Hangyul melirik ke arah jam dinding di sebelah kanannya. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam.
Diregangkannya tubuhnya yang kaku setelah bekerja seharian sebelum mengeluarkan desahan lega. Tangannya menanggalkan jas putih yang semula terbalut di tubuhnya lalu menyampirkannya di kursi kerjanya.
Pria bermarga Lee itu meraih tas kerja miliknya sebelum berjalan meninggalkan ruangan pribadinya. Bibirnya mengembangkan senyuman kecil sebagai balasan orang-orang yang menyapanya.
"Hati-hati di jalan, Dokter Lee,"
Hangyul menghentikan langkahnya untuk mencari pelaku sumber suara tersebut. Bibirnya otomatis terangkat serta netranya menyipit hingga membentuk bulan sabit begitu mengetahui sang pelaku.
Oh Jiho atau lebih akrab dipanggil Pak Oh oleh seluruh penghuni rumah sakit. Salah seorang petugas keamanan rumah sakit sekaligus sahabat Hangyul sejak hari pertama Hangyul meniti karirnya sebagai seorang dokter.
Selama bekerja di rumah sakit, Hangyul selalu menghabiskan waktunya bersama Pak Oh. Mulai dari istirahat makan siang bersama hingga menjadi tempat bercerita satu sama lain.
Bukannya Hangyul menutup diri untuk berteman dengan dokter lainnya. Ia hanya belum terbiasa dengan pekerjaannya. Padahal pekerjannya sudah berlangsung dua tahun lamanya.
"Terima kasih, Pak Oh,"
Setelah mendapatkan anggukan dari Pak Oh, Hangyul melangkahkan tungkainya menjauhi area rumah sakit.
Waktu sudah hampir menunjukkan pergantian hari. Namun penduduk ibukota negeri Ginseng ini masih betah meramaikan tiap sudut kota.
Keadaan seperti ini justru membuat Hangyul senang. Setidaknya ia tidak akan diikuti oleh sekumpulan pemabuk seperti tempo hari. Beruntung Hangyul berhasil kabur sebelum mereka sempat menyusul.
Hangyul mengedarkan pandangannya, mengamati lautan manusia di depannya serta pertokoan yang jauh dari kata sepi di kanan kirinya. Hingga netranya berhenti di satu titik.
Sebuah bangunan yang terhimpit di antara pertokoan. Kecil, sederhana, dan tidak menarik memang. Namun kalimat di spanduk yang terpajang di atas pintu masuk bangunan tersebut berhasil menarik atensi Hangyul.
Art Exhibition by Woodz
Hangyul menyatukan alisnya. Pameran lukisan tengah malam begini? pikirnya.
Meskipun begitu, Hangyul tetap membawa dirinya masuk ke dalam bangunan tersebut. Jika diingat-ingat lagi, ini adalah pertama kalinya Hangyul mengunjungi pameran lukisan delapan tahun yang lalu.
Pameran lukisan memiliki kenangan yang baik dan buruk bagi Hangyul. Di tempat inilah Hangyul senang menghabiskan waktunya sepulang sekolah semasa SMA. Namun kejadian di mana ayahnya menamparnya dan menariknya keluar dengan paksa juga berlangsung di tempat yang sama.
Hangyul menatap lorong yang penuh dengan lukisan di depannya. Ah, Hangyul menjadi nostalgia.
Dilangkahkan tungkainya ke depan salah satu lukisan yang menarik perhatiannya. Hangyul membawa netranya menuju pojok kanan bawah lukisan tersebut. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat begitu menemukan nama orang yang sama sekali tidak asing baginya.