Semoga nggak bosan sama cerita ini ya...
Aku sesekali menyaruk aspal dengan sepatuku, melirik Dylan yang sedang asyik bermain dengan ponselnya. Ya kami berbicara tapi hanya sepuluh detik selebihnya ia diam lagi. Huh! Kukira kami bakal bicara panjang lebar karena aku merasa Dylan hanya menemani catat 'menemani'. Aku mengembuskan napas kesal. Dan Dylan pun tetap dalam mode d-i-a-m. Masha datang tepat disaat aku jenuh.
"Hei, girl...", ia berhenti sesaat menatapku bergantian dengan Dylan. Pria itu mendongak sebentar tapi ia kembali lagi dengan game-nya.
"Bisa kita pergi sekarang?", tanyaku langsung. Aku menepuk pundaknya untuk meminta perhatiannya.
"Aku pergi dulu...sampai jumpa besok", ujarku datar dan singkat lalu aku berlalu darinya.
Masha memandangku, ia belum menjalankan mobilnya. Aku pun membalas memandangnya.
"Kau berdua dengannya, dan kau....kau benar-benar jatuh cinta padanya", lalu Masha tertawa setan. Aku menggeleng dan mengalihkan perhatian keluar jendela.
Kami hanya mendengarkan radio, penyiar radio itu memberi info tentang cuaca dan kuliner apa yang enak untuk dimakan hari ini. Ya aku ingin sekali makan kentang goreng dengan saus mayonaise yang banyak. Aku benar-benar marah hari ini.
"Nah kita sudah sampai, ayo keluar", ajak Masha. Aku menatap sekeliling tempat.
"Dimana kita?", tanyaku waspada.
"Restoran milik Bibi Senna, ayo cepat mungkin Alex sudah menungguku", aku mempercepat langkah karena Masha hampir meninggalkanku.
Ya Tuhan keinginanku terkabul, terima kasih. Saat ini didepanku terdapat burger daging sapi berlumuran keju serta kentang goreng yang hangat, dan tak lupa es cola yang menyegarkan.
Tak sampai setengah jam aku menghabiskan semua makanan dimeja. Masha memandangku takjub.
"Kau....lapar?", tatapan gadis itu membuatku merasa terintimidasi.
"Kenapa ada yang salah?", jawabku ketus.
"Woahh...ternyata kau marah", ia tertawa terbahak.
"Tutup mulutmu!", seruku.
"Ada yang merasa diacuhkan nih", sindir Masha. Aku mengerucutkan mulut dan mendelik padanya.
"Kenapa kau tak bilang saja padanya, lebih baik jujur daripada memendam perasaan", ujar Masha lagi. Aku mengembuskan napas dan telungkup di antara kedua tanganku.
"Sampai kapan Sam?, Kau bukan lagi anak sekolahan. Kau adalah wanita dewasa sekarang, mencintai adalah hak dan keputusanmu", jelas Masha. Aku mengerang pelan. Kepalaku benar-benar pusing. Haruskah aku mengungkapkan perasaanku.
Bibi Senna bertanya apakah aku mau hidangan penutup. Aku menggeleng rasanya perutku penuh dan aku benar-benar kenyang. Masha menyendok es krim strawberry ke dalam mulutnya.
"Kenapa lagi?. Kau terlihat lelah", tanya Masha.
"Mungkin aku harus membatalkan lomba dansa itu dan memendam impianku", jawabku meradang.
"Ayolah, Sam. Jangan menyerah hadapi saja hanya karena partner-mu yang tidak punya perasaan kau malah terpuruk seperti ini", omel Masha.
"Setiap pasangan punya kepribadian sendiri-sendiri dan Dylan...dia memang seperti itu", keluhku.
Masha mengantar aku pulang dengan kondisi prima. Aku tersenyum dan melambaikan tanganku padanya segera ia melajukan mobil pergi meninggalkan aku didepan rumah.
"Ibu, aku pulang!", aku kaget saat Danny muncul dari arah dapur dan memakai celemek.
"Kau mengangetkan aku sedang apa kau disini? Kau bersama Sandra?", aku berjalan ke dapur dan kekasih Danny tidak ada disana.
"Sabarlah dulu, pertanyaanmu membuatku pusing", Danny meletakkan spatula dan menyuruhku untuk ikut dengannya ke halaman belakang.
"Lomba di undur seminggu lagi, aku berharap kau tidak kecewa", Danny menatapku seakan aku sedih saja. Aku mengembuskan napas dan mengangkat bahuku, "Aku rasa tak apa selama partner-mu juga tidak mempermasalahkan".
"Kau...agak ragu, Sam. Kenapa?", tanya Danny.
"Jika partner-ku mempunyai chemistry yang sama denganku mungkin kami bisa....", aku jelas memotong ucapannya.
"Kenapa dengan Dylan?, kurasa ia anak yang baik. Kau harus mengobrol dengannya", saran Danny.
"A-ku malu", ujarku tersipu. Aku mengalihkan perhatian ke arah dapur dimana ibu masih sibuk memasak. Danny menatapku dengan mimik aneh seakan aku mengatakan aku menyukai masakan pedas dan aku tidak suka jalapeno.
"Seorang Samantha Jones punya rasa malu?. Tidak mungkin", Danny menggeleng kuat.
"Kami tidak akan pernah bisa menang. Dia seperti tidak menyukai aku, Dylan seperti jijik melihatku", sahutku.
"Woaah...kata-kata darimana itu. Setahuku Dylan anak yang baik memang dia terlihat pemalu tapi aku rasa dia menyenangkan", ujar Danny.
Tepat disaat aku ingin berbicara, ibu memanggil kami untuk menikmati makan malam.
Aku tidak bisa tidur, aku tahu aku terlihat bodoh hanya karena partner-mu terlihat acuh padamu. Tetapi bagaimana bisa kami latihan kalau kami sama-sama hanya diam saja.
Ah, bodoh kau Sam!, aku memaki diriku. Dylan tidak begitu spesial jadi kenapa harus malu. Baiklah mulai besok aku akan mengajaknya ngobrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexy Partner
RomanceGenre : novel dewasa (18+) Ya ampun dia bukan prince charming pribadinya sedikit ketus dan bagaimana bisa aku berpasangan dengan dirinya. --Samantha Jones-