya diatas meja setelah melihat berita yang menurutnya biasa saja.

Bian menggelengkan kepalanya tak menyangka. Bagaimana bisa dalam keadaan seluruh murid Senna International High School membicarakannya karena kejadian yang ia perbuat tapi Arjune tetap santai seolah tidak ada yang terjadi?.

“Jun, ini lo beneran sesantai ini nanggepinnya?” tanya Bian sekali lagi untuk memastikan tanggapan sahabatnya.

Mendengar pertanyaan dari Bian membuat Arjune tersenyum miring. “Ya terus gue harus gimana? Santai aja kali, Yan. Lagian emang kenapa, sih, kalo gue mayungin Allura? Gue cuma mau bantu dia kali,”

“Tapi anak satu sekolah bisa ngira kalian pacaran!” geram Bian seraya menekankan ucapannya.

“Yan, menurut lo kalo gue deketin Milkha gimana?” ucap Arjune yang justru mencoba mengalihkan topik pembicaraan diantara keduanya.

Mendengar itu, Bian mengacak rambutnya frustasi. “SERAH LO, JUN, SERAH! DASAR BUSA TELOR. DIAJAK NGOMONG APA MALAH NGALIHIN KE YANG LAIN!”                                                                                                                              

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang