Lidya membuka lebar matanya ke arah dua pasang itu. Ia tersenyum lebar melihat keduanya.
"Ma, Pa, apa kabar?" tanya Lidya dengan sangat ramah.
Mereka mengerenyitkan dahinya dan menatap Lidya dari atas ke bawah, hingga mereka mungkin menemukan titik temu tentang siapa gadis yang telah berpelukan dengan Zhiro.
"Zhiro, dia siapa?" heran Farah menatap mereka. Zhiro hanya tersenyum lalu kembali duduk di tepian tempat tidurnya dengan tangan tetap menggenggam tangan gadis itu lembut.
"Menurut mama dia siapa hingga aku berani memeluknya?" ujar Zhiro seakan memberikan sebuah tebakan.
Mata Farah kian berbinar seiring detik yang terlewati. "Lidya?"
Farah langsung merentangkan tangannya memeluk Lidya, Lidya terperangkap dalam pelukannya. Ibu dan anak angkat itu memeluk untuk melepas rindu.
"Ini benar kamu Lidya? Kamu sangat berubah," kagum Ghany menghampiri mereka berdua.
"Iya Pa. Kalian apa kabar?" Lidya melepaskan pelukan Farah dan menatap mereka dengan senyuman indahnya.
"Kami semua baik, bagaimana kamu? Kamu yang harusnya dikhawatirkan, anak itu benar-benar bodoh bersikap seperti itu," tukas Ghany sambil melirik kesal ke arah Zhiro. Zhiro hanya membalas dengan tawa kecil, seakan dirinya tidak bersalah apapun.
"Sudahlah lupakan kebodohan putraku itu, dia telah kehilangan akal sehat. Kau mau tau? Tiap harinya dia merana memikirkanmu," kekeh Farah dengan gaya bahasa formal, semuanya berubah seiring waktu di dunia kian terlewat.
"Bagus, aku menjadi orang yang paling bodoh sekarang," tawa Zhiro atas dirinya sendiri.
Dering handphone Lidya benar-benar memecah suasana nostalgia yang tercipta setelah hampir setahun lamanya. Lidya permisi menuju sudut ruangan.
"Halo."
"Kenapa kau terlalu mengkhawatirkanku?"
"Aku sudah punya body-guard sekarang, jadi mengapa aku harus takut?"
"Siapa? Ya itu kau, bagaimana bisa kau duduk santai ketika aku susah. Aku tebak saja pasti kau akan gelisah tidak tertahan ketika aku ada masalah."
"Baguslah, jika kau tidak mempedulikanku. Aku sebenarnya tidak membayarmu untuk peduli."
"Lalu mengapa jika menjelang malam?"
"Mengapa kau se-protektif ini? Kau mendapat hidayah dari mana?"
"Baiklah. Aku akan menuntutmu karena telah mengganggu waktuku kini."
Sambungan telepon diputus sepihak oleh Lidya, Lidya kembali ke mereka.
"Siapa itu? Kekasihmu?" duga Ghany sambil memperhatikan wajah Lidya kini yang berseri-seri.
"Lebih dari sekedar kekasih. Lidya mau pamit pulang, mungkin besok Lidya akan bersama dengannya ke sini," ujar Lidya sembari menyalami kedua orang tua angkatnya.
Ia memandang Zhiro lebih dalam, seakan ia tidak ingin berpisah. Ia ingin menemani lelaki itu tetapi situasi tidak memihak padanya. Ia mengakhiri tatapan tersebut dengan senyuman kecil lalu keluar dari ruangan.
Ia keluar dari rumah sakit, menjelajah jalan setapak kecil ke arah parkiran.
Ia mengamati sekitarnya. Banyak pasien, dokter, dan suster di sini. Ia tidak pernah menyangka jika orang yang ia nantikan malah menjadi salah satu dari mereka dan sahabatnya menjadi salah satu pahlawan di sana.
"Andaikan aku tau kau punya penyakit, pasti aku masih tetap bersikukuh untuk tinggal denganmu," gumam Lidya lalu menaiki sepeda motornya dan menyalakan mesinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Teen FictionBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...