Twenty Five

1K 84 52
                                    

Wendy membuka mata. Hal pertama yang masuk ke dalam garis penglihatannya adalah kepala dengan rambut hitam yang menempel ke lehernya. Lelaki itu tersenyum saat harum shampo yang familiar tercium oleh hidung.

Irene.

Wendy mencium dahi wanita dalam pelukannya, sebelah lengannya yang dipakai bantal oleh pacarnya dia angkat, sedikit merenggangkan otot yang terasa kebas.

Hal itu berhasil mengganggu tidur lelap Irene.

"Diem ih pak.."

Wendy terkekeh, menarik tubuh kecil sekretarisnya lebih kencang, mengikis jarak diantara badan mereka yang memang hampir tidak berjarak.

"Bangun, aku laper."

"Ya udah makan." Irene belum mau membuka matanya. Dia memeluk perut Wendy mencari kehangatan. Pagi ini cukup dingin, dan selimut yang mereka pakai sudah melorot ke bawah entah sejak kapan.

Irene tidak suka dingin, dan Wendy adalah penghangat yang dia butuhkan saat udara sudah turun drastis seperti ini.

Wendy mendengus, dengan iseng menelusupkan tangan ke dalam baju Irene--mengelus punggung gadis itu menggoda.

"Boo geliii.." Rengeknya masih keukeuh merem.

Wendy melanjutkan kegiatannya tanpa merasa terganggu dengan gerutuan wanita dalam pelukannya. Hingga akhirnya Irene menyerah, dia menatap tajam Wendy, mencoba menyampaikan rasa sebal lewat matanya yang penuh belek.

Wendy terkekeh, mengecup bibir Irene kemudian menarik lengannya lumayan kencang. Untung saja ada bantal dibawah kepala gadis itu, kalau tidak, Irene pasti sudah terbentur.

"BOO!" Jeritnya kesal.

Wendy tertawa keras, buru-buru berlari ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badan--sekaligus melarikan diri dari amukan bunny yg lagi ngambek.

Ah, typical pagi akhir pekan di apartemennya, terhitung sejak beberapa minggu yg lalu sejak mereka bersama.

[•]

Setelah mandi dan sarapan, mereka duduk di sofa ruang tamu untuk menghabiskan quality time berdua. Tapi berbeda dengan minggu lalu, hari ini Wendy tidak menemaninya menonton TV, atau mengajaknya mengobrol tentang topik random.

Hari ini lelaki itu malah sibuk sendiri dengan laptop di pangkuannya.

Pengen jadi laptop..

Irene cemberut kesal. Dia dengan sengaja menaikan volume TV untuk mengganggu pacarnya. Tapi Wendy bahkan tidak meliriknya sama sekali, apalagi menegur seperti biasa.

Bibir Irene makin maju. Waktu libur adalah satu-satunya saat mereka bisa yang-yangan tanpa gangguan sana sini. Tapi sekarang malah dikacangin. Berasa jadi poster calon gubernur Irene tuh, cuma dilirik doang.

"Boo, ngerjain apa sih?"

Wendy bergumam sebentar sebelum menjawab.
"Laporan."

"Kan libur, kerja mulu sih kayak kuda."

Lelaki itu terkekeh, paham betul Irene itu orangnya super lengket kalau sudah dekat-dekatan. Pasti dia bete karena sedari tadi diabaikan Wendy.

"Ayah minta hari ini yang, bentar ya. Paling dua puluh menitan lagi selesai kok." Dia menyempatkan mencium pipi Irene sebentar. Akhirnya gadis itu menghela nafas mengalah.

Wendy bohong, sudah sejam lebih tapi dia belum selesai-selesai juga. Irene bahkan sudah mengantuk lagi saking capenya berjalan kesana kemari untuk mengalihkan perhatian Wendy.

Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang