50

1.1K 110 11
                                    

Lidya mengerjapkan mata. Belaian tangan lembut memecahkan ketakutannya akan mimpinya. Mimpi yang sangat buruk.

"Tenanglah kau aman bersamaku," ujar Oxy dengan wajah yang menenangkan namun suaranya terdengar tergesa-gesa layaknya orang yang khawatir.

Lidya memperhatikan ke arah sekitarnya. Mencari sosok yang melengkapi keluarganya. "Di mana Aluna?"

"Aluna tadi izin pergi, entah apa yang dia lakukan. Aku telah mencegahnya namun kau pasti paham seperti apa dia," ujar Oxy dengan nada lemas.

"Kau masih memakai jasmu?" tanya Lidya setelah mengamati jam dinding yang akan mencapai tengah malam.

"Apa yang bisa aku lakukan? Kau pingsan, aku tidak bisa mengambil resiko dengan meninggalkanmu sendirian walaupun jarak antar kamar kita hanya beberapa langkah," jelas Oxy sambil duduk di tempat tidur Aluna yang berseberangan dengan Lidya.

"Menyebalkan! Sedikit saja aku bergerak cepat dia tidak akan lolos dariku!" decak seseorang wanita yang melangkah masuk ke dalam kamar.

"Dari mana saja kau?" tegur Oxy di kala wanita itu terlalu bersemangat untuk mengoceh.

"Mengejar tikus. Sayang, ketika tikus itu ada dalam jebakan dia lolos dengan mudah!" decak Aluna lagi. Raut wajahnya sangat kesal.

"Tikus apa yang kau maksud?" sela Lidya yang mulai tidak mengerti dengan arah pembicaraan Aluna.

"Nanti kau akan mengerti. Bagaimana apakah sakit?" tanya Aluna yang geram lalu duduk dan menghempaskan tubuhnya di samping Oxy.

"Tidak terlalu. Tetapi aku bingung siapa yang mereka sebut sebagai Panglima," tutur Lidya mengamati mereka berdua.

"Entah siapapun yang mereka sebut sebagai panglima, yakinlah aku tengah mengejarnya. Dia tidak akan bernafas dengan baik selama hidup ini! Hidupnya tidak akan tenang apalagi atasannya! Akan aku buat dia menderita karena telah mengganggu ketenangan keluarga Lathfierg!" geram Aluna lagi. Aluna mondar-mandir di hadapan Lidya sambil memainkan belati kecilnya dari saku jaketnya.

"Kau masih ingin membahas itu atau ingin mendengarkan mimpi burukku?" bimbang Lidya dengan wajah memucat.

"Apa yang kau mimpikan?" sela Oxy seakan dia lah makhluk yang paling penasaran. Aluna menghela nafas lalu berusaha duduk dengan tenang.

"Kematianku," jawab Lidya singkat. Tak kalah kaget, Oxy dan Aluna langsung tegap berdiri.

"Bagaimana jika aku mati?" sambung Lidya lagi memperkeruh hati saudaranya.

"Ini pasti karena dokter itu! Berhentilah untuk bertekad mendonorkan ginjalmu!" decak Aluna kesal.

"Ini tidak ada hubungannya dengan ginjalku. Aku yakin itu! Aku hanya kehilangan satu ginjal bukan dua ginjal beserta seperangkat organ di tubuhku!" bentak Lidya. Ia geram ketika tindakannya selalu saja disalahkan, kepalanya tersengat kepusingan dan sakit yang mendalam.

Air matanya mengalir, ia tidak sanggup menahan sakit perih pada hati dan kepalanya lagi.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengatakan hal itu padamu," sesal Aluna dengan isakan tangis mendekati Lidya. Lidya hanya mengangguk.

"Jika bukan ginjalku. Apa penyebab kematianmu? Aku tidak akan membiarkan hal itu berlangsung dengan mulus jika saja penyebab kematianmu adalah seseorang!" amuk Oxy.

Wajahnya semakin tampan walaupun ia tengah marah. Dengan jas yang ia pakai seperti mengokohkan tubuh lelaki itu. Ia sangat kokoh kini dengan gemertak geraham yang saling mengadu.

"Aku tidak tau jelas. Semuanya mengabur," lirih Lidya.

"Berjanjilah untuk menjaga diri kalian jika aku telah tiada," sambung Lidya yang dianggap racauan oleh Oxy. Oxy hanya diam tidak menghiraukan wanita itu.

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang