Jadwal kuliah siang yang cukup membosankan. Aku sudah menguap beberapa kali. Entah mengapa dosenku yang satu ini rasanya seperti sedang menyanyikan lagu nina bobo pengantar tidur. Kini bukan hanya aku yang menguap, tapi hampir sebagian konsentrasi mahasiswa di kelas ini sudah buyar semenjak pak Beto (dosen kolot di kampus) mulai membawakan materi. Ya, minus untuk anak yang ada di barisan paling depan itu.
'Sok rajin.' Pikirku. Rasya namanya. Dia adalah mahasiswa paling pinter sefakultas kejuruan dan ilmu pendidikan yang IPK-nya mencapai 3,8 terlebih dengan wajahnya yang bisa dibilang lumayan tampan membuatnya saat ini menjabat sebagai salah satu duta kampus. Cukup mengesankan, tapi menurutku dia terlalu menampakkan kepintaran dan seolah dia yang terbaik sekampus. Bisa gak kaya aku yang gak terlalu menampakkan kepintaran dan bakatku. Eits jangan salah, gini-gini aku pernah jadi juara kelas loh. Ya, walaupun itu saat aku kelas 2 SD sih. Tapikan yang penting pernah. Dan bakat yang aku maksud adalah ngancurin barang-barang.
Ok back to topic.
"Ra, cabut kuy?." Liandra yang memang dari sononya udah badung, makin badung setelah masuk di bangku perkuliahan. Dan dia adalah salah satu teman terbadung yang kupunya. Tapi aku sadar untuk sampai di titik ini ayah sudah mengeluarkan biaya yang sangat besar. Jadi aku harus memanfaatkan kepercayaan yang ayah berikan padaku sebaik mungkin.
"Ra, ayo!." Ucap Liandra dengan nada bicara yang cukup keras. Mungkin dia berfikir aku tidak mendengar panggilannya. Tapi ia salah. Aku memang sengaja mengacuhkannya, berusaha untuk tetap fokus kedepan walau nyatanya setengah dari kesadaranku sudah hilang entah kemana. Berusaha untuk tetap terjaga dari kantuk yang sedari tadi kutahan adalah sesuatu hal yang sangat susah.
"Ih.. diam Ndra. Gue coba buat fokus. Lo berisik banget sih jadi orang." Ucapku geram padanya. Akibat suaraku yang cukup nyaring membuat beberapa mahasiswa yang tengah menjalani kelas siang ini menatapku dengan tatapan tajam. Jelas-jelas dari tadi kelas dalam kondisi hening bahkan mungkin lalat pun nampak enggan hanya untuk melewatinya. Dan aku? Mengatakan bahwa Liandra ribut? Itu sama saja seperti orang aneh yang ingin unjuk diri dan kemampuan didepan publik.
Setelah berjam-jam waktu yang kulewati untuk menyaksikan penjelasan dosen yang nampak bagai video slow motion yang diulang-ulang dan membuatku nyaris tertidur. Akhirnya aku terbebas dari kegiatan yang nyaris menyiksa jiwa dan juga ragaku.
"Ara, dipanggil sama kak Genta tuh." Ucap teman sekelasku saat tak sengaja netra indahku menatapnya tengah berbicara dengan seorang senior berambut ikal yang cukup dekat denganku akhir-akhir ini. Namanya Genta Syaripudin. Udah bagus-bagus nama Genta, eh malah belakangnya Syaripudin. Kan ngancurin.
"Iya..ntaran gue beresin ini dulu." Balasku sambil memasukkan barang-barangku kedalam tas ransel berwarna brown milikku. Mulai dari buku novel yang kutahui judulnya adalah Melodylan milik Liandra, sampai pena yang sengaja kutulis namaku pun ikut kusertakan. Liandra memang termasuk dalam golongan bucin dan selalu saja galau dengan masalah percintaan. Ia senang mengoleksi novel - novel dengan genre romantisme yang membuat pembaca melayang dan jatuh disaat yang bersamaan. Itu semua biasa untuknya, karena hoby yang ditekuninya tak jauh dari memasak dan membaca. Semua itu cukup menguntungkan buatku. Karena ketika kutanya tentang pengetahuan umum, ia cukup mampu menjawab dengan alasan yang logis. Dan ketika ia memasak, jangan ragukan kemampuanku untuk menghabiskannya dalam satu kali lahapan. Aku tak lagi sungkan dengannya mengingat pertemanan kami yang menginjak 4 tahun.
"Kuy..Ndra." Aku menarik tangannya. Kakinya nampak terpaku pada dinginnya marmer. Aku tahu perasaannya pada kak Genta. Tapi, sayang yang disuka malah tak cukup peka untuk membalas rasa. Aku sering memperhatikan Liandra yang kadang curi-curi pandang kearah kak Genta. Aku bisa melihat ada yang berbeda dibinar matanya ketika menatap wajah sumringah kak Genta walaupun dari jauh.
"Eh...i-ya."Liandra nampak gugup. Tanpa aba - aba ia segera berdiri dan berjalan dengan langkah lebar. Agaknya ingin menghindari kakak senior incaran para kaum hawa.
"Ndra tunggu, kok gue malah ditinggal sih." Ucapku kesal dengannya.
'Salting boleh, tapi gak usah ninggal juga kali.' Ucapku dalam hati tak berani menyuarakan karena jarak kami dan kak Genta terbilang dekat. Jika tidak?, mungkin sudah kugoda ia habis - habisan.
"Hai Ra, dan.."Ucap kak Genta terdengar ragu sambil menaikkan alisnya.
"Liandra Farasya. Panggil aja Lia." Liandra menjulurkan tangan kanannya seraya memperkenalkan diri dan disambut baik oleh kak Genta.
"Genta." Sikapnya yang supel membuatnya banyak disukai. Minus aku tentunya. Seleraku cukup tinggi walaupun wajahku tergolong biasa saja.
"Jadi?. Ada apa gerangan anda mencari tuan puteri?."Aku mencoba mencairkan suasana dengan guyonan receh yang kupunya yang malah mendapat tonyoran gratis dari Genta.
"Gaya lo Ra. Jadi gini, anak-anak udah ngumpul di kafe depan mau bahas soal wacana weekend minggu ini. Lo jadi ikut kan?." Kalian perlu tahu, bahwa weekend yang dimaksudnya sama dengan hari-hari biasa.
"Oh..tentu. Kalau soal holiday gue bakal ada dibarisan paling depan." Ya, aku tak munafik bahwa wacana weekend memang selalu berkeroncol diotakku.
"Ra, bukannya lo besok ada kelas pagi yah?." Liandra memang bagai alarm buatku. Ia selalu mengingatkan jadwal kuliah disela kesibukannya menjadi waiters disalah satu kafe yang cukup terkenal didaerahku.
"Ye, nih anak mah absennya udah banyak kali. Hal gitu mah biasa dianya." Entah kenapa kebanyakan alfa malah membuatku bangga. Mungkin aku butuh diruqyah. Sepertinya jin yang ada ditubuhku jumlahnya sangat banyak sehingga mau berbuat baik pun susah.
"Ndra. Gue tuh sumpek sama tugas - tugas dari dosen yang gak ada habisnya. Bisa budrek gue kalau tiap hari kaya gini. Gue butuh refreshing."
Ucapku dramatis.Tak ingin membuang waktu terlalu lama, aku segera memutus pembicaraan dan berlalu setelah berpisah dan berpamitan pada Liandra. Jiwaku selalu menggebu ketika mendengar rencana holiday yang walaupun hanya berakhir sekedar wacana.
Pertemuan yang dimulai pukul 03.02 pm baru berakhir ketika langit mulai menampakkan siluet jingga bernama senja, tanda bahwa kegelapan malam siap menjemput.
* * * * *
To be continue...
Yeyy...Part 3 udah dipublish.
Jangan sampe lupa buat comment, vote, kalau perlu follow akun Wp aku juga boleh:')
Wonggeduku, 10 januari 2020
Salam manis penulis😚
@rgitacahyani_01
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA
Non-FictionAurora Florencia. Si biang kerok, pembuat onar. Semuanya nampak baik-baik saja. Tapi ketika hidayah datang menerpa, semua perubahan nampak percuma karena alasan utamanya telah hilang. Bersyukurlah pada Allah yang masih membuatnya bisa berpijak dibum...