Danu dan Sania

2 0 0
                                    

Bab I
Pertemuan

Kamu yang membuat hatiku bergetar
Senyuman mu sangat berarti
Aku menyadari bahwa senyum mu merasuki hatiku
Jangan kau bertanya mengapa, karena hati telah berbicara. Cinta menghampiri hati ini, Sania.

Telah lama aku nantikan perpindahan tugasku ke kota dimana Sania berada. Aku sesegera mungkin mengabari Sania tentang kepindahan tugasku ke kota dimana dia berada. Betapa senangnya ketika tahu aku telah di pindah tugaskan kesana. Pun begitu juga Sania yang sudah lama menantikan aku hadir di hadapannya, tidak lagi layar gawai yang selalu mempertemukan kami jika ingin sekedar mengurangi rasa rindu di hati.

Tibalah hari dimana aku berangkat, semua urusan administrasi telah diselesaikan oleh tim staff di kantorku. Ada perasaan bahagia campur gugup yang menghadang ku di depan. Karena, ketika sampai di bandara Sania lah yang menyambut ku. Kami sudah seringkali saling tatap muka tetapi kami hanya bertatap muka melalui gawai kami masing - masing sekalipun kami belum lagi pernah bertemu. Pasti akan ada rasa canggung di antara kami.

Papan informasi di LED layar lebar bandara telah memberikan informasi penerbangan ku yang 30 menit lagi akan lepas landas menuju kota itu, Sania aku tidak akan lagi pergi jauh darimu. Penerbangan ku hanya berjarak 1 jam 30 menit menuju kota itu. Ban pesawat menyentuh aspal panas landasan pacu penerbangan di bandara terbesar di kota ini. Jantungku tak berhenti berdegup kencang dan semakin kencang ketika aku mulai menuruni anak tangga pesawat ini, ya Tuhan ada apa denganku, seolah baru ini aku mengalami jatuh cinta.

Cinta ini memang bukan cinta biasa, Sania lah yang membuat ku seperti ini. Sania lah yang membuat hati ini bergetar sejak aku tau dialah Sania ku yang aku cari selama rentang 20 tahun ini. Setelah giliran Koper dan barang kerjaku keluar dengan rapi bersamaan dengan koper penumpang lainnya, segera aku ambil koperku dengan cepat, manaruhnya di troli barang yang sudah aku ambil.

Langkahku ku percepat karena sudah ada yang menantuku di ujung pintu keluar ruang kedatangan bandar udara ini. Nampak dari kejauahan, seorang wanita bersepatu kets, bercelana jeans, menggunakan outer panjang dengan dalam T-Shirt santai wajah yang sumringah mencari cari seseorang yang di tunggunya dengan sesekali melihat jam tangan di tangan kirinya, tas selempang hitam yang selalu setia menemaninya kesana kemari, dialah Sania ku. Tampak baru saja dia mengenaliku dari kejauhan, dia melambaikan tangannya kepadaku. Aku tersenyum.

" H-Hai, Danu " sapa Sania, dia terlihat sedikit canggung berhadapan denganku

" Sania, hai. " Aku mencoba untuk tidak menambah kecanggungan ku di hadapannya. Kami berdua tersenyum saling menatap beberapa detik. " Yuk, dimana nih mobilnya?" Aku segera bertanya.

"Eh iya, Ayuk. " Ajak Sania.

Aku tau Sania masih merasa asing walau sering kali kami me-ngobrol melalui telp dan WhatsApp. Sania mengantarkan aku ke parkiran mobil tempat dimana dia memarkirkan mobilnya untuk mengantarku ke hotel tempat aku menginap yang sudah di sediakan kantor untukku beristirahat malam ini sebelum besok aku masuk ke lokasi.

Aku meraih tangan Sania seketika, menggandengnya menuju mobil. Dia tidak menolak hanya canggung, hal inilah yang aku nantikan sejak dulu. Dulu rasa kagum ku ingin selalu ingin bermain dan dekat denganmu perasaan seorang anak lelaki kepada teman dan mengaguminya. Saat ini kami telah dewasa perasaan itu tentu telah berubah. Wajahnya kian merona ketika tangannya ku genggam erat. Kami hanya membisu sepanjang jalan menuju parkir mobil saat itu. Aku tak ingin berpikir yang lain, aku hanya berpikir Sania kini ada di sampingku dan tak akan ku lepas lagi.

Sampai di mobil kecil milik Sania. Mobil yang pernah dia ceritakan kepada aku bahwa mobil ini adalah kerja kerasnya hasil tabungannya selama dia bekerja. Aku menawarkan diri untuk menyetir karena aku laki laki, sewajarnya aku yang melayani wanita ku. Sania sebagai GPS ku kali ini karena dia yang mengetahui arah dan tujuan dimana letak hotel tempat aku menginap malam ini.

" San, gimana kabarmu? " Aku mulai pembicaraan.
" Kabarku baik, Dan. Kamu sendiri? " Balik bertanya.
" Kabarku selalu tidak baik, karena menahan kerinduan ini kepadamu." Aku pun tertawa lebar.
"Alah, gombal kamu. Aku bukan ABG lagi yang suka dengan segala gombalan dan rayuan. " Tukasnya sambil tersenyum. Senyuman Sania yang membuat aku tersihir.
" Memangnya hanya ABG yang suka di rayu?" Kau balik bertanya. " Oh ya, Ai bagaimana dan sama siapa sekarang?" Aku bertanya tentang Aaira anak semata wayangnya Sania bersama mantan suaminya dulu.
" Ai sedang bersama ayahnya saat ini, tadi malam Ai dijemput. Katanya neneknya kangen. " Raut wajah Sania tiba tiba berubah.
" Oh, padahal aku ingin melihat Ai loh. "

kami mengobrol santai sepanjang perjalanan menuju hotel. Aku banyak bercerita tentang pekerjaan dan juga banyak bertanya tentang lokasi dimana tempat aku bekerja nantinya kepada Sania. Sania, wanita yang selalu bersemangat dan ceria. Aku selalu suka berbicara dengannya. Dengan berbicara dengannya hari hariku ikut ceria karena ocehannya. Sikap inilah yang aku suka dari kami masih berusia 10 tahun.

Hingga akhirnya kami sampai di hotel yang dituju. Kami memarkirkan mobil dan menuju lobby hotel untuk check in. Aku langsung dapat nomor kamar dan mengantar koper dan barang - barang ku ke kamar hotel. Sania menunggu ku di lobby, dan segara aku turun kembali ke lobby. Aku hanya tak ingin melewatkan sedetikpun kebersamaan dengannya saat ini.

Kami pun menuju lounge agar kami bisa mengobrol banyak tentang kami masing - masing. Dua jam obrolan kami dengan segelas kopi dan Sania telah menghabiskan teh tawarnya. Waktunya Sania pamit dan berjanji untuk menelpon ku setibanya dia di rumah. Saat itu aku tak rela dia pergi secepat itu. Hati ini berasa gundah tak biasa entah mengapa. Ah, mungkin ini hanya rindu yang tak tertahan selama berbulan bulan. Aku menepis segala kegelisahan ku dan pikiran yang negatif. Namun ini sudah lebih dari 1 jam Sania tidak menghubungiku walau sudah aku chat untuk menanyakan keberadaannya saat ini.

Dua jam berlalu, namun belum ada kabar dari Sania. Kekhawatiran ku semakin menjadi, ini bukan hal yang biasa. Aku beranikan diri untuk menelpon Sania. Berdering namun belum ada yang mengangkat. Kedua kali dan ketiga kali nya telpnya Ter angkat.

" Halo, Sania. " Sapaku.
" Halo, maaf ini siapa? " Suara di seberang telpon menjawab, namun bukan Sania. Suarany lebih berat dan parau. Seperti suara wanita berumur. Ibunya?
" Ma - maaf ibu, saya temannya Sania. Saya Danu, Bu. "
" Nak Danu, Sania saat ini sedang di rawat intensif diruang ICU. " Suara itu mulai terdengar terisak.
" Ibu, ada apa dengan Sania? " aku terkejut mendengar kabar dari gawai telepon itu.
" Sania kecelakaan dua jam lalu, kepalanya terbentur hingga saat ini belum sadarkan diri. " Jawab ibu itu. " Saya ibunya Sania. "
" Baik Bu, saat ini Sania dirawat di rumah sakit Mana, Bu? " Aku bertanya sedikit tergesa karena aku ingin segera berada disana dan melihat kondisi Sania disana.
" Saat ini kami berada di Rumah Sakit Harapan Kasih di ruang ICU. " Jawab ibunya Sania.
" Baik Bu terimakasih. Saya segera ke rumah sakit. " Aku tutup telpon dengan segera, memesan taksi dan meluncur ke rumah sakit yang disebutkan.

Sania, baru saja kita bertemu. Kenapa seperti ini. Aku tidak berpikir apa apa lagi, aku hanya ingin segera sampai ke Rumah Sakit. Di taksi itu sopir memutar radio dan di radio itu memberitakan bahwa telah tejadi kecelakaan mobil yang di tabrak oleh sebuah truk di jalan utama, korban dilarikan kerumah sakit yang sama disebutkan oleh ibunya Sania. Itu Sania Ya Allah, kenapa ini bisa terjadi. Aku menahan tangis ini.

Aku hanya tidak ingin kehilanganmu kedua kalinya, Sania.

To be continued....


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Danu dan SaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang