Dua minggu berlalu dengan begitu cepat bagi Bintang. Selama dua minggu belakangan ini, gadis itu fokus pada latihan untuk lombanya nanti. Sebisa mungkin ia berlatih dengan baik dan benar. Bahkan saat memikirkan hari itu tiba, jantungnya terasa deg-degan dengan cepat. Ia masih gugup membayangkan hari itu tiba nanti.
Selama dua minggu itu juga, Langit selalu menemaninya. Ke mana pun. Ke mana pun Bintang pergi, Langit akan mengantar dan menjemput gadis itu. Saat latihanpun, Langit akan menunggu Bintang. Sesekali pemuda itu mengintip dan mendengarkan dengan baik suara Bintang saat bernyanyi.
Langit tidak pernah bertanya menganai perasaan Bintang padanya sudah sejauh apa. Tidak. Sama sekali. Barang secuil pun tidak. Menurut Langit, yang terpenting untuk Bintang sekarang adalah fokus pada perlombaannya. Langit hanya ingin memberi jeda untuk bertanya selama dua minggu belakangan ini. Tapi, setelah Bintang selesai dengan perlombaannya, Langit pastikan kalau ia akan bertanya pada gadis itu, apakah Bintang sudah memiliki rasa yang sama untuknya atau tidak.
Perhatian dan tindakan kecil yang Langit berikan untuk Bintang, tidak pernah lepas dari pengamatan gadis itu. Apa pun yang Langit lakukan untuk Bintang, sekarang sudah sangat bisa membuat sesuatu membuncah dalam hati Bintang. Rasa yang masih ia ragukan dulu, sekarang sudah pasti.
Gengsi besar yang dulu ada, kini ia tepis jauh. Membiarkan rasa itu membuncah dan mendebarkan dalam dadanya. Membuat pipinya terasa memanas dan jantungnya berdetak cepat saat Langit mengelus dan mengacak rambutnya. Bahkan Bintang merasa hatinya menghangat hanya karena tangannya digenggam oleh Langit.
Bintang mengaku, kalau ia jatuh dalam pesona Langit.
Bintang menyukai Langit.
Dan tidak ingin Langit pergi meninggalkannya.
Bintang saat ini hanya sedang menunggu. Menunggu kapan Langit akan menanyakan perihal perasaannya. Dan saat hari itu tiba, Bintang akan mengungkapkan apa yang ia rasa.
Saat ini, Bintang sedang duduk di pintu kaca balkon kamarnya dengan gitar yang ada dipangkuannya. Sejak lima belas menit yang lalu, ia duduk di sana sambil menikmati semilir angin menerpa wajahnya. Hari kian semakin sore, dan Bintang makin semangat memetik gitarnya sambil bernyanyi.
Senyumanmu yang indah bagaikan candu
Ingin trus ku lihat walau!Ku berandai kau disini mengobati rindu ruai
Dalam sunyi ku sendiri meratapi
Perasaan yang tak jua di dengarBintang bernyanyi. Bibirnya tertarik ke atas. Mencetak seulas senyuman. Tidak lebar. Namun jika saat ini ada Langit, sudah dipastikan itu adalah senyuman paling lebar yang pernah Bintang perlihatkan untuknya.
Tak kan apa bila rasa ini tumbuh sendirinya
Tak berdaya diri bila di antara
Walau itu hanya bayang - bayangmuSenyumanmu yang indah bagaikan candu
Ingin trus ku lihat walau dari jauh
Skarang aku pun sadari semua hanya mimpiku
Yang berkhayalah kan bisa bersamamuGedebug
Bintang langsung melotot hebat saat tiba-tiba saja Langit ada di hadapannya. Pemuda itu muncul dari bawah balkon kamarnya. Bintang sampai terheran-heran. Bagaimana Langit bisa naik ke balkon kamarnya? Kenapa tidak lewat pintu saja?
Langit membenarkan posisinya. Pemuda itu berdiri dan merapihkan bajunya sambil tersenyum lebar pada Bintang. Napasnya masih tersenggal-senggal karena menaiki tangga untuk sampai ke balkon kamar Bintang.
Tadi, Langit niatnya ingin lewat pintu. Saat di depan teras ada Mamanya Bintang yang sedang menyiram tanaman, ia meminta izin untuk memakai tangga yang ada di samping rumah hanya untuk naik ke balkon kamar Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bi(n)lang (SELESAI)
Novela JuvenilSaat latar belakang kehidupan yang sebenarnya baru ia tahu, dirinya jatuh. Memeluk lara. Mendekap kecewa yang menumpuk dalam dadanya. Menahan sesak yang menghimpit. Kian semakin sesak ... Dan dirinya, tidak bisa berdiri lagi. Jatuh ... Dalam lubang...