bagian 1

29 6 3
                                    

Oke.. gw adelia yaps sama kek nama author nya kan? Yoi lah orang ini cerita author kok:v
Tapi bohong

Senja

Gadis rapuh yang sedang menatapi senja,
begitu memanjakan mata, alunan cahaya berirama, menuaikan sepercik rasa.

tuhan andai hari ini saya, melihatnya sebentar saja. menebuskan rasa ingin jumpa,
Tak perlu lama
Ingin senyumnya saja.

jari jemari ini merindukannya
sosok pria yang menggenggam erat setiap selanya,
mengayunkannya perlahan dengan rasa lembut tanpa resah,
hingga kedua tangan itu berpisah.

Andaikan senja dapat berbicara
Mungkin saat ini kau bisa tahu apa yang ku rasa
Kerinduan yang menghanyutkan
Walau ikatan hanya persahabatan

"Puisi mu bagus.." bu puji seorang wanita setengah abad dengan pipi yang memiliki kerut bekas senyum yang nampaknya dia ramah..
"Eh ibu biasa aja kok Bu.. ini hanya kebetulan saja aku menulis puisi"
"Kamu kelas mana?" Tanya Bu puji
"Aku? Kelas 7A Bu"
"Oh iya" wanita baik hati itu pun pergi meninggalkanku sendiri dipojok teras kelas dengan laptop hp yang berbaground game Dota 2.
"Kok panas banget sih hari ini gak kaya biasanya heran da. Buka Facebook bentar boleh kali yak.. ehe" aku pun melirik sekitar semoga saja tidak ada guru yang memergokinya.

"Eh siapa ini? What? Dari kampus lain? Cakep bener yah. Eh tapi kok dia pake baju pangkat? Jangan-jangan dia nakal? Ya sudahlah"

Panas terik bumi Raharja ini mengajarkanku sesuatu, matahari yang terik yang selalu bernyala-nyala kala itu. Dia selalu datang menyinari bumi untuk membantu aktivitas makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. Namun tak jarang sang mentari selalu dicaci maki "mentari sungguh panas sekali hari ini" sedangkan saat dia sudah tak lagi muncul di kabut awan semua mahluk bumi mulai resah dan gelisah lalu kemudian memaki kembali sang matahari "mengapa kamu tak kembali?" Ya benar seperti layaknya kisah asmara bukan? Haha sudahlah. Hari ini aku hanya ingin melupakan seseorang yang bahkan enggan melihatku dibumi ini, Siapa lagi kalo bukan Arya. Pria yang selalu berpaling wajah saat melihatku. Benar seperti yang biasa terdengar ditelingaku manusia lebih banyak mengingkari nikmat dari pada mensyukuri nikmat.

"Mulai setelah mabit sekolah kita akan disatukan" kata salah satu guru walas disekolah. Ya sudahlah apa perduli aku dengan semua ini, ini peraturan dan keputusan pemerintah apalah daya gadis remaja yang tinggal dan hidup yang harus wajib menaati peraturan? Mau ngebantah? Da buat apa? Toh ini juga gak ngerugiin.
"Woi autis, ngapain sih elu diem dipojokan gitu kesambet ntar" begitulah kata seorang teman kelas. Ya ini juga salahku, aku membaca sebuah artikel mengenai autis dan aku mempunyai salah satunya yaitu suka mengulangi 1 hal berkali-kali dan bodohnya aku langsung menyimpulkannya bahwa aku autis. Dasar bocil.. fikiranku masih labil saat itu.

"Woi cas ngapain lu disitu, sini Ama gua.." sahut juwintan.
"Eh iya gw ikut lu deh dari pada nganggur gajelas" begitu juwintan gadis sederhana periang ngakunya sih nolep padahal dia cuman gak keluar kampung aja haduh... Seperti biasa bahasa akrab kami adalah "lu, gw" sedangkan nama, aku selalu memanggil nya dengan tatan (juwintan) biar gak ribet eh tuh dia si Tatan mah ganti namaku dengan cas (casmita, yang merupakan nama keluargaku) dia tahu aku bagaimana sifatku bagaimana kegilaanku bagaimana kesedihanku dia semua tahu.
"Eh tau gak sih? Tadi gw liat si Juli.. seneng banget gw cas. Eh trus lu Ama Arya gimana cas?"
"Oh gitu ya.. ntahlah perlahan tapi pasti rasa ini menghilang dengan sendirinya mungkin pasalnya sudah mau 2 tahun aku masih belum bisa melupakan dia"
"Hm udahlah Cas gw mo kekelas"
"Yeh si anjir gw udh kesini lu malah pergi"

Aku yang kini sendiri ditengah lapangan bergegas berteduh di bawah pohon mangga. Daunnya masih menyimpan banyak sekali amilum atau karbohidrat, stomato daun pun sepertinya sedang terbuka untuk proses fotosintesis.
"Woi jones ngapain disitu." Sahut jagad salah satu teman terabsur sejagad raya ini.
"Apaan sih anjir. Eh lu bawa apaan tuh? Potato ya gw mau satu" langsungku ambil Snack tersebut dan bergegas pergi walaupun jagad tak berkata sepatah kata pun.

Orang lain menilaiku aktivitis karena banyak memegang eskul tapi nyatanya jiwaku hampa, derita demi derita telah kurasakan dan kulalui dengan perlahan tanpa banyak orang tahu. Dan ada juga orang yang melihatku petakilan tapi nyatanya alasanku seperti itu hanya untuk membuat mereka tertawa, karena melihat tertawa dan bertingkah konyol sangatlah membahagiakan untuku tapi itu hanya didepan mereka saja. Terkadang juga ada orang yang melihatku ratu drama, why? Mungkin karena aku sering berpura-pura terjatuh agar orang tertawa namun hasilnya aku jatuh beneran.
Tapi aku bukanlah seperti yang mereka fikirkan. Aku hanyalah gadis pendiam dalam keheningan siang dan kebisingan malam, terbentuk karakter pemarah, pembangkang, dan arogan dalam diriku. Emosi yang sering menguasai diriku aku tak sebaik yang kalian fikir, dan aku tak mengerti apa yang sudah kubuat dan kulakukan dimasa lalu? Mengapa harus kualami masa seperti ini? Berpura-pura tentram sungguh menyakitkan. Mungkin jiwaku sudah terbawa arus kesedihan panjang masa lalu.

Aku kembali pulang setelah jam pelajaran berakhir.. yah aku selalu berjalan saat pulang dan turun dari angkot jarak tempuh gang menuju rumah kurang lebih 1 km.

Sunyi jiwa kembali kurasakan saat kembali kerumah, dan aku harus tetap pura-pura tidak terjadi apa-apa. Aku lelah, aku lelah berada dibumi ini aku ingin kembali kepada Tuhan agar jiwaku tentram hatiku tak selalu dihantui oleh sesuatu, oleh kecemasan yang sangat luar biasa aku ingin keluar.
Sebuah cermin didinding kamarku sudah lusuh, bening dari kaca yang dahulu bersih kini menjadi usang layaknya sebuah kehangatan keluarga dimana dahulu semuanya lengkap. Kini hanya tersisa aku, ibu, dan nenek. Perlahan tapi pasti satu-persatu meninggalkan rumah yang berdiri ditanah Raharja. Pertama ayah pergi menghadap tuhan, kemudian kakak berserta keluarganya mereka pindah rumah. Keseruan, canda, serta tawa dahulu kini nyaris tak terdengar dibalik rumah yang bisa dibilang berkecukupan hanya suara gemericik air keran lah yang bergema semua penghuni hanya diam membisu.

"Mah.. apakah kau mau makan?"
"Diam diam.. mamah lagi sibuk"
Kalimat itulah yang selalu aku dengar dari ibuku. Aku hanya ingin semuanya kembali seperti dahulu, keharmonisan yang selalu terjaga sekarang semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Terkadang aku aneh saat aku bersama ibu didepan banyak orang ia terlihat harmonis namun terkadang jika didalam rumah ia sangat dingin, Sedingin salju dikutub Utara.
"Dek, kamu kena marah lagi?" Ucap wanita paruh baya yang tak lain adalah neneku. Senyumnya membuat hatiku tenang, dan tawanya membuat semangatku kembali untuk melanjutkan kehidupan.
"Iya nek, tapi gak papa... Toh ini udah jadi makanan sehari-hari jadi rasanya enak udah kaya sayur sop. Hehe" aku berkata begitu agar ia tidak cemas. Aku menyayanginya, sangat menyayanginya. Walaupun mungkin aku paling sering merepotkan dia. Dia wanita kuat dan bisa menjadi contoh the strong of women.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang