Sadam memperhatikan ke arah sekelilingnya, baru saja ia mengeluarkan nafas untuk berbicara. Mereka berdua terkepung. "Sial!"
Lidya bersiap dengan kondisi mematikannya, setidaknya ia bertahan hidup setelah ginjalnya diberikan kepada kekasihnya.
Sadam mengeluarkan belati dengan pelan, tepat seperti ukiran yang dimiliki Gio. Lidya akan bertanya namun situasi kini lebih mencekam.
"Bertahanlah, aku akan berusaha untuk melindungimu," bisik Sadam dengan sangat kecil.
"Tapi...." sela Lidya heran.
"Tidak ada pembantahan. Sekarang nyawamu menjadi tanggung jawabku," ujar Sadam memotong, Sadam dengan intens menatap orang yang berjumlah delapan orang yang berdiri di setiap penjuru mata angin.
"Kalian bermain-main denganku," balas Sadam tidak terima.
"Kau yang mulai berkhianat," lantang salah seorang di antara mereka. Sadam hanya tertawa kecil.
"Aku hanya mengingatkan, lebih baik kalian berkhianat," jelas Sadam dengan tenang. Di tangan lainnya, pergelangan tangan Lidya dipegang erat.
"Kau berani berkhianat dia yang selama ini telah berkuasa? Kau akan menyesal?!" sergah mereka lagi. Suara lelaki dengan bass yang kuat, Sadam tidak terlihat gentar sama sekali.
Sejenak Lidya merindukan sosok Gio, seseorang yang selalu menjaganya dikala susah bersama Dimas. Andaikan dia masih ada di dunia, mungkin sekarang ia telah membunuh mereka berdelapan.
"Menyesal? Tidak akan pernah terjadi, mustahil!" tukasnya dengan semangat membara. Lidya mengeluarkan belati milik Aluna.
Ia bersiap, sangat bersiap. Sadam melepaskan genggaman tangannya.
"Jika kau punya kesempatan untuk kabur, kaburlah. Jika tidak kau akan terbunuh dan aku akan kehilangan kesempatan untuk hidup bersamamu lebih lama," pesan Sadam dengan sangat hati-hati. Ia sangat mengecilkan suaranya, sehingga mereka tidak bisa mendengarnya.
"Apa yang kau lakukan? Meninggalkan pesan terakhir? Sebelum kau mati. Tidak akan terjadi karena gadis ini akan mengawali kematianmu," kekeh mereka. Lidya menatap tajam ke arah mereka, entah tiba-tiba suasana jalan menjadi sepi.
Lidya melihat di ujung jalan sebuah truk melintangi jalan, menutup lalu lintas dan sengaja membuat taman yang biasa sepi menjadi sangat sepi.
"Terlalu percaya diri," decak Sadam terdengar meremehkan. Ia sekali lagi menatap ke arah Lidya, matanya terlihat lebih sedih daripada yang selalu dilihat Lidya ketika tinggal bersama Sirent.
Pertempuran tidak bisa dielakkan, kedua insan ini berpisah membentuk dua regu pertarungan. Lidya dengan cepat menangkis dan menyerang walaupun sesekali mengamati Sadam yang berhasil melumpuhkan beberapa orang.
Lidya kembali fokus kepada serangannya. Belatinya kian haus dengan darah, luka sayatan menghujam musuhnya. Ia membabi buta, seiring energinya yang terkuras habis.
Ia menerjang dan memukul musuhnya dengan segala cara yang terpenting ia selamat.
"Apa ini?!" teriak Lidya ketika benda panas menyemprot matanya. Perhatian Sadam menjadi teralihkan, mereka dilumpuhkan dengan segera.
Kepala belakang Lidya dipukul, matanya meremang dan cahaya mulai redup. Ia tidak sadarkan diri lagi.
Lidya mengerjapkan matanya, ia tidak bisa melihat dengan jelas dimana posisinya kini. Tiap pergelangan tangannya diikat dengan dua buah tali yang menghubungkan tubuhnya dengan tiang. Ia diikat dan ditahan oleh delapan orang tadi. "Licik!"
"Masih saja mengumpat? Tidak ingin melihat lelaki yang menjagamu tadi menemui kematiannya?" tanya orang itu. Lidya sepertinya mengenal suara itu, namun ia tidak bisa memastikan dengan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Teen FictionBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...