~15~

89 13 3
                                    

"SIAPA YANG MELAKUKAN INI HE?"

"AKU !!" Jawabku tak kalah keras.

Pemuda tadi kembali berdiri dengan tegap tepat dihadapanku.

"Kau tidak tau siapa aku ya ?" ucapnya dingin.

"Kak Sean. To tolong ampuni kakak ini, di a bukan dari desa ini dan baru pindah dari kota" ucap Felix dengan nada gemetaran.

Seseorang yang disebut 'Kak Sean' oleh Felix tadi menyeringai.

Seketika bulu kuduk ku meremang.

Aku ketakutan.

Pemuda tadi semakin mendekat kearahku dan membuatku mundur selangkah.

Dapat kuketahui bahwa dia sepertinya seumuran denganku, tinggi, bahu lebar, dan hidung mancung.

"Ma mau apa kau ?"

"Heh, kemana nyalimu tadi hah ?, kau itu orang kota. Baru datang langsung memukulku sembarangan. Kau tidak tau aku ini siapa ?"

"Kau duluan yang memukul Felix dan temannya" seketika keberanianku tumbuh kembali.

"Itu terserahku" ucapnya acuh.

"Memang siapa kau ?" tanyaku.

"Cih, sombong sekali kau ya. Aku anak kepala desa ini"

"Apa? Bukan pemimpin saja sudah belagu kau. Apalagi jika seorang pemimpin, ternyata masih ngumpet dibalik ketek ayahnya"

Pyarrr....

Sebuah vas pecah dengan bekas duri-duri tumbuhan tajam mencuat dari dalam tanah.

Glek... Aku menelan saliva ku susah payah.

Ternyata dia juga mempunyai kekuatan.

Aku harus bagaimana. ?

Sementara itu pemuda didepanku terlihat sedang membendung amarahnya yang bisa meledak kapan saja.

"Aslinya bisa saja aku membunuhmu dalam sekali serang. Tapi mengingat kau adalah perempuan lemah, akan kututup amarahku" ucapnya.

"Lemah? Kau jangan meremehkanku. Meskipun aku terlihat seperti seorang gadis lemah tapi sebenarnya didalam jiwa ku ini ada kekuatan terpendam yang bisa kukeluarkan kapan saja"

Grep....

"Uhuk..uhuk.."

GILAAA!! ANAK INI MENCEKIK LEHERKU !!

"Le..pas"

Dia malah menguatkan cekikannya dileherku.

"LEPAS !" dengan tenaga semaksimalku aku berusaha menendang kakinya tapi dia tidak bergeming sedikitpun.

Sedangkan Felix mencoba membantuku dengan cara melepaskan tangan sialan ini dari leherku.

Mataku menangkap sebuah kendi besar berisi air. Entah dari asal pikiran ini, aku mencoba menggerakkan air tersebut.

Byurr...

Tubuh Sean basah kuyup oleh air sehingga membuatnya melepaskan cekikannya.

"Uhuk uhuk... Huftt.." aku mengambil nafas sebanyak banyaknya.

"SIALAN"

Sean melirik kearahku seakan tau jika ini adalah perbuatanku. Sedangkan Felix dan temannya mencoba menenangkanku.

"Kakak, ayo kita pergi" ucap Felix sambil berbisik.

Zing...

Sekejap aku, Felix, dan temannya telah berada di rumah Felix.

The Land Of The Elves [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang