Bab 36

11.8K 2K 59
                                    

Narendra berangkat sendiri ke rumah besar Perwira Raksa. Pria yang menelponnya tempo hari memperkenalkan diri sebagai Martin. Pria itu diberi mandat oleh Perwira Raksa untuk membantu Narendra masuk ke perusahaan serta mengajari semua yang dibutuhkan Narendra untuk menjalankan perusahaan. Martin juga menjelaskan apa yang mungkin akan Narendra hadapi ketika memunculkan diri. Dan mungkin butuh perjuangan yang panjang untuk meyakinkan para petinggi perusahaan untuk percaya padanya. Meskipun perusahan dipegang oleh orang-orang profesional  tapi Narendra yang akan langsung mengambil alih posisi sebagai presiden utama menggantikan Perwira Raksa yang tidak sadarkan diri, pasti menimbulkan banyak masalah. Tidak adanya latar belakang bisnis di pendidikan Narendra juga adanya Arini yang tentu lebih cakap dan memiliki pengalaman mumpuni, tentu membuat pertimbangan besar. Entah apa yang dipikirkan Perwira Raksa hingga meninggalkan wasiat agar Narendra bertindak sebagai presdir, alih-alih hanya sebagai pemegang saham tertinggi yang tidak terlibat dalam perusahaan.

Narendra pergi bersama Jo karena tidak mungkin Jo meninggalkan salon kesayangannya hanya untuk menemani Hanin dan anak-anak. Narendra meninggalkan  pesan ini itu pada Hanin sebelum berangkat layaknya seorang suami yang akan pergi perang. Pria itu juga memastikan keamanan untuk Hanin selama dia pergi yang tak yakin kapan dapat kembali.

Sepeninggal Narendra dan Jo tinggalah Hanin dan anak-anak bersama pengurus rumah besar itu. Tinggal terpencil dengan halaman luas dan jauh dari tetangga membuat Hanin bebas membawa anak-anak bermain di luar. Bintang terlihat ceria melihat sekelilingnya, mata anak itu berbinar melihat kupu-kupu. Bintang belum banyak bicara dan sepertinya anak itu lebih suka menunjukan apa yang dia mau daripada bicara. Hanin mencoba melatih Bintang untuk bicara sedikit demi sedikit. Hanin banyak membaca postingan tentang parenting untuk merawat anak-anak. Bacaan yang tidak pernah dia mimpikan akan dia baca.

Jika Bintang mulai mudah berataptasi dengan lingkungan barunya, Mentari sedikit sulit untuk beradaptasi. Anak itu masih betah berdiam diri di kamarnya dan hanya mau keluar jika waktunya makan. Ada televisi yang di pasang di kamar itu, sehingga dia sangat betah dengan televisi menyala meskipun Hanin tak yakin anak itu benar-benar menonton acaranya atau tidak. Narendra mengirim seorang temannya yang bekerja sebagai  psikiater di kota ini untuk membantu kesehatan mental Mentari. Wanita bernama Sila itu dengan baik hati mau datang seminggu dua kali ke rumah untuk terapi Mentari walaupun butuh waktu satu jam lebih untuk sampai ke rumah ini dati kota.  Mengetahui apa yang terjadi pada Mentari, dokter itu sangat ingin membantu. Kondisi Mentari yang khusus membuat dokter itu perlu ekstra kerja keras untuk mengambil perhatian anak yang lebih tertarik pafa dunianya sendiri itu.

Hari berganti minggu dan minggupun berganti. Genap satu bulan sudah sejak hari pertama Hanin menginjakan kaki di rumah ini. Menjalani hidup di tempat yang lingkungannya masih asri dan udara segar membuat hidup Hanin terasa lebih baik. Belum ada kabar apapun dari Narendra selain menanyakan kabar sehari-hari tentang dirinya dan anak-anak. Karena Narendra tidak bercerita, Haninpun sungkan bertanya lebih dahulu. Kabar anak-anak juga semakin membaik sebulan terakhir ini terutama untuk Bintang. Hidup di tempat terpencil ini membuat Hanin merasa tenang tanpa pikiran was was seseorang akan berbuat jahat padanya.

Seperti biasa, pagi hari setelah sarapan saatnya Bintang bermain di halaman rumah. Anak itu terlihat normal seperti anak-anak lain seusianya. Tidak lagi mengompol atau minta di gendong setiap waktu. Cucu perempuannya bu Rahmi yang hanya 2 tahun lebih tua dari Bintang sering berkunjung, anak itu menjadi teman bermain Bintang. Jika ada Nana, Bintang selalu bersemangat, mungkin ini kali pertama Bintang punya teman bermain sebaya.

Keadaam Mentari belum menunjukan perubahan yang signifikan, mungkin butuh waktu lama untuk anak korban pelecehan untuk bisa berdiri kembali. Kenangan buruk di benak Mentari belum bisa terhapuskan, dan dia juga belum mau terbuka pada psikaternya. Tapi, sesering mungkin Hanin mengajak Mentari mengobrol meskipun dia berakhir bicara sendiri.

"Aduh nek...aike kangen banget sumpah..." ucap di sebrang telepon dengan suara khasnya. Entah berapa kali Jo mengucapkan rasa kangennya di sela-sela pembicaraan mereka. Hanin memperhatikan Bintang yang bermain sembari menelpon Jo dan Sammy. Mereka membicarakan banyak hal, terutama tentang toko roti miliknya yang sudah cukup lama dia tinggalkan. Beruntung Sammy bisa mengatasi jalannya toko roti, sehingga ketidakadaan Hanin tidak sampai membuat toko roti yang sudah seperti separuh jiwa Hanin itu bangkrut.

Meskipun ada bu Rahmi dan suaminya yang bekerja di rumah, Hanin merasa kesepian tidak memiliki teman untuk bicara. Jadilah berbincang dengan Jo dan Kimmy sedikit mengurangi rasa sepinya. Dari mereka juga dia banyak info apa yang terjadi di dunia luar, karena dia tersolasi di tempat jauh ini.

Terkadang memang bu Rahmi juga mengajak Hanin mengobrol membicarakan banyak hal. Atau lebih tepatnya bu Rahmi bercerita kesana kemari tentang keluarga Narendra. Tentang ibu Narendra yang baik hati, juga tentang Narendra kecil hingga tumbuh dewasa.

Jika satu bulan Hanin berlangsung tenang, maka satu bulan Narendra sebaliknya. Satu bulan terakhir ini, Narendra seperti berpacu dengan waktu. Banyak hal yang harus dia pelajari terutama seluk beluk tentang bisnis. Beruntung Martin pengajar yang mudah di mengerti, jadi Narendra tidak terlalu pusing menerima pelajaran dari pria yang ternyata temannya almarhum Adrian itu.

Debut perkenalannya sudah dilakukan seminggu lalu, tidak disangka, para petinggi perusahaan menyambutnya dengan cukup baik. Mungkin karena salah satu isi wasiat ekstrem Perwira Raksa yang mengatakan jika terjadi sesuatu pada Narendra maka Raksa grup akan sepenuhnya diambil untuk kepentingan yayasan amal. Sepertinya Perwira Raksa sudah dapat menebak jika mengekspos Narendra sama dengan menyerahkan nyawa untuk dihabisi.

Narendra sudah bertemu dengan Arini, malah wanita itu dengan baik hatinya menawarkan diri untuk membantu. Wanita itu mengatakan siap untuk mengabdikan diri membantu Narendra. Jika melihat penampilannya, Narendra pikir tidak mungkin wanita secantik dan seanggun Arini mampu melakukan pembunuhan. Arini begitu cakap menyelesaikan urusan kantor maupun urusan rumah utama. Dia juga rajin menjenguk Perwira Raksa yang belum juga menunjukan tanda-tanda akan sadar.

Cerita Elang tentang Arini yang memegang tongkat Raksa grup sepertinya benar adanya. Wanita itu sangat berpengaruh baik di perusahaan maupun di rumah besar. Dari cara Martin memperingatkan Narendra, membuat Narendra berpikir jika kemungkinan tuduhannya tidak salah. Besar kemungkinan Arini adalah Hilda dalang kehancuran keluarga Raksa grup. Apalagi jika memperhatikan cara bicara wanita itu yang meskipun diucapkan dengan nada ramah, tapi ada nada kebenian di dalamnya. Jika diperhatikan, setiap ucapan yang keluar dari mulut Arini, seperti mengandung makna lain.

Narendra yang sudah dengan keputusan bulatnya untuk datang ke medan perang, nyatanya dia gentar menghadapinya sendirian. Berada di rumah besar bersama Arini didalamnya, membuat Narendra sedikit gentar. Tanpa sengaja dia pernah melihat Arini meminum beberapa obat. Sebagai seorang dokter tentu saja dia tahu obat apa yang di konsumsi Arini dari cangkangnya saja. Lebih mengerikan lagi seluruh isi rumah ternyata di lengkapi CCTV kecuali kamar tidur dan kamar mandi. Setiap waktu berada di rumah Narendra merasa di awasi kecuali dalam kamarnya. Dan hingga hari ini dia belum tahu lokasi kontrol CCTV itu. Narendra tidak bisa berbuat bebas mencari tahu identitas Arini karena takut ketahuan. Apalagi dipastikan seisi rumah adalah anak buah Arini. Menurut laporan dari Martin, semua pegawai rumah ini diganti setelah kedatangan Arini, dan dipastikan Arinilah yang mewawancarai pegawai itu secara langsung. Dengan semua fakta yang terlihat secara kasat mata saja, Narendra sudah merasa wanita itu sungguh menakutkan.

Pulang ke rumah besar setelah bekerja, dan makan malam sendirian menjadi rutinitas Narendra sekarang. Dulu ketika dia hidup sendiri, rutinitas itu adalah hal biasa, tapi setelah mengenal Hanin dan anak-anak, membuatnya merasa rutinitas itu menyedihkan. Seperti biasa Narendra langsung Narendra menuju meja makan setelah dia berganti pakaian. Sebenarnya kamar yang ditempatinya cukup luas dan memungkinkan jikapun dia memilih makan dalam kamar. Hanya saja kebiasaan makan sesuai tempatnya membuata Narendra enggan untuk makan dalam kamarnya.

Ada yang berbeda dengan kondisi meja makan hari ini.

"Duduklah tuan muda...kita harus merayakan hari ini." Ucap Arini mengagetkan Narendra.

"Merayakan?" Tanya Narendra.

"Tentu tuan muda, saya mendapatkan kabar jika tuan besar sudah sadar. Bukankah kita harus merayakannya?" Tanya Arini, terdengar nada janggal dalam bicaranya.

Narendra membelakan matanya kaget mendengar ucapan Arini. Enrahlah dia harus senang atau sedih mendengarnya. Tapi, bukan itu point utama kekagetan Narendra sekarang. Penampilan Arini dihadapannya saat inilah yang membuatnya membelakan matanya.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang