17th autumn

617 46 15
                                    

Pada musim gugur pertama, Jung Haneul meyingkirkan guguran dedaunan yang hinggap dibahunya. Ia berdecak kesal saat menyadari halaman rumahnya yang baru saja ia bersihkan kini sudah kembali dipenuhi oleh dedaunan-dedaunan gugur. Ia tidak menyukai musim gugur, dan tidak akan pernah menyukainya.
.

.

.
Pada musim gugur kedua, dengan mata yang dipenuhi dengan air mata, Haneul menyaksikan sebuah peti mati diturunkan kedalam tanah. Marmer berwarna hitam pekat yang berisikan nama orang terkasihnya, ibunya, tampak berkilauan diantara guguran dedaunan yang tampak kusam. Semua orang menatapnya dengan tatapan mengasihani kecuali satu orang, ayahnya. Haneul tidak pernah berbicara dengan ayahnya lagi sejak saat itu.
.

.

.
Pada musim gugur ketiga, sembari menggeret koper berwarna merah mudanya, Haneul memasuki sebuah rumah tua dengan hati-hati. Disana tampak seorang wanita tua yang menyambutnya dengan senyuman lembut sembari membisikkan ucapan selamat datang ke rumah baru padanya. Dia akan memulai hidup barunya di kota ini karena ayahnya tak lagi menginginkan keberadaannya dihidupnya—tak memperdulikan tangisan Hayeon yang memohon untuk tidak dipisahkan dengan sang adik.
.

.

.
Pada musim gugur keempat, dengan tubuh yang dipenuhi peluh, wanita tua yang berstatus sebagai neneknya itu memeluk tubuh gemetarnya sembari mengelus helaian rambutnya dengan penuh kasih sayang—berusaha menenangkan Haneul dari mimpi buruk serta perasaan bersalah yang selalu menghantuinya sejak hari dimana peristiwa naas itu terjadi.
.

.

.
Pada musim gugur kelima, Haneul mendapatkan tamparan yang cukup keras dari neneknya saat wanita tua itu menemukan dirinya hampir menghilangkan nyawanya sendiri di dalam kamarnya. Dan untuk kesekian kalinya, Haneul kembali menangisi hidupnya.
.

.

.
Pada musim gugur keenam, untuk pertama kalinya Haneul bertemu dengan seseorang yang dapat memberikannya sebuah alasan untuk terus hidup. Ia mulai berfikir bahwa musim gugur tidak seburuk itu. Haneul menemukan sumber kebahagiaannya dan cahaya hidupnya.
.

.

.
Pada musim gugur ketujuh, Haneul hanya bisa berharap kepada Tuhan agar semuanya akan terus berjalan seperti saat ini. Tidak memerdulikan seberapa dinginnya angin musim gugur, ia terus berlutut dan berdoa—hal yang tak pernah ia lakukan lagi setelah sekian lama, hanya demi memohon agar kebahagiannya tak direnggut.
.

.

.
Pada musim gugur kedelapan, sembari menatap kearah genangan berwarna merah yang mengalir disekujur tubuhnya, Haneul memutar ulang semua memori-memori indah dihidupnya pada delapan tahun yang lalu. Dan tak lama kemudian, ia menutup kedua kelopak matanya—memenjarakan onyx itu selama-lamanya. Di malam kelulusannya, Jung Haneul memutuskan untuk menyerah akan segalanya.
.

.

.
Pada musim gugur kesembilan, Haneul bertanya-tanya apa yang membuatnya terus kembali ke dunia ini setiap musim gugur datang meskipun raganya sudah lama mati.
.

.

.
Pada musim gugur kesepuluh, wajah damai Sicheng adalah hal pertama yang Haneul lihat saat ia membuka matanya untuk pertama kalinya. Ia mengedipkan matanya berkali-kali—mencoba menyadarkan dirinya sendiri bahwa apa yang sedang ia lihat saat ini tidaklah nyata.

Haneul tidak mengerti kenapa ia harus terbangun di rumah seseorang yang bahkan tidak pernah mengharapkan kehadirannya.
.

.

.
Pada musim gugur kesebelas, Haneul mendapati dirinya kembali terbangun didalam kamar tidur milik Dong Sicheng. Kali ini dia cukup khawatir karena melihat lelaki itu lagi-lagi terlalu memaksakan dirinya untuk belajar. Lelaki itu harus dihentikan sebelum ia jatuh sakit karena kebodohannya sendiri.

Lalu kenyataan kembali menusuknya, ia tidaklah nyata. Ia tidak bisa melakukan apapun untuk lelaki itu.
.

.

.
Pada musim gugur keduabelas, Sicheng dari sekolah kedokterannya. Lelaki itu kini resmi menjadi seorang dokter.

Ah, betapa Haneul ingin merengkuhnya dan memberi selamat.

Tapi dia tahu, dia tidak mungkin bisa melakukannya.
.

.

.
Pada musim gugur ketigabelas, Haneul duduk diam diatas tempat tidur Sicheng sembari memandang kearah lelaki itu dari arah belakang. Dia benar-benar tidak mengerti, bukankah alasan Sicheng selalu terjaga selama ini karena dia ingin fokus belajar? Karena dia sudah lulus, bukankah seharusnya lelaki itu segera mengubah siklus tidurnya? Sicheng akan jatuh sakit jika terus seperti ini.
.

.

.
Pada musim gugur keempatbelas, sosok asing yang selalu Sicheng panggil dengan sebutan Minghao lagi-lagi memaksa lelaki itu untuk tidur. Tak lama, sosok asing lainnya juga masuk untuk mengatakan hal yang sama. Hatinya menghangat saat melihat interaksi antara ketiga orang tersebut.

Minghao dan Yiyang? Mereka baik untuk hidup Sicheng.
.

.

.
Pada musim gugur kelimabelas, semuanya menjadi jelas. Apa yang menahannya selama ini adalah janji masa lalunya dengan Sicheng yang tak pernah sempat ia penuhi. Tapi apa yang harus ia lakukan untuk memenuhi janji itu disaat dia sendiri tidaklah lagi nyata?
.

.

.
Pada musim gugur keenambelas, Haneul mendudukkan dirinya disamping Sicheng. Wajah lelaki itu semakin lama semakin terlihat kuyu, seolah tidak mempunyai semangat hidup.

Haneul harap, dia bisa melakukan sesuatu untuk Sicheng.
.

.

.
Dan pada musim gugur ketujuhbelas, mereka akhirnya berhasil menepati janji. Dan kini, Sicheng menggenggam tangannya erat. Mereka akhirnya kembali bersama.

Sebenarnya, Haneul ingat semuanya.
Tentang kematiannya,
Tentang masa lalu mereka,
tentang Kim Mingyu....

Tapi Sicheng tidak perlu tahu.


-END-

That Autumn - Winwin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang